Arthur'S Desire
Halo apa kabar? aku kembali untuk menemani para remaja halu. Alhamdulillah, Arthur's Desire karya ku yang ke tiga. Semoga kalian pada suka ya. Jangan lupa like, koment, dan rate ⭐ 5 ya. Karena itu bentuk penyemangat untukku, author yang masih proses seperti halnya kepompong yang sedang metamorfosis untuk menjadi butterfly.
Happy Reading guys.🩷
St. Margaret's, Roma, Italy
"Apa kau kesulitan, Shannon?!" pekik Chloe seraya mengetuk pintu kamar mandi yang di gunakan sahabatnya, Shannon Claire.
"Tidak, Chloe. Sebentar lagi aku akan selesai!" teriak Shannon dari dalam. Kemudian, Shannon memasang kancing pada bagian depan dressnya.
"Oke, " Chloe duduk di tepian tempat tidur menunggu Shannon sambil memainkan ponselnya.
2 menit kemudian. Shannon membuka pintu kamar mandi dengan pelan. Chloe yang sedang asik pada ponselnya, menoleh ke arah pintu seraya tersenyum. Lantas, gadis itu meletakkan benda pipihnya di atas tempat tidur sebelum ia beranjak, mendekati sahabatnya itu.
"Sudah aku duga, dress ini akan cocok untukmu, Shannon." Mata Chloe berkelip, memerhatikan penampilan Shannon yang memakai dress simpel berwarna putih gading yang dibelinya ketika ia berburu diskon di sebuah butik. "Kau terlihat seperti barbie."
Pujian yang tepat untuk menggambarkan sosok Shannon Claire. Shannon memiliki bentuk wajah oval, cantik dengan hidung mancung dan kecil, bibir sensualnya berwarna merah alami, dan manik indahnya berwarna hijau. Selain itu, Shannon memiliki tubuh yang langsing, dan rambutnya panjang berwarna pirang.
"Sekarang kau duduklah, Shannon! " Chloe menuntun Shannon, dan mendudukkan sahabatnya di kursi, didepan cermin.
"Kau ingin apa, Chloe?" tanya Shannon.
"Aku akan menata rambutmu, dan sedikit memberi riasan di wajahmu agar kau bertambah cantik," jawab Chloe riang, berpindah tempat di belakang Shannon setelah ia mengambil sisir diatas meja.
Chloe kerap menjadikan Shannon korban dari tangannya. Tangannya bisa dikatakan sangat ajaib. Ia bisa melakukan apapun, kecuali memegang wajan, dan spatula. Maksudnya, memasak bukan keahliannya.
"Pasti akan banyak pria yang akan mengagumi kecantikanmu, dan mengajakmu berkencan."
"Hanya mengagumi. Selebihnya, mereka akan berpikir dua kali untuk mengajakku berkencan." Begitulah cara berpikir Shannon.
Shannon Claire, seorang gadis berusia 19 tahun yang tumbuh besar di sebuah panti asuhan. Kedua orang tuanya meninggal karena sebuah kecelakaan, dan karena insiden itu pula yang menyebabkan Shannon kehilangan penglihatannya.
Seorang wanita bernama Sheila Callie adalah penolong Shannon setelah kecelakaan tersebut. Wanita itu mengasuh, dan menjadikan Shannon adiknya. Namun, di usia Shannon yang ke 10 tahun, Sheila mengakhiri hidupnya.
"Kenapa kau merasa insecure, Shannon? selain cantik, kau memiliki hati yang sangat baik."
Chloe Natasya, sahabat satu-satunya yang di miliki Shannon. Tumbuh bersama di panti membuat hubungan keduanya sangat dekat. Chloe kerap membantu, dan memberikan semangat untuk Shannon.
"Aku membicarakan fakta, Chloe. Aku gadis buta, yang akan selalu merepotkan." Tandas Shannon seperti gadis pada umumnya, yang menginginkan seorang pria yang bisa mencintainya, dan diperlakukan istimewa. Namun, kebutaan yang dialaminya membuat Shannon merasa tidak percaya diri. "Setiap manusia menginginkan memiliki pandangan dengan fisik sempurna, Chloe. Bukan gadis buta sepertiku."
"Hentikan ucapanmu yang tidak-tidak, Shannon." Chloe membantah ucapan yang keluar dari mulut Shannon. "Tidak ada kata yang tidak mungkin, jika Tuhan sudah berkehendak. Semua manusia, diberikan kesempatan untuk bahagia. Entah besok, lusa, atau hari-hari berikutnya. Percayalah, hal itu akan terjadi padamu. Sekarang kau diamlah, aku akan menyisir rambutmu."
Shannon tersenyum lembut mendengar ucapan Chloe yang menyemangatinya, dan ia membenarkan kalimat Chloe. Tuhan sudah memberikan kesempatan untuknya hidup setelah kecelakaan yang dialaminya. Bukankah, Tuhan mempunyai rencana di balik musibah yang menimpanya? seperti sekarang ini, ia dikelilingi orang-orang baik yang kerap memberikan kasih sayang, dan juga kebahagiaan. Lalu, mengenai pasangan, entahlah. Shannon tidak ingin terlalu memikirkannya.
Chloe memulai menyisir rambut panjang Shannon. "Kau memiliki rambut yang indah, dan mudah di sisir. Tidak seperti rambutku, curly. Ketika aku bangun pagi, penampilanku seperti singa. Argh."
"Kau pasti terlihat keren, Chloe."
Chloe berdecak pelan. "Kau memujiku, apa sedang meledekku?" tanya Chloe pura-pura tersinggung.
Shannon pun tertawa rendah. "Tergantung kau merespon ucapanku."
"Baiklah.. Baiklah.. Aku anggap itu sebuah pujian. Sekarang aku akan mengepang rambutmu."
Pintu kamar yang di tempati kedua gadis itu terbuka, rombongan para gadis kecil berjumlah 4 orang mendatangi mereka. Adik-adik mereka. "Ada apa kalian kesini?" tanya Chloe memperhatikan adik-adiknya, satu persatu.
"Kami mencari Sugar." Balas Lily membuat Chloe mengerutkan dahinya.
"Sugar?" tanya Chloe yang dipikirnya adalah gula bukan pria tua yang mempesona. Lagipula, tidak mungkin juga adik-adiknya mencari pria matang berbeda dengan author, dan juga netizen. Termaksud juga Chloe. "Ada di dapur. Kenapa kalian mencarinya disini? jelas saja, tidak ada."
"Sugar. Anak kucing yang kami temukan tadi pagi di depan panti, Chloe." Jelas Lily membuat Chloe mengerti.
"Oh ya Tuhan," Chloe memukul keningnya. "Mungkin saja sugar kalian bermain petak umpat, dan bersembunyi di bawah meja." Chloe melanjutkan mengepang rambut Shannon, dan memberi aksesoris bunga kecil di sepanjang rambut Shannon.
"Ck, sugar... Seperti tidak ada nama lain saja." Gumam Chloe yang di dengar Shannon. Shannon tersenyum simpul.
"Kau terlihat sangat cantik, Shannon." Seru Arabella menaiki dirinya diatas pangkuan Shannon. "Kau seperti, hmm... Princess Rapunzel!" puji gadis berusia 6 tahun, menatap Shanon penuh kagum.
"Ya.. Yang di ucapkan Arabella, benar. Kau seperti Rapunzel, Shannon." Timpal Lily tidak kalah serunya.
Shannon tersenyum mendengar pujian tulus yang tujukan untuknya. "Terimakasih atas pujiannya, Nona-nona cantik."
"Sekarang kalian keluarlah, dan carilah sugar kalian." Perintah Chloe, ke empat adiknya pun keluar menuruti perintahnya. "Kau tidak merasa aneh mendengar mereka mencari sugar?"
Shannon hanya tertawa menanggapi ucapan Chloe karena paham maksud dari sahabatnya. Pria tua yang mempesona.
"Kapan kau mulai berkerja?"
"Lusa," jawabnya Chloe masih merapikan rambut Shannon, kemudian ia meletakkan sisirnya di tempat semula. "Sudah selesai, aku tinggal merias wajahmu."
"Tidak perlu, Chloe." Tolak Shannon. "Sebaiknya kau bersiaplah agar kita tidak ketinggalan kereta."
Malam ini, kedua gadis itu akan menghadiri La Festa del Redentore, sebuah festival lokal yang terjadi di akhir pekan ketiga bulan Juni di Venesia. Festival itu adalah festival tradisi Venesia yang di mulai 500 tahun lalu sebagai berakhir wabah pes (black dead) yang terjadi di sekitar tahun 1575 hingga Juli 1577 yang merenggut nyawa puluhan ribu orang.
Festival itu di adakan di Bacino di San Marco, dekat dengan gereja Redentore, gereja Katolik yang di bangun sebagai rasa syukur atas berakhirnya wabah tersebut. Para warga akan berkumpul disana untuk berbagi minuman, dan makanan sambil menyaksikan kembang api. Dan Chloe harus menepati janjinya ketika Shannon menginginkan untuk menghadiri Festival tersebut.
"Baiklah, kau tunggulah sebentar. Aku segera bersiap. Ten minutes." Segera gadis itu meluncur menuju kamar mandi. Benar saja 10 menit berlalu, Chloe sudah siap, dan keduanya pergi menuju Venesia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
𝐀⃝🥀ᴋɪʀᴀɴᴀ🧸🍁❣️
duhh jangan2 si Chloe juga gak bisa masak air 😒
2024-10-22
22
𝐀⃝🥀ᴋɪʀᴀɴᴀ🧸🍁❣️
berbie gak cantik loe kk 👉👈😒💃
2024-10-22
22
Bundanya Pandu Pharamadina
masukin keranjang 👍❤
2024-10-18
25