Tragedi, kematian, dendam, hingga keserakahan seorang ayah mulai terungkap pada kasus kematian sejoli yang penuh misteri hingga melibatkan banyak pihak, bahkan terjadinya korban salah tangkap.
Akankah dalang utama dalam kasus ini terungkap?
Jangan lewatkan cerita lengkapnya di Noveltoon.
Terimakasih🙏🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gubuk Baca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ruang Investigasi
“Ya, aku mengaturnya kusus untukmu hari ini!”
“Maksudnya?”
“Pintu otomatis itu tidak aku buat untuk mu, ibu ku sudah demensia!”, ucap Putra menjelaskan.
Bagas pun mengerti kenapa Putra mengatur pintu otomatis begitu, lantaran sang ibu yang demensia itu pastinya sering melupakan kunci untuk memasuki rumahnya sendiri.
Bagas yang di persilahkan masuk pun mengikuti langkah kaki Putra menuju ruang tamu. Disana, Bagas memperhatikan dengan seksama tata letak rumah Putra yang dinilainya cukup rapi.
“Apa kau hanya tinggal berdua dengan ibu mu?”, tanya Putra yang tidak melihat ada tanda-tanda keberadaan orang lain disana, bahkan foto keluarga mereka pun tidak di panjangkan.
“Ya, ayah ku meninggal saat aku berumur 18 tahun”, jelas Putra singkat.
“Oh, maaf!!”
“Tidak masalah, itu peristiwa lama!”, jawab Putra yang melihat ekspresi bersalah dari Bagas yang menanyakan perihal sensitive.
Bagas yang di persilahkan duduk di sofa itu pun menyesuaikan dirinya senyaman mungkin disana, yang entah kenapa terasa begitu hangat dan nyaman untuk Bagas yang tidak memiliki tempat untuk pulang.
“Lalu bagaimana dengan mu?”, tanya Putra yang tidak pernah mendengar apa pun tentang keluarga Bagas.
Pikirnya, Bagas pasti sengaja menyembunyikan identitasnya selama ini untuk kenyamanan seluruh anggota keluarganya. Namun sayangnya, hal itu tidaklah benar.
“Haha, entahlah. Mungkin orang tua ku sudah lama mati!”, jawab Bagas ringkas sambil melempar sebuah tawa yang menyesakkan jiwa.
Namun, hal itu belum dimengerti oleh Putra. Ia malah berpikir, apakah Bagas anak salah satu konglomerat yang orang tuanya selalu sibuk dengan bisnis mereka hingga lupa, bahwa Bagas masih butuh kekenyangan dalam arti cinta kasih keluarga.
“Maksudmu?”, tanya Putra untuk memastikan praduganya.
“Aku hanya anak yang besar di sebuah panti asuhan sejak usiaku lima bulan, aku memanggil ibu panti yang sudah meninggal itu dengan sebutan ibu”, jelas Bagas sambil tersenyum hangat.
Jawaban yang di lontarkan oleh Bagas itu justru membuat Putra tak enak hati, ia merasa bersalah lantaran menyankan pertanyaan yang tak seharusnya di lontarkan.
Tentunya, hal itu membuat Bagas larut dalam perasaan yang sebenarnya merindukan keluarga aslinya, yang entah siapa mereka. Ia sangat ingin tau apa alasan dirinya di tingggalkan di panti asuhan kala itu, bahkan dalam sebuah kardus di malam hari yang saat itu hujan petir membasahi langit malam Kota J.
“Yah, hanya ibu panti lah satu-satunya keluarga yang ku miliki, tapi dia sudah meninggal 5 tahun yang lalu!”, jelas Bagas lagi yang membuat Putra terdiam.
Ia tidak mau memberi respon pada orang yang sepertinya memendam perasaan luka dan rindu akan keluarganya ini semakin larut hingga, nantinya meneteskan butiran mutiara dari dua netra bewarna coklat itu.
“Hahh, kau pasti datang kemari karna para pelaku sudah di tangkap bukan?”, tanya Putra mengalihkan.
Putra benar-benar merasa bersalah saat melihat linangan air mata, yang siap dituangkan kapan saja oleh Bagas. Putra tidak bisa membayangkan betapa kerasnya perjuangan Bagas untuk mencapai posisinya saat ini, bahkan ia berhasil tanpa memiliki latar belakang apa pun.
Terlebih lagi, karir yang di pilih olah Bagas bukanlah sembarang karir. Sebab ia yang berulang kali terlibat dalam kasus yang berbahaya, tentunya bisa melayangkan nyawanya kapan saja.
Seketika, Putra pun ingin menghajar semua orang yang mengatakan Bagas memiliki pendukung dan latar belakang yang kuat hingga ia selalu lepas dari kasus-kasus yang ia tangani.
Bahkan Bagas yang terlihat selalu bisa menangani masalahnya dengan kecerdasan dan ketangkasannya pula membuat para koleganya curiga, bahwa Bagas pasti memiliki pendukung yang kuat di belakang sana.
Namun nyatanya, semua itu adalah hasil jerih payah dari perjuangan yang dilakukan Bagas untuk sebuah keadilan lantaran ia lebih paham bagaimana rasanya tidak memiliki kesempatan untuk mengetahui kebenaran dari suatu peristiwa.
Lebih tepatnya kejadian ini bermula saat Bagas lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA), yang saat itu sang wanita paruh baya yang dipanggilnya sebagai ibu itu bertanya, apa yang ingin di lakukan oleh Bagas selanjutnya.
Bagas muda pun menjawab, dia ingin menjadi reporter yang akan selalu muncul di TV. Ia akan membawa berita yang keren sambil memperlihatkan pada orang tua yang telah membuangnya, bahwa ia bisa hidup baik-baik saja tanpa mereka.
“Ya, bukankah ini aneh?”
“Apanya yang aneh? Bukankah sebelumnya aku pernah mengatakan kita akan bertemu lagi lantaran para tersangka sudah di tetapkan”, ucap Putra.
Perkataan Putra itu membuat Bagas teringat pada saat mereka pertama kali bertemu waktu itu. Putra sudah sempat menyingung bahwa orang-orang ini akan tertangkap dengan mudah, yang akan membuat kehebohan yang lebih parah lagi dalam kasus ini.
“Sial!!”
“Hahaha, kau benar-benar menjadi orang yang dimanfaatkan untuk membuat berita ini lebih dan lebih heboh lagi, hingga setiap penjuru negeri ini mengetahui faktanya”
“Jangan katakan para mahasiswa lah yang di tangkap!?”
“Itu benar!”
“Ya?”, pekik Bagas terkejut.
Ia tidak percaya semua perkataan Putra waktu itu ternyata benar-benar terjadi. Pikirnya bagaimana Putra bisa mengetahui hal itu, apakah Putra meramal semuanya atau dia juga terlibat dalam hal ini.
“Aku tidak terlibat dan tidak tau akan hal ini”, ucap Putra.
Ia bisa membaca ekspresi wajah Bagas yang penuh tanda tanya itu. Dan, mana mungkin pula Bagas tidak curiga akan dirinya yang sejak awal sudah bisa menebak alur dari permasalahan ini.
“Hah, ayo ikut aku!”, ucap Putra yang mengajak Bagas ke sebuah ruangan rahasia yang ada di rumahnya.
“Hoo, kau punya ruangan rahasia begini. Apakah ada senjata yang kau simpan?”, tanya Bagas bercanda.
Bagas yang memasuki ruang rahasia itu memperhatikan dengan seksama isinya. Dan, betapa terkejutnya Bagas ketika menyadari ruang tersebut dipenuhi oleh document-document penting. Lebih tepatnya lagi, semua document itu sepertinya di miliki oleh Putra secara ilegal.
“Cih, ini ruang investigasiku!”, jelas Putra.
Dan hal itu pun terbukti dengan deretan dokumen dan foto-foto dari beberapa peristiwa yang bahkan sempat di liputi oleh Bagas.
Setelah memperhatikan dengan seksama mata Bagas pun tertuju pada satu Foto yang terpajang dengan rapi, bahkan terlihat seperti dirawat dengan baik oleh Putra.
“Foto siapa ini? Apakah pacar mu?”, tanya Bagas penasaran kenapa foto yang tampak terjaga itu berada di ruangan rahasia pula.
Pikirnya, apakah foto ini penyemangat hidup Putra dikala lelahnya seperti foto Vivian yang tak pernah hilang dari meja kerjanya, meski wanita itu telah lama pergi.
"Cih, kau tidak ingat padanya?”
"Hem, apakah aku kenal dengannya?”, tanya Bagas yang tidak mengerti apa maksud Putra.
Namun demikian, Bagas sendiri juga tidak asing dengan wajah ini. Seakan dia kenal dan pernah melihat siapa gadis muda yang ada di dalam foto tersebut. Dan entah kenapa pula, ada perasaan aneh dan janggal dalam batin Bagas saat ini.
2 kopi meluncur
jangan buat masalah baru ya thorrrr..
misteri laura dan david harus selsai, jangan kayak kasus pacar bagas yg hilang authr buat/Sob//Sob//Sob/
terus kema*** nya yang memar itu gimana????