Zella, gadis bar-bar yang baru berumur 19 tahun, sekaligus pemilik sabuk hitam karate. dia terkenal di kalangan anak seusianya karena memiliki sifat ceria dan blak-blakan serta tak kenal takut.
Hingga suatu hari saat dia hendak berangkat ke tempat latihannya, dia tersandung batu dan membuat tubuhnya nyungsep ke dalam selokan dan meninggal di tempat.
Zella kira dia akan masuk ke dalam alam baka, namun takdir masih berbaik hati membiarkan dia hidup meski di tubuh orang lain.
Zella bertransmigrasi ke dalam novel yang sudah lama dia baca, dan menjadi tokoh antagonis yang selalu menyiksa anaknya.
Akankah Zella mampu mengubah sebutan 'Penjahat' pada dirinya? dan meluluhkan hati anaknya yang sudah di penuhi dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eka zeya257, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 10
...Logika dan perasaan... Manakah yang harus di percaya?...
...>Zella <...
.......
...✨✨✨...
Sarapan di atas meja sudah tertata rapi, Zella menarik kursi dari bawah meja lalu mendudukkan tubuhnya di sana. Secangkir teh menemani sarapan paginya sembari menunggu kedatangan Arzen.
Tak berselang lama sosok yang dia tunggu akhirnya muncul, Zella melambaikan tangannya seraya memanggil nama sang putra agar mendekat.
"Arzen, sini sayang." Zella nampak sumringah saat Arzen mendekat ke arah meja makan.
"Kamu mau sarapan apa? Biar Mommy ambilkan."
Arzen tak menjawab, dia meraih segelas susu di atas meja lalu meminumnya hingga habis. Dia meletakan kembali gelas tersebut, dan berlalu dari meja makan menghiraukan pertanyaan Zella barusan.
Melihat tingkah Arzen, membuat Zella semakin sadar bahwa tidak mudah membalikan keadaan mau sebaik dan sebanyak apa pun effort yang dia berikan belum tentu bisa di terima oleh putranya.
Zella mendecakan lidah dengan kasar, "Tau gini, dulu gue ikut kelas ibu-ibu biar tau gimana caranya meluluhkan hati anak."
Dia kembali menyesap tehnya, baru saja teh itu masuk ke dalam mulut. Suara pelayan yang baru saja tiba membuatnya terkejut, dia melihat wajah pelayan itu berkeringat seperti habis berlari.
"Ada apa?" tanya Zella seraya menatap bingung pelayannya.
"I-itu, Nyonya.... T-tuan ada di halaman rumah, Beliau baru saja pulang."
"Maksudmu Elzion?"
Pelayan itu mengangguk singkat, dia menunggu respon Zella selanjutnya akan tetapi Zella justru acuh tak acuh. Dia memilih mengambil piring lalu dua lembar roti serta selai coklat, Zella mengoleskan selai itu dengan santai seolah dia tidak mendengar perkataan mengenai kepulangan sang suami.
"N-Nyonya,"
Zella menoleh, dia menaikan satu alisnya ke atas. "Kenapa?"
"Anda tidak menyambut Tuan di depan?" ujar sang pelayan sedikit takut.
"Apakah harus?" Zella bertanya dengan polosnya.
Pelayan itu menggeleng lalu kembali menjawab, "Tidak, Nyonya. Namun biasanya anda sangat antusias jika mendengar Tuan sudah kembali."
"Itu dulu sekarang aku malas, lagi pula dia punya kaki sendiri buat apa aku susah-susah menyambut kedatangannya."
Jawaban tersebut membuat pelayan itu ternganga, dia memang merasa nyonya rumahnya telah berubah akan tetapi perubahan itu sangat berbeda jauh dengan sifat asli nyonya rumahnya yang dulu.
'Apa sekarang Nyonya sudah tidak perduli dengan Tuan lagi?' batin sang pelayan bertanya-tanya.
Di tengah keheningan yang melanda, terdengar suara sepatu mendekat ke arah mereka. Zella menoleh ke arah pintu, dapat dia lihat seorang pria yang memakai pakaian formal baru saja datang.
Zella mendengus sebal, dia kembali sibuk dengan roti di tangannya tanpa menyapa sang suami.
Elzion menatap lekat pada sosok istrinya, dia merasa aneh karena sikap Zella begitu tenang dan acuh tidak seperti biasanya.
"Apa yang sedang kamu lakukan, Zella?" tanya Elzion tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.
Tanpa menoleh Zella menjawab, "Lo nggak liat gue lagi makan."
Sontak Zion terkejut mendengar nada bicara istrinya yang berubah, sejak dulu Zella tidak pernah menggunakan kata seperti itu jika berhadapan dengannya.
"Ada apa denganmu, Zel? Kenapa kamu berubah?" ujar Zion.
Dia menarik kursi di samping Zella dan duduk menyamping menghadap ke arah istri nya, namun Zella sama sekali tidak perduli dengan keberadaan Zion, seakan Zion hanya benda tak kasat mata yang ada di sebelah wanita itu.
"Zella," panggil Elzion untuk yang kesekian kalinya.
Zella yang tadinya sedang melahap roti langsung meletakannya kembali ke atas piring, Zella meminum sisa tehnya lalu mendorong kursi ke belakang tak lupa dia mengambil ranselnya yang tergeletak di kursi.
Sebelum pergi Zella menjawab lebih dulu pertanyaan Zion, "Semua orang bisa berubah... Saat logikanya udah di pake."
Zella hendak melanjutkan langkahnya, tapi tiba-tiba Zion meraih pergelangan tangannya hingga membuat langkah Zella terhenti.
"Zel, kamu tidak pernah bersikap tidak sopan begini padaku, kemana tata krama kamu yang biasanya?" ujar Zion menatap lekat istrinya.
Zella menepis tangan suaminya kasar, dia menoleh sorot matanya sangat dingin bak anak panah yang siap menusuk lawannya.
"Emang lo masih pantas dapat sikap sopan dari gue, setelah lo melakukan hal gila itu sama gue?"
"Kenapa kamu tiba-tiba membahas kejadian yang sudah lampau? Bukannya aku sudah minta maaf sama kamu?"
Kerutan halus nampak di kening Zion, dia benar-benar bingung dengan perubahan pada istrinya.
Zella tertawa sinis, dia meraih kerah baju Zion hingga membuat Zion tercengang. Zella mencengkeram erat kerah baju suaminya, bahkan sampai membuat Zion kesulitan bernafas.
"Z-Zel, lepas." Pinta Zion gagap.
Namun Zella tak menggubris, dia mendekatkan wajahnya ke arah Zion hingga jarak wajah mereka tinggal satu jengkal.
"Lo kira maaf bisa menghilangkan semua kemalangan yang terjadi sama gue? Lo kira maaf bisa menyembuhkan luka gue?"
Zella menggeleng pelan, "Nggak, El! Semakin lo menjerat gue, dendam ini semakin besar! Bahkan sekarang rasanya gue ingin memotong-motong tubuh lo lalu membuangnya ke dasar laut."
Degh.
Elzion tak bisa menyembunyikan keterkejutannya, perkataan Zella nampak sangat serius di mata Elzion. Dia baru pertama kali melihat kebencian yang sangat kental dari istrinya.
"Apa dengan menyiksa Arzen belum cukup untukmu? Bukankah kamu bilang jika aku menyerahkannya kamu akan memaafkan aku?" cecar Elzion tanpa beban.
"Pffftt sinting! lo egois bahkan lo orang paling bangsat yang pernah gue temui, Elzion Naraga." Tandas Zella seraya melepas cengkraman di kerah baju suaminya.
Degh.
Degh.
Jantung Elzion berdetak cepat, perasaan cemas tiba-tiba muncul menghantuinya.
"Z-Zel, aku sudah menyerahkan Arzen sebagai bayaran atas kejadian itu? Kenapa kamu masih marah padaku perjanjian kita tidak seperti ini sebelumnya!" wajah Elzion nampak sangat frustasi setiap kali menghadapi pernyataan yang di ucapkan Zella.
"Lo punya otak, kan? Gunain otak lo dengan benar jangan cuma bisa berlindung di ketek kekuasaan yang lo miliki!" Zella berbalik tanpa menunggu jawaban Elzion, dia kembali melangkah menjauh dari sana.
Namun baru tiga langkah dia kembali berhenti, tanpa melihat ke belakang Zella berucap dengan nada dingin.
"El, kesalahan lo nggak akan pernah hilang meski Arzen menyerahkan nyawanya padaku, karena orang yang pantas bertanggung jawab itu lo, bukan anak kecil itu yang nggak tau apa-apa!"
Selepas mengatakan hal tersebut, Zella kembali melanjutkan langkahnya menuju pintu keluar, meninggalkan berbagai pertanyaan di benak Elzion.
Kepulangannya yang mendadak demi melihat sendiri perubahan istrinya, justru membuat hubungan mereka semakin buruk. Awalnya dia sudah membayangkan reaksi heboh yang akan di tunjukan oleh sang istri seperti biasanya, sapaan manja dan rengekan yang selalu di tunjukan Zella padanya kini benar-benar telah hilang.
Kenyataan sangat berbanding terbalik dengan harapannya, tidak ada lagi pancaran cinta yang selalu membuatnya jengah.
Bahkan kini dia merasa Zella sangat jauh dari genggaman tangannya, padahal raga perempuan itu tepat berada di depannya seperti barusan.
Elzion termenung di kursi meja makan, semua perkataan Zella barusan membuat dia gelisah, kejadian di masa lalu kembali muncul seakan ingin menghancurkan kembali hubungan yang memang sudah retak sedari awal.
Sekilas Elzion dapat melihat kekecewaan yang belum pernah di tunjukan oleh Zella, tidak ada lagi semburat merah yang muncul di pipi Zella saat berhadapan dengannya.
"Jangan berubah, Zel, aku mohon." Gumam Elzion penuh harap.