Ini kisah yang terinspirasi dari kisah nyata seseorang, namun di kemas dalam versi yang berbeda sesuai pandangan author dan ada tambahan dari cerita yang lain.
Tentang Seorang Mutia ibu empat anak yang begitu totalitas dalam menjadi istri sekaligus orangtua.
Namun ternyata sikap itu saja tidak cukup untuk mempertahankan kesetiaan suaminya setelah puluhan tahun merangkai rumah tangga.
Kering sudah air mata Mutia, untuk yang kesekian kalinya, pengorbanan, keikhlasan, ketulusan yang luar biasa besarnya tak terbalas justru berakhir penghianatan.
Akan kah cinta suci itu Ada untuk Mutia??? Akankah bahagia bisa kembali dia genggam???
Bisakah rumah tangga berikutnya menuai kebahagiaan???
yuk simak cerita lebih lengkapnya.
Tentang akhir ceritanya adalah harapan Author pribadi ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shakila kanza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Serakah
Sudah bulat tekat yang ada pada diri Mutia, Dia sudah yakin ingin berpisah dengan Suaminya. Sore ini Mutia membereskan semua pakaiannya dan pakaian Si kembar juga Kean kecuali Intan, Mutia ingin Intan menjaga Rumah warisan orang tuanya.
Mutia menata koper-koper di ruang tamu, satu jam lagi Intan pulang dari kuliahnya, Intan akan membantunya pindahan. Namun tiba-tiba pintu terbuka dengan kasar dan nampak Haris datang tergesa-gesa.
Haris terpukul memandang tumpukan koper yang di tata oleh Mutia di ruang tamu. " Bunda Mau kemana?" Tanya Hafiz menahan amarahnya.
Mutia hanya terdiam tidak mau melihat Haris, Mutia berlalu ke kamar untuk membereskan sisa-sisa barangnya yang ada di dalam kamar.
Haris mengikuti Mutia dari belakang dan menarik kasar pakaian yang ingin di masukkan Mutia ke dalam koper. "Bunda mau kemana???" Tanya Haris dengan intonasi lebih keras, membuat Mutia terkejut dan mendongakkan kepalanya.
Mata Mutia memerah menahan sedih dan amarah namun dia berusaha untuk tidak kalap. " Aku ingin pindah bersama anak-anak." Jawab Mutia pelan.
"Aku tidak mengijinkan Bunda dan anak-anak keluar dari rumah ini."Kata Haris tak kalah dingin karena menahan untuk tidak bertindak kasar, bagaimanapun Mutia adalah wanita yang amat lemah lembut hatinya di matanya.
"Maaf Aku akan tetap pergi, Kita sudah tidak bisa tinggal bersama lagi."Kata Mutia parau menahan sesak di dadanya, sambil berdiri meninggalkan Haris.
Haris meraih tangan Mutia dan mendudukkannya di ranjang. " Aku masih suami Bunda jika Kamu tidak lupa."Kata Haris menatap nyalang wajah Mutia yang sudah berkaca-kaca.
"Lalu... Aku harus bagaimana??? Aku sudah tidak sanggup tinggal bersama kamu Mas Haris... Sakit... ini terlalu sakit tiap kali Aku melihatmu..." Kata Mutia menunjuk dadanya sambil berurai Air mata.
"Apa kamu tega menghancurkan anak-anak bila kita berpisah??? Mereka butuh Aku Ayahnya."Kata Haris juga parau.
"Kenapa baru sekarang Mas pikir hancurnya Anak-anak??? Kemana pikiran Mas Haris saat tega berselingkuh dan menikah lagi??? Kemana???" Tanya Mutia pilu memandang Haris.
" Aku sadar Mas... Aku sudah tidak cantik lagi, tubuhku sudah tidak menyenangkan bagimu. Aku sadar diri, Aku tidak bisa membahagiakan kesenanganmu itu, Aku tau diri. Biarkan Aku yang pergi." Kata Mutia sambil mengusap air matanya kasar.
Haris merengkuh Mutia dalam pelukannya, Haris mendekap erat istri pertamanya itu dengan menahan segala gejolak di dadanya. Semua perkataan Mutia menampar dirinya seberapa serakah dan nafsunya diri sehingga lupa akan kebahagiaan keluarganya, dia hanya memikirkan kebahagiaanya sendiri.
Haris ingin serakah, ingin memiliki Kiara dan ingin tetap memiliki Mutia serta tetap bisa mendampingi anak-anak sampai tua. Apa yang di ucapkan Mutia memang benar, Mutia memang sudah tidak seperti dulu lagi tubuhnya, tapi Mutia masih ada di hatinya juga. Apa salah jika Dia juga ingin memiliki semuanya bersamaan toh dia juga bertanggung jawab untuk semuanya.
Mutia berontak dari pelukan Haris, tubuhnya menolak sentuhan dari Haris, rasanya jijik pada suaminya yang sudah bersentuhan dengan wanita lain. Mutia tidak suka apa yang jadi miliknya di pakai bersama dengan orang lain.
"Ku mohon Bun, Maafkan Aku, tetaplah di sisiku kita bisa hidup berdampingan dengan rukun."Kata Haris memohon.
"Pikirkan Anak-anak... Ayok kita hidup bersama sampai menua... Aku masih tetap suamimu meski ada Kiara." Kata Haris memohon sekali lagi.
"Maaf Aku ingin seperti Siti Khodijah yang seumur hidupnya menjadi satu-satunya Istri Nabi. Jika Mas ingin Aku menjadi Siti Aisyah aku tidak mampu." Kata Mutia masih tetap berontak dari pelukan Haris.
Mutia berhasil melepas diri dari Haris namun Haris mengejarnya lalu menguncinya di dalam kamar. "Kita bukan Anak kecil lagi Mutia. Kalau ada masalah jangan apa-apa kabur dari rumah."Kata Haris dingin pada Mutia.
"Justru karena Kita bukan Anak kecil lagi Mas Haris yang terhormat. Aku minta cerai dari Mas Haris." Kata Mutia tajam menatap Haris nyalang.
"Sampai mati Aku tidak akan menceraikan Kamu Mutia." Balas Haris lebih tajam.