NovelToon NovelToon
Memeluk Luka

Memeluk Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Cinta setelah menikah / Pengganti / Cerai / Keluarga / Angst
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: fromAraa

terkadang tuhan memberikan sebuah rasa sakit kepada para hambaNya sebagai perantara, agar mereka lebih dekat dengan tuhannya...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fromAraa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Berpisah

16.00 (kost mamas) 

Sore ini setelah pulang dari kampusnya, gibran langsung menuju ke kost milik mamasnya seperti perintah mamas. Gibran tak tau alasan mamasnya menyuruh untuk berkunjung ke kost itu. Pasalnya, mamas memang terhitung tak pernah menyuruh gibran untuk kesana, kalau ada sesuatu pastilah mamas yang mencari gibran. Tapi hari ini berbeda, mamas menyuruhnya untuk mengunjungi kost yang letaknya tak terlalu jauh dari kampus gibran.

"Sini dek masuk" Ucap mamas kepada gibran

Gibran langsung masuk seperti perintah sang mamas. Ia duduk tepi ranjang milik mamasnya, menatap sang mamas yang masih membereskan beberapa barang yang ia bawa dari studio.

"Udah makan?"

"Udah mas, tadi diajak raffa ke caffe depan kampus"

"Ayah semalem pulang dek?"

"Pulang mas, cuma emang larut kaya biasanya"

Setelah percakapan singkat mereka, kini keduanya diam. Mamas berpamitan untuk membersihkan badannya dulu dan gibran memilih untuk bermain dengan ponsel miliknya sambil rebahan diatas ranjang kamar kost milik mamas.

"Tidur dek?"

Gibran sedikit tersentak saat tiba-tiba saja suara mamas terdengar di telinganya. Sejak kapan mamas keluar dari kamar mandi? 

"Ngga mas cuma rebahan doang sambil nutup mata dikit"

Mamas tergelak mendengar ucapan adiknya barusan. Gibran itu memang tengil, hanya tertutup oleh sikapnya yang sedikit pendiam jika bertemu dengan orang-orang yang tak terlalu dekat dengan dirinya.

"Mamas mau ngomongin apa ke gibran? Ngga biasanya mamas nyuruh gibran dateng ke kost?"

Mamas duduk di kursi kerja yang tak jauh dari ranjangnya. Memberikan selembar kertas kepada sang adik. Gibran mengerutkan keningnya bingung.

"Ini surat apa mas?" Tanya gibran sembari membuka surat itu dan membacanya perlahan.

Netranya menatap sang mamas kala ia memahami isi dari surat yang ada di tangannya.

"Kerjaan mamas dipindahin ke kantor pusat dek, dan kamu tau? Kantor pusat DA studio ternyata ada di padang"

Gibran masih menatap lekat mamasnya, sedikit banyaknya ia sudah tau apa yang akan dikatakan oleh sang mamas nanti.

"Mamas udah bicarain ini sama ibu, mamas pindah hari sabtu dek. Kamu mau ikut mamas atau gimana?"

Benar dugaan gibran, kalau mamasnya pasti akan memberinya sebuah pilihan, sama seperti sang ibu saat itu. 

Lagi-lagi gibran hanya diam, kenapa ia selalu dihadapkan oleh pilihan seperti ini? Apakah tak ada pilihan lain untuk dirinya?

"Dek?" Ucap mamas saat melihat sang adik hanya melamun

"I-iya mas?"

"Gimana, kamu mau ikut mamas atau masih mau disini nunggu kuliah selesai?"

"Kayaknya aku disini dulu deh mas, selain berat di kuliah, kasian ayah juga cuma sendirian"

"Yaudah ngga masalah, yang penting kamu harus jaga kesehatan, jangan lupa vitamin yang ayah beli diminum rutin, jangan sampe ngedrop dek" Ucap mamas kepada gibran khawatir akan kondisi adiknya saat ia sudah pindah nanti.

Gibran hanya mengangguk.

Sekalipun kuliahnya telah usai, ia tak bisa memastikan kalau dirinya juga akan ikut pindah dengan ibu dan mamasnya. 

20.00 (rumah ayah) 

Mamas memutuskan untuk menginap dirumah ayah sampai hari dimana ia harus pindah ke padang. Kini, kakak dan adek itu sudah berada di kediaman ayah mereka. Menunggu sang ayah pulang dari kantornya.

"Kamu beneran ngga mau ikut mamas dek?" Ucap mamas mencoba bertanya untuk kedua kali kepada sang adik.

Gibran mengangguk mantap, "iya mas beneran" Jawabnya

"Gimana kalo kita ajak ayah buat liburan ke padang? Kamu sama ayah juga butuh liburan kan?" Ucap mamas memberi saran kepada gibran

Gibran berfikir sejenak, sebenarnya tak ada salahnya dengan usulan mamas. Keluarga mereka juga terhitung jarang sekali berlibur bersama, apalagi saat ibu dan ayah sudah berpisah.

"Boleh juga mas, nanti gibran ajak ayah"

"Siap!!!" Jawab mamas antusias

"Ayah pulang..." 

Seperti dejavu... 

Mamas dan gibran beranjak dari duduknya untuk menemui sang ayah

"Loh mamas si jagoan disini ternyata?" Ucap ayah mengusak surai mamas hingga sang empu memekik karna rambutnya jadi berantakan

"Iya yah, ada yang mau mamas omongin nih"

Ayah mengangkat sebelah alisnya, "sesuatu?"

"Mmm, tentang kerjaan mamas"

"Oh oke, kita bicara setelah ayah mandi ya?"

"Oke"

Ayah langsung bergegas menuju kamarnya yang ada di lantai dua untuk membersihkan dirinya. Sedangkan mamas dan gibran kembali ketempat duduk mereka seperti semula.

"Gimana kuliahnya dek?"

"Ya gitu lah mas, bentar lagi harus mikirin skripsi" Jawab gibran dengan wajahnya yang terlihat lemah, letih, lesu.

Mamas yang melihat ekspresi itu terkekeh dan langsung mengusap surai milik sang adik.

"Kalo butuh bantuan, bilang aja ke mamas. Jangan terlalu memforsir diri sendiri dek, inget kesahatan"

"Iya mas ngga..."

Mamas adalah satu-satunya orang yang gibran anggap melebihi jagoan dihidupnya. Disaat ayah dan ibu tak bisa lagi merangkul pundak ringkih itu, mamas selalu bisa merangkulnya. Memberikan sebuah kehangatan yang tak dapan lagi ia dapatkan dari ayah dan ibu.

Mamas benar-benar bisa melindungi jiwa dan raganya. Selalu menjadi benteng tertinggi dan selalu ada di dalam garda terdepan disaat gibran sedang merasa terpuruk.

Sempat terbesit di pikiran gibran, apakah mamas tak butuh dirangkul dan direngkuh juga? 

Sekitar 20 menit mamas dan gibran menunggu ayah membersihkan dirinya. Kini, sosok yang sedang ditunggu akhirnya datang juga. Ayah menghampiri kedua putranya yang duduk di ruang tamu. Ikut mendudukan dirinya di sebrang mamas dan juga gibran.

"Mamas mau ngomong apa ke ayah?"

"Kerjaan mamas dipindahin ke kantor pusat padang yah, hari sabtu besok mamas berangkat"

Tak berbeda jauh dengan gibran saat pertama kali mendengar penuturan mamas. Ayah juga sempat terdiam sejenak setelah mendengar kabar itu.

"Kakak juga ikut?" Pandangan ayah berpindah kepada anak bungsunya yang bersebelahan dengan sang mamas.

"Gibran disini yah, sama ayah"

Bukan ayah, mamas, ataupun gibran. Tapi ketiga laki-laki itu kini terdiam secara bersamaan, entah apa yang sedang digeluti dalam pikiran mereka masing-masing.

"Yaudah ngga masalah mas, yang penting kamu sehat" Mamas mengangguk mengiyakan ucapan ayahnya

"Mmm...itu yah..." Celetuk gibran ragu-ragu

Ayah seperti sedang menahan tawa saat melihat si bungsu ingin mengatakan sesuatu namun ia urungkan karna mungkin saja masih ragu.

"Kenapa kak? Kamu butuh sesuatu?" Tanya ayah

"Gibran mau ngajak ayah ikut ke padang sama mamas, tapi kita berdua cuma liburan yah" Akhirnya gibran memberanikan diri untuk berbicara

"Boleh, soal kuliah kamu biar ayah minta tolong sama om jafran buat ngurus izinnya"

Mamas dan gibran sontak berdiri dan saling memeluk sambil berjingkrak di depan ayah, saking senangnya karna setelah sekian lama tak berlibur bersama, lusa mereka akan melakukannya.

Mamas dan gibran tersadar saat mendengar suara deheman milik ayah. Keduanya saling melepaskan pelukan satu sama lain lalu menggaruk tengkuk yang tak gatal itu.

"Terimakasih yah, terimakasih" Ucap gibran sedikit membungkukan tubuhnya kepada sang ayah.

Ayah hanya menggeleng tak habis pikir kepada kedua putranya itu. Tapi disisi lain, ayah juga merasa sesak karna harus melepaskan mamas untuk pindah ke tempat kelahiran ibunya.

Tak apa, tak semua hal berjalan seperti maunya bukan mauNya. 

Setelah membicarakan tentang mamas dan kepindahannya, kini ketiga laki-laki itu sedang asik bercengkrama di ruang tamu rumah itu. Bertukar cerita tentang hari yang telah dilalui satu sama lain. Semenjak ayah dan ibu berpisah, mereka memang sudah terhitung cukup lama tak melakukan deep talk seperti sekarang ini.

Sebuah hal yang telah lama tak mereka rasakan, malam ini mereka bisa merasakannya. Meskipun tanpa ibu... 

08.00 (rumah ayah) 

Ayah membuka pintu kamar milik gibran. Seperti biasa, mamas akan selalu disana, diatas ranjang yang sama bersama sang adik. Ayah tak pernah berniat menanyakan alasan mamas, selalu memilih untuk tidur bersama gibran setelah ayah dan ibu berpisah. Justru hati ayah terasa menghangat ketika melihat kebersamaan mamas dan gibran. Tak jarang ayah juga memergoki interaksi hangat antara keduanya.

Mamas benar-benar bisa mengayomi adiknya... 

Senyuman ayah mengembang, menutup kembali pintu kamar milik gibran lalu memutuskan untuk turun kebawah.

"Bapak mau sarapan atau kopi saja?" Itu suara mbak rita, art baru yang bekerja sebagai pengganti mbak sani untuk sementara waktu hingga bulan depan.

"Saya mau langsung berangkat aja mbak karna ada meeting pagi ini. Ohiya, tolong jangan bangunin mamas dan gibran dulu, biarin aja mereka istirahat" Ucap ayah kepada mbak rita yang mana langsung diangguki olehnya.

Ayah langsung bergegas keluar rumah dan segera pergi ke kantor. Ia hanya berdoa semoga hari ini tak terjebak di dalam kemacetan lalu lintas kota jakarta, karna jafran sudah berulang kali menelfon kepada ayah tentunya.

Cukup lama setelah ayah ke kantor, mamas terbangun dari tidurnya terlebih dahulu dibanding gibran. Meraih ponsel yang ada di atas nakas samping ranjang milik adiknya, 09.00

Mamas berjalan kearah kamar mandi guna membersihkan tubuhnya. Meskipun ia tak bekerja sampai hari pindahan, tapi mamas sudah terbiasa mandi setelah bangun tidur untuk mendapatkan kesegaran dirinya kembali.

Saat mamas sudah selesai dengan mandinya, ia menggelengkan kepala kala matanya melihat sosok sang adik masih menyelami alam mimpinya dengan sangat lelap. Ia jarang sekali melihat gibran saat sedang tidur seperti ini, tiba-tiba saja dadanya terasa sesak kala mengingat jalan hidupnya yang tak berjalan seperti keinginannya.

Tak apa, setidaknya gibran tak boleh seperti dirinya... 

Setelah rapih memakai setelan casual, mamas memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya sendiri. Mengemas beberapa baju dan barang yang akan ia bawa pindah ke padang besok.

Gerriando meraih sebuah bingkai foto yang ada diatas meja kerjanya, foto dimana saat keluarga mereka masih utuh dan tinggal bersama. Air matanya lolos begitu saja saat ibu jari milik geri mengusap lembut kaca bingkai foto itu.

Apakah semuanya tak bisa kembali seperti dulu? 

"Mamas?"

Geri terkejut dan langsung mengusap air mata yang sempat terjatuh itu. Ia berpura-pura bersin karna membersihkan debu.

"Udah bangun?" Tanya geri kepada gibran yang tengah berdiri diambang pintu kamarnya

"Udah, kirain mamas kemana"

"Mamas lagi beresin barang-barang yang mau dibawa besok dek"

Gibran hanya mengangguk.

Setelah geri siap mengemas barang-barang yang akan dibawa, geri berpamitan kepada gibran untuk pergi ke studio karna ada sebuah urusan. Gibran mengangguk, hari ini gibran tak ada kelas jadi ia memutuskan untuk kembali bergelut dengan selimut tebalnya diatas kasur sembari menonton netflix dikamarnya.

(Pemakaman) 

Seorang remaja melangkahkan kakinya dengan mantap menuju ke sebuah salah satu pusara yang ada di sebuah pemakaman. Meletakan satu bucket bunga mawar merah diatas pusara itu.

"Halo bunda ila...maaf ya nda karna aku dateng lagi. Tapi kali ini aku bawa bunga mawar merah, bukan tulip putih, biar ngga bosen" Remaja itu terkekeh kecil, "bunda ila, mungkin hari ini adalah hari terakhir aku dateng ke tempat bunda karna besok aku udah pindah ke padang. Bunda ila...setelah aku pergi, tolong jaga ayah disini ya...aku mohon, dateng ke mimpi ayah sekali aja. Bilang ke ayah kalo semuanya akan baik-baik aja" Lanjutnya

Air mata itu lolos tanpa diminta. Sesak sekali rasanya saat memohon kepada raga yang sudah dikebumikan, demi kebaikan seseorang yang masih terjerat disana.

Remaja itu sudah tak bisa menahan tangisnya. Ia hanya bisa memohon kepada tuhan, agar selalu mempermudah jalan hidupnya kali ini.

Jika ia dan ibu tak mampu membawa sang ayah sembuh dari rasa sakitnya, maka ia harus merelakan adiknya untuk membawa ayah keluar dari sana... 

Gerriando memutuskan meninggalkan area pemakaman saat merasakan sesak yang begitu tak tertahankan. Anak itu belum pernah melihat sosok mendiang nilam, tapi kenapa ia bisa merasakan sesak hingga seperti ini?

Apakah selama ini ibu juga merasakan sesak seperti ini selama hidup berdampingan dengan ayah? 

Geri tak langsung pulang ke rumah ayahnya. Remaja itu memilih untuk memutari jalanan kota jakarta siang ini. Membelah jalanan kota dibawah teriknya matahari menggunakan motor sang adik.

Sabtu, kota padang

Pov jovandra

Aku memandang lautan yang hampir tak punya ujung itu. Dari barat hingga ke timur, dari selatan hingga utara. Deburan ombak yang berisik, tapi justru bisa membuat kepalaku menjadi lebih tenang. Suara ombak yang menghantam batu-batu karang, mengikis mereka hingga tak tersisa dengan waktu yang sangat lama.

Setiap tetes air lautan itu, mengingatkan diriku akan kenangan bersama seorang wanita yang dari dulu masih ku sematkan hatinya,didalam hidupku hingga kini.

Aku tau ini tak benar, tapi aku juga tak bisa menyalahkan siapapun disini, terlebih lagi perihal rasa yang tak pernah hilang, bahkan berkurang.

Aku berniat membuang segala rasa gelisah yang selalu ku rasakan selama ini. Tapi ternyata dugaanku salah, rasa gelisah itu justru kembali bertambah saat aku mengingat akan kenangan tentang wanita yang menjadi cinta pertamaku.

"AYAH!!!"

Lamunanku buyar kala sebuah suara anak laki-laki berteriak memanggilku dari arah belakang. Aku menolehkan kepalaku, netraku menangkap sosok anak bungsu kesayangan mamasnya berdiri tepat dibawah pohon kelapa.

Sebelah tangannya melambai-lambai kepadaku, memintaku untuk beranjak dari bibir pantai untuk segera menghampiri dirinya.

"Kenapa kak?" Tanyaku kepadanya

"Ibu manggil kita, katanya suruh makan bareng dirumah oma" Jelas si bungsu

Aku terdiam sejenak. Bukan berniat menolak undangan serayu untuk makan bersama, tapi jujur saja aku belum siap untuk bertemu dengan oma lagi setelah perceraian aku dan serayu.

Pecundang? Anggap saja begitu. 

Gibran menarik lenganku pelan, "ayo ayah, kenapa malah ngelamun? Udah ditungguin mamas sama yang lain" Ucap si bungsu mengomel kepadaku.

Aku mengikuti langkah si bungsu gibran. Mengendarai sebuah mobil milik serayu yang sengaja ia pinjamkan untuk ku pakai dengan gibran selama kami liburan disini.

Jarak antara penginapan dan rumah serayu tak begitu dekat dan tak begitu jauh pula. Kurang lebih butuh waktu sekitar 15 menit bagi ku dan gibran untuk sampai di kediaman oma.

Seorang wanita paruh baya yang tengah berdiri di teras rumahnya tersenyum lembut ke arahku dan gibran. Aku melihat matanya yang sedikit berkaca-kaca kala ia memeluk hangat sang cucu.

"Apa kabar, nak jovandra?" Tanya beliau lembut sembari membawaku masuk kedalam rumahnya

"Baik bu, ibu gimana kabarnya? Maaf karna saya sudah lama tidak mengunjungi ibu"

"Ibu baik nak, bukan masalah besar kalo itu...yang penting kamu dan yang lain sehat selalu"

Sepanjang kegiatan makan siang kami dirumah oma, kami berbincang hangat disana, oma selalu berkata dengan lembut disetiap ucapannya.

Seperti sebuah keluarga yang masih bersatu padu... 

Sekarang aku tau, darimana asal kelembutan dan kelapangan hati seorang serayu denada...

To be continued... 

1
Yaka
best quote🖐️🔥
Tajima Reiko
Aku jadi terbawa suasana dengan ceritanya, bagus sekali! ❤️
fromAraa: terima kasih/Pray//Pray//Pray/
total 1 replies
Shinn Asuka
Kakak penulis, next project kapan keluar? Aku udah kangen!
fromAraa: nanti yaaa
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!