Banyak wanita muda yang menghilang secara misterius. Ditambah lagi, sudah tiga mayat ditemukan dengan kondisi mengenaskan.
Selidik punya selidik, ternyata semuanya bermula dari sebuah aplikasi kencan.
Parahnya, aparat penegak hukum menutup mata. Seolah melindungi tersangka.
Bella, detektif yang dimutasi dan pindah tugas ke kota tersebut sebagai kapten, segera menyelidiki kasus tersebut.
Dengan tim baru nya, Bella bertekad akan meringkus pelaku.
Dapatkah Bella dan anggotanya menguak segala kebenaran dan menangkap telak sang pelaku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DYD32
Setelah sang ayah pergi, Bella kembali melangkah menuju masuk, akan tetapi, langkah kaki itu berhenti sejenak kala melihat Rinol berlari ke arahnya.
"Ada apa, Rinol?" tanya nya serius pada Rinol yang sudah terengah-engah.
"I-tu, K-kapt ...," Rinol terbata-bata.
"Bicaralah pelan-pelan," sela Abirama yang sejak tadi berdiri di belakang Bella.
"Ruangan tempat penyimpanan barang-barang bukti milik Dirham ludes terbakar." Jelas Rinol seraya mengatur napasnya.
Kepala Bella mendongak, kedua matanya terpejam. Ia menjambak rambutnya sendiri dengan wajah frustasi, kemudian meraup udara sebanyak-banyaknya demi meredakan dada yang sesak.
Bella harus memeriksa sendiri apa yang sebenarnya terjadi pada ruangan penyimpanan itu. Tetapi, Dirham juga tidak boleh dibiarkan menunggu terlalu lama, pasti nantinya iblis itu akan kembali membuat rencana. Bella memandang Abirama dan Rinol secara bergantian. Ia memikirkan untuk membagi waktu dan tugas. Menyuruh Abirama menggantikan posisi dirinya melanjutkan penyelidikan Dirham, jelas itu pilihan yang salah. Ia tau betul, pria itu masih tenggelam dalam traumanya.
"Abirama, hubungi damkar, lalu selidiki sebab musabab mobil ayahku meledak," titah Bella akhirnya.
"Siap, Kapt!"
"Rinol, hubungi Taufik. Katakan padanya untuk mewakili aku. Lalu, bawa beberapa perlengkapan penyelidikan, aku menunggu mu di ruangan penyimpanan," ucap Bella sembari berlalu.
"Siap, Kapt!"
Setelah Bella pergi, Rinol lekas menghubungi Taufik dan menyampaikan perintah sang kapten. Kemudian pria itu berlalu menuju ruangan perlengkapan penyelidikan dan segera menyusul Bella.
Di ruangan yang berbeda, Taufik dibuat kesal. Sudah sepuluh pertanyaan yang ia layangkan, tetapi, pria baya itu hanya diam dan sesekali menyahut dengan tawa renyah. Taufik jelas paham kenapa Dirham bertingkah seperti itu, pembunuh keji itu jelas tengah menunggu kedatangan sang pengacara.
Andai bukan petugas, Taufik pasti sudah menghadiahkan tinjunya di bibir hitam milik Dirham.
"Pagi ini banyak kejadian lucu ya ...," Dirham terkikik-kikik penuh makna, akhirnya ia berbicara. Bola mata Taufik pun menyorot sinis.
"Mobil orang tua dari kapten kalian, beneran meledak?" Dirham menahan tawa. "Lalu, ruangan penyimpanan barang terbakar? Serius?"
Tubuh pria baya itu bergetar, lalu berguncang ketika tawanya pecah melengking-lengking.
"Sayang sekali, kalian pasti kecewa, kan? Padahal, kalian sudah bekerja keras sampai sejauh ini." Dirham berakting iba, padahal senyuman di bibirnya jelas-jelas sedang mengejek.
Di bawah meja, kedua jemari Taufik sudah mengepal erat. Ia menarik kerah Dirham lalu menghantam wajahnya.
Wajah Dirham yang penuh darah, membuat Taufik semakin terpacu dan kembali menghantam wajah iblis itu. Tentu saja ini semua hanya khayalan Taufik semata, mustahil ia bertindak seperti itu tanpa seizin Bella.
Pria yang sudah menahan geram sejak tadi, kini menatap Dirham datar.
"Sepertinya anda sangat menikmati kekacauan di pagi ini ya, Pak Dirham. Mustahil anda tak turut andil, iya, kan? Tapi ... bagaimana ya? Sepertinya ... kekacauan apapun yang akan anda lakukan kembali nanti, tidak akan bisa menghentikan penyelidikan ini." Melihat perubahan di raut wajah Dirham, membuat Taufik tersenyum puas.
"Apa kau tau kenapa hukum tercipta tak hanya di akhirat saja, Pak Tua? -- Itu karena mereka diciptakan khusus untuk mengadili iblis-iblis yang lolos dari neraka seperti anda. Selama ini, anda pasti congkak karena bisa membeli hukum. Tetapi, asal anda tau, era anda sudah selesai," tepat setelah Taufik berkata demikian, seorang pria dengan setelan hitam berpenampilan rapi berdiri di samping Dirham.
Tak perlu perkenalan diri, Taufik jelas tau pria itu merupakan pengacara yang akan menangani semua permasalahan Dirham.
Penyelidikan pun kembali berjalan, sang pengacara meminta Dirham untuk menggunakan hak diam. Kali ini, Taufik menjalani paginya dengan perasan muak dan mual.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Alat peledak yang digunakan dalam aksi teror pagi ini, merupakan alat peledak jenis TATP." Abirama lekas menyampaikan informasi yang ia dapatkan kepada Bella.
"TATP?" Bella mengepalkan kedua tangannya yang berbalut sarung tangan hitam.
TATP atau disebut juga dengan Triacetone Triperoxide, merupakan senyawa peroksida. Meskipun pembuatannya sederhana, tetapi, TATP memiliki daya ledak yang high explosive. Daya hancurnya yang mematikan kerap membuat benda yang kerap digunakan pada aksi teror ini dijuluki MOTHER OF SATAN.
"Untungnya, alat peledak ini tak sepenuhnya diaktifkan. Jadi, tidak sampai banyak merusak area sekitar," tutur Abirama. Bella mendengarkan dengan rahang yang mengetat.
"Bukankah, bahan utamanya terdiri dari aseton dan hidrogen peroksida?" Bella menelisik dengan tatapan.
Abirama mengangguk. "Benar, itu sebabnya salah satu anggota kita tengah menyelidiki beberapa apotek terdekat."
"Bagus, kalian sekarang jadi cepat tanggap ya." Puji Bella membuat pria di hadapannya tersipu.
"Saya banyak belajar dari anda, Kapt," jawab Abirama jujur. "Anda sangat mengagumkan. -- Tapi ... ngomong-ngomong, dari mana ayah anda bisa tau ada peledak di mobil itu?"
.
.
Di lain sisi dan waktu, Danu menatap datar putra Dirham satu-satunya yang masih hidup. Pria yang ditugaskan untuk membunuh Edwin itu maju beberapa langkah, sehingga jarak di antara mereka terkikis habis.
BRUGH!
Danu melempar barang titipan Edwin ke atas tanah. Wajah sinis dan datar yang terpancar mengundang tawa renyah si pemilik kulit seputih susu.
"Lihatlah sorot mata mu itu, Pak Tua. Seolah-olah kau akan membunuh ku," ledek Edwin.
"Aku datang kemari memang membawa tugas untuk melenyapkan nyawa mu," jawabnya.
Edwin menyemburkan tawa, perutnya seakan di kocok oleh ahli komedi. Alisnya terangkat satu, "oh ya? Kalau begitu, lakukan lah. Apa kau tau caranya?"
Matanya melirik pistol yang bersembunyi di balik tas pinggang mini milik Danu. "Tapi, aku tak ingin mati karena disebabkan timah panas mu, Pak Tua. Selain tidak keren, tentu hal itu akan menjadi boomerang sendiri untukmu, kan?"
Dengan senyum seringai, Edwin melanjutkan kalimatnya. "Bukankah setiap peluru yang diproduksi memiliki nomor seri? Alias kode unik untuk menetapkan sejumlah item amunisi yang diproduksi oleh satu produsen. Jika peluru yang ditandai nomor seri itu diidentifikasi, kau jelas tak dapat mengelak atas kematian ku bukan?"
CTAK!
"Auuuuch!" jerit Edwin keras. Ia menatap tajam pada telunjuk Danu yang sudah menjitak keningnya.
"Dalam situasi seperti ini pun kau selalu memamerkan ilmu pengetahuan mu ya." Danu menerobos masuk ke dalam tempat persembunyian putra Dirham.
Setelah pintu tertutup, Edwin berbalik badan dan menyusul pria baya di depannya dengan seringai sinis.
"Kapan kau akan membunuh ku? Aku ingin kematian yang keren," ucap Edwin santai.
"Kau berhutang nyawa pada ku," jawab Danu. Ia menarik kursi di bawah meja dan lekas duduk manis. Matanya menatap sinis. "Kau tidak ingin menawarkan aku minuman?"
"Apa kaki anda tidak berfungsi? Ambil sendiri, aku menggaji mu sepuluh kali lipat dari bayaran ayahku bukan untuk melihatmu bermalas-malasan." Cibir Edwin pada pria yang sering menemaninya bermain catur kala masih kecil dulu.
Mantan kekasih ibunya itu sejak dulu memang sering diam-diam menemui dirinya tanpa sepengetahuan Dirham.
Edwin masih ingat jelas saat nenek dari pihak sang ibu bercerita, bahwa Danu merupakan cinta pertama sang ibu. Hanya saja, hubungan mereka terpaksa kandas dikarenakan perjodohan yang sudah lama dibuat oleh kedua orang tua masing-masing. Danu harus menikah dengan pilihan orang tuanya. Begitupun dengan Ratih yang terpaksa harus menikah dengan Dirham.
Meskipun awalnya Ratih menjalani pernikahan yang tak dilandasi rasa cinta, tetapi, wanita itu tetap menghargai pilihan orang tuanya. Ia melayani Dirham dengan sempurna, pelan-pelan memupuk cinta dan kasih untuk sang suami. Namun, sayang sekali, usahanya tak dihargai. Ia di khianati oleh sang suami berkali-kali hingga kewarasan dan nyawanya direnggut paksa.
Danu begitu baik pada putra sang mantan kekasih. Sampai-sampai Edwin mengira bahwa Danu adalah ayah kandungnya seperti sebuah kejutan tak terduga di film-film. Namun, begitu ia diam-diam memeriksa kecocokan DNA, kebahagiaan yang sempat ia rasakan berujung terpatahkan dan berakhir ia bermuram sendu selama sebulan.
Sampai kini, ia masih tak mengerti kenapa Danu memilih menjadi kaki tangan sang ayah. Tapi menurutnya, semua itu berkaitan dengan kematian sang ibu.
"Jadi, apa Ayah Bella baik-baik saja?" tanya Edwin pada pria baya yang baru saja meneguk segelas air hingga kandas.
"Berkat aku, Harun baik-baik saja," jawab Danu.
Danu yang satu kendaraan bersama Dirham saat itu, memutuskan untuk membocorkan informasi yang ia dapat kepada Agam, orang kepercayaan Harun. Dan berakhir dengan niat busuk Dirham yang gagal total.
"Cih, sombong!" Edwin berdecih sembari menarik kursi di depan monitor. Sudut matanya menyipit efek senyuman di bibirnya.
Namun, senyuman manis milik Edwin mendadak sirna kala bola matanya menatap monitor. Beberapa orang dengan pakaian serba hitam dan berbekal senjata tajam, terpantau sedang mengintai tepat di seberang pintu persembunyiannya.
Edwin terkikik tanpa henti. "Hey, Pak Tua. Sepertinya selain ingin membunuh ku, iblis busuk itu juga ingin membunuhmu."
Danu menoleh, menatap Edwin dengan kening berkerut.
*
*
*
Readers kesayangan ku 💖 Kalau masih ada kuota vote, amankan untuk Author ya 😘
Salam sayang dan sehat selalu 💖
semangat Thor! 👍
Amit-amit banget ma lakik modelan seperti dia, udah kebanyakan teori, eh sekarang mau mendapatkan Bella dengan cara kotor🤢
Bisa-bisanya oon bener🤣