“Gun ... namamu memang berarti senjata, tapi kau adalah seni.”
Jonas Lee, anggota pasukan khusus di negara J. Dia adalah prajurit emas yang memiliki segudang prestasi dan apresiasi di kesatuan---dulunya.
Kariernya hancur setelah dijebak dan dituduh membunuh rekan satu profesi.
Melarikan diri ke negara K dan memulai kehidupan baru sebagai Lee Gun. Dia menjadi seorang pelukis karena bakat alami yang dimiliki, namun sisi lainnya, dia juga seorang kurir malam yang menerima pekerjaan gelap.
Dia memiliki kekasih, Hyena. Namun wanita itu terbunuh saat bekerja sebagai wartawan berita. Perjalanan balas dendam Lee Gun untuk kematian Hyena mempertemukannya dengan Kim Suzi, putri penguasa negara sekaligus pendiri Phantom Security.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fragmen 35
“Apa alasan Anda begitu percaya pada anak itu, Ketua?” Gil Yohan bertanya pada Suho, ingin tahu dan penasaran.
Saat di markas besar Phantom, Kim Suho bukan lagi seorang presiden, melainkan ketua Phantom, itulah alasan semua orang termasuk Lee Gun memanggilnya dengan sebutan ketua.
Acara sarapan pagi baru saja usai. Ternyata tidak ada pembahasan penting apa pun seperti yang dikatakan Suho. Gun hanya diperkenalkan dengan Awan Ketujuh--lantai rahasia Phantom.
Dan anak itu baru saja berlalu dari ruangan bersama Jae Won.
Kim Suho tersenyum, dia sudah paham benar apa yang ada dalam pikiran dan pandangan asisten pribadinya terhadap Lee Gun. Pria kacamata itu belum bisa mempercayai, terlebih Gun hanya anggota baru yang bahkan belum genap enam bulan bergabung dengan Phantom Security mereka.
“Dia pelindung putriku. Aku hanya menghargai pekerjaannya,” jawab Suho, masih santai.
“Dengan mempersembahkan Awan Ketujuh?” sergah Yohan, keberatan.
“Ya,” jawab Suho. “Dia pantas mendapatkan penghargaan ini.”
“Tapi, Ketua--”
“Berulang kali putriku dicelakai musuh, berulang kali pula Gun menyelamatkannya!” Suho sedikit menaikkan nada. “Suzi bahkan selalu kembali dalam keadaan baik-baik saja, Yohan. Tidak semua pengawal bisa melakukan itu, termasuk juga dirimu. Apakah kau bisa selamat menghadapi puluhan orang yang menculik putriku di hutan bahkan sampai terbawa hanyut sangat jauh di sungai?! Apa kau bisa lolos dari ular dan ledakkan mobil? Aku yakin hanya namamu yang akan pulang.” Suara Suho memelan, namun pandangannya terlihat keruh.
“Tolong percaya padaku dan kali ini kau tidak perlu ikut campur .... sekali pun penilaianku salah.”
Gil Yohan terhenyak lalu merunduk. “Maafkan saya, Ketua. Saya salah.”
Terdengar Suho mendesah. “Kembalilah ke pekerjaanmu, aku ingin di sini dulu.”
Tidak ada alasan untuk Yohan tetap tinggal di sana, dia mengangguk lalu berdiri. “Baik, Ketua. Saya permisi.”
*
•
*
Gun sudah berpisah dengan Jae Won. Saat ini sampai dua jam ke depan dia berniat akan menyibukkan diri di ruang olahraga demi mengisi waktu luang yang diberikan.
“Apa kau sungguh diundang Ketua ke Awan Ketujuh?!” Seorang lelaki berbadan besar bertanya, sebut saja Bobae si raksasa. Beberapa bahkan mengikuti dari belakang saking ingin tahunya.
“Ya,” jawab Gun, datar tanpa minat. Satu pintu loker dibuka untuk mengambil sehelai handuk.
“Wah, kau luar biasa sekali! Kami yang sudah lama di sini tak pernah tahu ada keajaiban apa di Awan Ketujuh! Apa saja yang kau lihat di sana?!”
“Ya! Apa saja yang kau lihat di sana?!” Lainnya menimpal sama ingin tahunya.
Gun mendesah, sebenarnya malas menyikapi yang seperti ini. “Hanya ruangan kaca dan kami hanya sarapan pagi, selebihnya aku tak tahu apa pun dan aku tak banyak memerhatikan!” jelasnya seringkas mungkin.
“Benarkah?!”
“Ya!”
“Tapi kudengar di sana ada kaca dan mesin luar biasa. Bukan seharusnya kau dipanggil untuk itu?”
Gun pikir jawaban tadi akan menyelesaikan, tapi ternyata Bobae dan para pria konyol itu lebih receh dari nyonya-nyonya tukang belanja.
“Sebaiknya kalian keluar dari Phantom dan mulai profesi sebagai wartawan, lalu carilah setidaknya atlet renang nasional untuk kalian wawancarai. Aku ingin olahraga. Jangan ikuti lagi!”
Lainnya langsung menurut sembari bersungut, pergi berlalu tanpa berkata lagi.
Tersisa Raksasa Bobae yang masih kukuh dengan tingkahnya.
Gun melangkah masuk ke dalam ruangan dan si raksasa masih mengikutinya dengan rentetan pertanyaan yang sungguh malas untuk dia ladeni, alhasil berbalik hadap untuk menyelesaikan.
“Apa mulutmu selalu seberisik ini?!” Gun kesal, habis kesabaran. “Sebaiknya kau makan yang banyak dan lampaui berat badanmu!”
Akan tetapi .... “Waaahh!” Raksasa Bobae malah terkagum.
Ucapan Gun terkesan sombong dan ketus, tapi dia tak menunjukkan kekesalan sama sekali. Bobae berhenti dan diam di tempat, matanya masih mengikuti Gun yang menghampiri sebuah bench press. “Selain tampan, hebat dalam bela diri, dia juga pandai berbicara. Aku harus terus dekat dengannya, mungkin saja aku akan tertular.”
Kemudian ....
PAKK!
Bobae mengaduh dan langsung memegangi kepala, lalu menoleh ke belakang. “Kepala Jae!” Dia terkejut.
Ternyata Jae Won.
Pria itu mengepruk kepala Bobae lumayan keras.
“Bukankah kau juga harus berlatih bersama Shin Taesung?!” tanya Won.
“I-iya!”
“Siapkan dirimu dan jangan membuang waktu.”
“Baik, Kepala!” Bobae melanting pergi tanpa membantah.
Sepeninggal Bobae, Won menatap ke arah Gun yang fokus dengan kegiatan angkat bebannya.
Sorot mata Won menusuk, menguarkan perasaan keruh yang semenjak kedatangan pelukis itu, terus mengganggunya tak mau lari.
“Buktikan lebih banyak apa yang kau bisa, sampai aku setuju dengan Ketua bahwa kau benar-benar pantas mendapatkan apa yang tidak didapat oleh yang lain.”
*
•
*
“Ayah sudah suruh Ana menyiapkan gaunmu. Malam ini kita akan makan malam bersama keluarga Bok Yeong-gi.” Kim Suho berbicara di dalam mobil, dalam perjalanan dari markas besar Phantom menuju istananya di timur Seul.
Di depan, Gil Yohan berdampingan dengan seorang supir, diam hanya menyimak.
“Bok Yeong-gi?” Suzi mengulang, tanda tanya di garis kening. “Menteri Bok?”
“Ya," jawab Suho.
“Ada acara apa dengan mereka?” Suzi ingin tahu.
Suho mengusap lengan putrinya seraya tersenyum. “Kau harus berkenalan dengan Bok Songja, putra Yeong-gi. Dia baru kembali dari Nevada beberapa hari lalu.”
Tatapan mata Suzi terkunci di wajah ayahnya, menelisik. “Songja?”
“Hmm. Dia pria yang berbakat. Dia usia muda sudah bisa mengendalikan pasar saham di Las Vegas. Selain itu, sama sepertimu, dia juga sering mengadakan acara amal.” Suho terdengar bangga membicarakan putra menteri-nya.
“Apa Ayah sedang mempromosikan dia padaku?” telisik Suzi.
Suho tersenyum lebih lebar dari sebelumnya. “Boleh kau anggap begitu.”
Napas Suzi terembus kasar, dia terdiam sesaat, lalu membuang wajahnya ke sisi berlawanan dengan ayahnya. Jelas sudah tujuan makan malam yang direncanakan. Sekarang dia mulai gelisah.
Gun ....
Perjodohan di lingkup dunia naratama sudah bukan hal yang aneh dan menjijikkan, mereka tak peduli tabu. Perak harus dengan perak, berlian serendahnya bersanding dengan emas. Dan yang lain harus menyelaraskan sesuai tempat mereka. Suzi tak menyangka jika ayahnya pun ternyata sudah menganut adat yang sama dan diberlakukan pada dirinya.
Dia menelan ludah.
“Dulu ... Ayah pernah bilang kalau Ibu bahkan lebih berharga dari berlian. Tapi Ayah bahkan tak membuktikan apa pun tentang itu.”
Sungguh disayangkan.
Keluarga Kim Suho tak menyetujui hanya karena ibu kandung Suzi berasal dari keluarga biasa, mereka menyodorkan Hwayoung sebagai ganti yang sepadan di kelasnya.
Dan sekarang Suzi mendapat giliran yang sama, harus mendapatkan pasangan yang sesuai kasta di mana dia berdiri tinggi.
Lalu bagaimana dengan Gun?
Jika ibu Suzi hanya seorang guru sekolah, bagaimana dengan Gun yang hanya seorang pengawal?
Bukankah tak ada beda?
“Kami bahkan sudah menikah.”
Suzi merasakan hatinya teriris, mengusap air matanya dengan satu telapak tangan tanpa diketahui Suho. Memikirkan kemungkinan terburuk tentang hubungannya dengan Gun, semenyakitkan itu.
“Aku mencintainya.”
Dia tahu betul, sekuat apa pun berusaha dan mempertahankan, Suho pasti akan tetap menolak. Masalahnya adalah harga diri dan rasa malu, juga tekanan keluarga yang selalu sekuat itu membuat Kim Suho tunduk dan berpasrah pada hidupnya yang terkendali.
Ibu Suzi dianggapnya hanya kesalahan yang sangat mudah dihapus dengan satu gerakan tangan. Tapi Kim Suzi adalah pengecualian, Suho sangat mencintai putrinya tanpa bandingan.
Gil Yohan menyipitkan mata, dia melihat Suzi menitik dan mengusap air mata melalui kaca spion yang tergantung di atas kepala. Tapi segera berpaling dan pura-pura tak mengetahui. Sekilas bibirnya menarik senyuman tipis.
“Anak kecil itu sudah dewasa.” Yohan berkicau di dalam hati. Dia tahu benar bagaimana Suzi tumbuh sampai semengagumkan sekarang. Semua disaksikannya dari yang baik, terburuk, hingga kembali baik. “Dia tak ingin dijodohkan? ... Pria mana yang membuatmu jatuh cinta, Gadis kecil?”
😄😄😄😄😄
lanjut thooorrr/Good//Good/