Fatan dan Fadil adalah saudara kembar yang memiliki karakter berbeda. Fatan dengan karaktetnya yang tenang dan pendiam. Sedangkan Fadil dengan karakternya yang aktif, usil dan tengil. Namun keduanya sama-sama memiliki kepribadian yang baik. Karena dari kecil mereka sudah dididik dengan ilmu agama.
Suatu saat mereka bertemu dengan jodoh masing-masing.Pasangan keduanya berbanding terbalik dengan karakter mereka. Fatan dengan seorang wanita yang agak bar-bar. Sedangkan Fadil dengan seorang wanita yang pemalu.
Akankah mereka bisa bertahan dengan pasangan masing-masing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fatan vs Tirta
Fatan pun melihat ke arah Tirta. Tirta tersadar dari lamunannya saat Rafa menegurnya.
"Mas Tirta, ayo cepetan cuci muka. Terus kita makana bareng. Aku sudah lapar nungguin nih." Ujar Rafa.
"Eh iya, maaf kamar mandinya di mana?"
"Lurus saja, ada dapur belok kiri!"
Tirta pun pergi ke kamar mandi. Nampak Anisa sangat gelisah, entah apa yang dipikirkannya. Tirta pun selesai dari kamar mandi lalu dia duduk di kursi tepat di samping Anisa.
"Sepertinya tadi saya tidak melihat anda. Anda....?"
"Dia Ustadz Fatan. Ustadz yang bertugas di madrasah dan tinggal di rumah kami. Karena beliau ini juga alumni dari pesantren yang sama dengan saya." Sahut Pak Kades.
"Oh... perkenalkan saya Tirta, tunangannya Anisa. " Jelas Tirta dengan Percaya dirinya ia mengulurkan tangan kepada Fatan.
"Fatan." Balasnya dengan singkat seraya menerima jabatan tangan Tirta.
"Ayo silahkan dimakan Tirta, maaf makanan desa. "
"Ah iya, Om."
Tirta melihat seluruh menu di atas meja. Ada orek tempe-tahu, Dadar jagung, telur dadar, dan sayur asem dan sambal bajak. Tidak ada makanan yang termasuk dalam kriterianya. Namun ia terpaksa mengambil telur dadar dan sambal bajak.
"Makanan apa ini?" Batinnya.
"Sayang, makannya yang banyak biar berisi. Kayaknya kamu kurusan sekarang." Ujar Tirta.
Telinga Anisa rasanya geli mendengar panggilan itu. Sementara Fatan telinganya terasa kebas mendengarnya. Ia hanya bisa menunduk menikmati makanan malamnya yang terasa hambar.
Saat menyendok makanannya, Tiba-tiba Anisa batuk karena kebanyakan sambel. Sontak Fatan yang duduk di hadapannya pun langsung menyodorkan segelas air miliknya yang belum diminum. Sedangkan Tirta, ia kalah cepat dengan Fatan, karena gelasnya masih kosong sama dengan gelas Anisa. Anisa pun meminum air minum pemberian Fatan.
"Terima kasih, Ustadz."
"Hem... "
Sementara Tirta, ia memandang sinis terhadap Fatan yang masih menundukkan kepalanya.
"Duh gusti, di sampingku adalah tunanganku yang tak pernah aku harapkan, di depanku cinta yang sedang kuharapkan." Batin Anisa.
"Makannya pelan-pelan, sayang." Ujar Tirta. Tangannya ingin memegang pundak Anisa. Namun Anisa dengan cepat menghindar. Hal tersebut membuat Tirta merasa kesal. Namun ia berusaha pura-pura tersenyum karena Bu Kades tidak sengaja melihatnya.
Mereka pun sudah selesai makan. Seperti biasanya, Anisa membantu Bu Kades untuk membawa piring kotor ke dapur.
"Ustadz, ayo kita keluar. Itu lombanya sudah mulai." Ajak Rafa."
"Ayo."
Fatan pun pamit kepada Pak Kades. Anisa juga menyusul akan pergi keluar.
"Sayang, mau ke mana?"
"Tuh, lihat lomba di depan. Kenapa?"
"Aku akan menemanimu."
"Sebaiknya shalat dulu! Tadi kamu juga susah melewati waktu Maghrib. Kalau tidak punya baju ganti aku akan pinjamkan ke Om Wira."
"Nanti saja! Bukannya waktu Isyak masih panjang?"
"Kamu yakin umurmu akan panjang juga sampai nanti?"
"Astaga, kamu nyumpahi aku?"
"Tirta, bukan begitu maksud Anisa. Dia hanya ingin kamu tidak menunda shalat. Ini ada sarung dan kaos buat ganti bajumu." Ujar Pak Kades yang baru saja keluar dari kamarnya.
Dengan terpaksa Tirta menerimanya, kemudian ia shalat Isyak meski sebenarnya ia lupa bacaan shalat.
"Huh, Terima kasih Om." Ujar Anisa.
"Iya sama-sama."
Anisa pun pergi ke luar, ia berdiri di teras rumah sambil melihat lomba dari kejauhan. Malam ini adalah lomba karaoke. Tadi sore panitia sudah membuat panggung kecil untuk sarana lomba malam ini. Anisa menoleh ke kanan dan kiri mencari keberadaan seseorang, namun tidak ia temukan.
"Tolah-toleh cari siapa mbk?" Tanya Rafa.
"Nggak kok, cari kamu."
"Ih ketahuan bohongnya! Bilang saja cari Ustadz Fatan."
Anisa segera membungkam mulut Rafa, karena ternyata Tirta baru saja muncul dari dalam rumah. Rafa pun segera masuk ke dalam rumah karena ingin mengerjakan PR.
Fatan baru saja datang bersama Bahar. Ia membeli sesuatu dari luar. Anisa menyunggingkan senyumnya saat melihat sosok yang dicarinya. Hal tersebut tidak luput dari perhatian Tirta.
"Sayang, kalau tugasmu sudah selesai. Lebih baik besok kembali bersamaku."
"Belum."
"Lagian untuk apa kamu melakukan observasi segala. Semua bisa diselesaikan asalkan ada uang."
"Itu bagimu, tidak bagiku."
"Ck... Nisa, kenapa kamu selalu menyanggah perkataanku, hah! Aku bela-belain datang ke sini untuk menyusulmu! "
"Aku tidak memintanya, itu maumu sendiri!"
"Anisa, aku mencintaimu! Hargai sedikit usahaku."
"Ya, ya... "
Anisa capek, ia pun duduk di kursi teras. Tirta pun ikut duduk di kursi sampingnya. Fatan tidak sengaja menoleh dan melihat Anisa dan Tirta.
Deg
"Ah kenapa aku harus seperti ini? Sadar Fatan, dia sudah punya tunangan."
Fatan pun masuk ke dalam kamarnya. Ia merasa, ada, sesuatu yang mengusik hatinya. Fatan pun segera berwudhu' dan melakukan shalat hajat untuk menenangkan hatinya dan mengalihkan pikirannya. Setelah itu ia menelpon Bundanya. Sebenarnya ia tidak ingin mengganggu waktu istirahat orang tuanya, namun ia melihat story WA Bundanya satu menit yang lalu. Berarti Bundanya belum tidur.
"Assalamu'alaikum... "
"Wa'alaikum salam, Bang. Kamu belum tidur?"
"Belum Bunda. Di sini masih ada lomba. Bunda belum tidur?"
"Belum, masih barengi Abimu kerja. Kamu sehat kan?"
"Alhamdulillah sehat, Bunda."
Setelah ngobrol kurang lebih lima menit, Fatan pun mengakhiri telponnya. Ia merasa sedikit tenang setelah mendengar suara Bundanya.
Keesokan harinya.
Tirta mengajak Anisa pergi ke luar untuk mencari makanan. Ia takut seperti tadi malam, tidak ada lauk yang cocok untuknya. Demi kedamaian, Anisa pun tidak menolak ia ikut dengan Tirta. Mereka pun pergi ke mencari tempat makan yang sekiranya cocok untuk Tirta. Akhirnya mereka menemukan warung masakan Padang. Tirta pun menghentikan mobilnya di sana. Mereka makan si sana.
"Lumayan lah dari pada makan tahu tempe." Ujar Tirta.
"Dasar sombong!" Gerutu Anisa di dalam hati.
Ia tidak menggubrisnya karena malas berdebat dengan Tirta.
Setelah selesai sarapan, Anisa meminta Tirta untuk segera pulang karena ia ada keperluan ke Balai desa. Namun di pertengahan jalan yang sepi sepanjang persawahan, Tirta menghentikan mobilnya.
"Kok berhenti di sini, kenapa?"
Tiba-tiba Tirta memegang tangan Anisa.
"Nisa, aku mencintaimu. Tolong hargai aku!"
"Bersabarlah sedikit, aku masih berusaha menerimamu." Anisa melepaskan tangannya.
"Apa kurangnya aku, Nis?"
"Tidak ada. Tapi hatiku belum bisa menerima. Aku sendiri juga tidak tahu."
Sontak Tirta memegang bahu Anisa dan posisi mereka saat ini sangat dekat.
"Tirta, k-kamu mau apa?"
"Aku hanya ingin kamu yakin."
Tirta ingin mencium Anisa, namun ia berontak. Anisa berusaha untuk menghindari Tirta. Beruntung ia tidak memakai self belt sehingga ia bisa leluasa untuk membuka pintu dan segera keluar dari mobil.
"Nisa tunggu!"
Anisa terus berlari. Entah kebetulan atau memang takdir Tuhan. Fatan lewat di jalan tersebut berlawanan arah dengan Anisa dan Fatan. Melihat Anisa yang tidak baik-baik saja, ia berhenti.
"Mbak, Nisa!"
"Ustadz... tolong saya!"
"Nisa!"
Fatan segera turun dari motornya.
Bersambung...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Maaf author gantung lagi 😁🙏
Orderan kue membludak, banyak manten kak
Bisa nulis satu part ini saja sudah alhamdulillah. Besok lagi ya kak😘
siap" kondangan 🤭
Si pendiam ketemu bar bar, rame lah hidup lebih berwarna
Otw resepsi bersana Aa' Fadil & neng Karmeila /Angry//Angry//Angry/ Aa' Fadil dan Abang Fatan doa kalian diijabah /Pray//Kiss//Kiss/
apa aku salah ingat ya kak?