Maya dan Rangga adalah pasangan suami istri yang menjalin pernikahan karena cinta. Menghabiskan waktu dengan kehangatan dan keharmonisan walaupun tanpa adanya anak. tapi itu hanya 'awalnya' sebelum salah satu dari mereka menemukan cinta lain.
Rangga yang mulai jengah dengan hubungan tanpa tujuan perlahan terkecoh dengan hadirnya sosok baru. Pengganti istrinya yang membutuhkan perhatian lebih dari semua orang karena memiliki tubuh yang rapuh. Sosok baru yang merupakan adik kandung istrinya sendiri.
Setelah Maya tersisihkan dari keluarganya, apa pada akhirnya dia juga terbuang dari hati suaminya? Kembali mengalah pada sosok yang menjadi pemenang di hati semua orang sejak kecil!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SiswantiPutri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31
Sejak pembicaraan itu aku tak pernah melihat Mas Rangga lagi, mungkin dia sudah memikirkan matang-matang, dan keputusannya adalah kembali ke kota, memulai semuanya dengan Naya. Cintanya untuk Naya, jauh lebih besar dari pada cintanya untukku. Perselingkuhan itu membuatku yakin, pernikahan kami tak bisa di pertahankan. Jadi setelah semuanya berakhir, kenapa aku harus memikirkan ucapannya untuk kembali membangun hubungan?
"Ada apa Nak? Dari kemarin Nenek perhatikan kamu terlihat gelisah. Kamu ada masalah?"
"Aku gak apa-apa Nek."
"Kalau ada masalah kamu bisa cerita ke Nenek, atau ke Tasya. Jangan membebani dirimu seorang diri. Masih ada kami yang siap mendengar keluhanmu. Kamu sudah Nenek anggap cucu sendiri, bahkan Tasya sudah menganggapmu sebagai Mbaknya sendiri."
"Aku mengerti, tapi aku benar baik-baik saja Nek. Kalau ada sesuatu yang membebaniku, Nenek dan Tasya adalah orang pertama yang akan ku beri tau, kalian adalah keluargaku."
Kebersamaan yang ku dapat sekarang tak akan pernah kutukar oleh apapun, bahkan untuk keluarga kandung sekalipun. Aku tak tau apa yang akan terjadi di masa depan, tapi aku tau di mana tempat yang harus ku pertahankan. Di kampung ini dalam kehidupan sederhana.
***
[Mbak, sepertinya malam ini aku gak pulang. Keracunan makanan terjadi lagi pada beberapa anak. Bahkan kasusnya semakin parah. Aku malam ini akan bekerja di puskesmas, jadi aku titip Nenek pada Mbak Maya, aku izin ke Mbak]
"Astaghfirullah." aku tertegun mendengar penjelasan dari seberang. Entah apa yang terjadi pada anak-anak itu. Semoga mereka baik, dan keracunan ini bisa cepat di atasi.
"Tapi mereka baik-baik saja kan?"
[Kondisi mereka cukup parah, kalau begitu teleponnya aku tutup dulu. Dokter Karel kesusahan menangani pasien sendirian. Assalamualaikum, nanti aku telepon lagi]
"Waalaikum salam."
Musibah apa yang terjadi pada anak-anak di kampung ini. Aku beberapa kali menghela nafas pelan, berdoa agar mereka segera sembuh dan keracunan ini bisa di ketahui.
Kejadian ini sudah kali keduanya.
"Iya, aku harus memberitahu Nek Asih."
Aku menghampiri Nek Asih yang tengah mengolesi lututnya dengan minyak. Duduk di depannya seraya memijat pelan kedua kakinya.
"Eh gak usah Nak."
"Gak apa-apa Nek, oh iya. Tasya malam ini gak pulang, anak-anak kembali keracunan makanan. Kondisi mereka cukup parah."
"Astaghfirullah."
"Harusnya kejadian ini di laporkan ke polisi. Aku takut ini akan terulang terus-menerus kalau gak di tangani semakin menjadi."
"Kepala Desa mungkin sudah bertindak, kita hanya perlu berdoa agar anak-anak sembuh."
Aku mengangguk pelan "mulai sekarang kita jangan belanja makanan di luar. Nek Asih dan Tasya makan di rumah saja, kita masih gak tau makanan apa yang mereka makan hingga bisa keracunan. Sebaiknya kita jaga-jaga dulu."
"Nenek mengerti, kamu jangan khawatir. Di usia Nenek ini, Nenek sangat bahagia memilikimu dan Tasya, kalian cucu Nenek."
Mataku memanas, memeluk tubuh kurus itu penuh sayang. Aku juga sama bahagianya, berada di antara keluarga yang sudah memanusiakan ku. Perlakukan mereka, melebihi perlakukan dari keluarga kandungku sendiri. Untuk darah yang lebih kental dari apapun, sekarang aku menyangkalnya. Hubungan darah yang ku miliki, tak bisa menandingi kasih sayang, sikap lembut, dan pengorbanan yang Nek Asih dan Tasya lakukan hingga aku bisa kembali membuka mata.
"Aku sayang Nenek."
"KELUAR KAMU RANGGA."
Pelukan itu aku lepaskan, menatap Nek Asih yang juga menatapku dengan pandangan yang sama. Suara dari sebelah, Rumah yang di tinggali Mas Rangga penuh keributan. Teriakan sahut menyahut, membuatku penasaran.
Belum lagi sejak pembicaraan waktu itu, Mas Rangga tak pernah ku lihat lagi keberadaanya. Entah dia sudah kembali ke kota, atau sedang menjaga jarak denganku. Aku tak tau.
"RANGGA KELUAR."
Tubuhku tersentak, suara yang tertuju di sebelah membuatku merasa tersangka.
"Itu ada apa ya Nak?"
"Aku juga gak tau Nek, Nenek di sini saja aku mau lihat ke sebelah dulu. Aku pamit Nek."
"Iya Nak hati-hati."
***
Aku mencoba menghampiri para kerumunan. Wanita paruh baya, bahkan pria baya dan juga beberapa remaja berdiri di depan rumah Mas Rangga dengan tatapan marah. Mereka bahkan membawa kayu dan pisau dapur, untuk sesaat aku termenung, kemudian memberanikan diri untuk mendekat kearah kerumunan.
"Maaf sebelumnya, tapi ini ada apa ya Pak, Bu? Apa yang terjadi sebenarnya?" tanyaku pelan.
"Katakan di mana Rangga berada, jangan menyembunyikan dia pada kami." bentakan itu membuatku sedikit ciut, aku hanya takut mereka tiba-tiba melayangkan benda pada tangan mereka padaku. Padahal aku tak tau apa yang terjadi, tapi rumah yang berdekatan membuatku terlibat pada kemarahan itu.
"Jujur aku gak tau di mana Mas Rangga, bahkan aku gak tau apa yang terjadi di sini. Kenapa kalian mencari Mas Rangga? Apa yang dia lakukan hingga kalian datang dengan amarah seperti ini? Mohon bicara baik-baik."
"Anak kami keracunan, bahkan hampir gak selamat itu karena es cream yang di jual Rangga. Kami di sini hanya ingin meminta pertanggung jawaban darinya Maya."
Aku tertegun.
"Kalau kamu tau sesuatu di mana dia berada tolong beritahukan. Kalau tidak kami akan menyeretmu karena menyembunyikan dia."
Astaghfirullah! Aku beristighfar pelan, aku tak mengerti kenapa tuduhan itu terarah padaku. Selama ini kehadiranku di sambut baik, tapi sekarang terlihat berbeda karena keracunan makanan yang terjadi pada beberapa anak. Yang aku pun tak tau penyebabnya.
"Kamu dan Rangga sama-sama orang luar, kami curiga kamu dan Rangga bersekongkol."
"Astaghfirullah Bu, aku gak mungkin lakuin itu. Lagipula untuk apa aku melakukannya?"
"Jawaban itu ada padamu. Kamu yang tau kenapa kalian melakukan semua ini."
Aku beberapa kali menguatkan diri, kemarahan itu terjadi karena kecemasan mereka. Aku berusaha memahami, mereka tak bisa berfikir jernih melihat anak mereka terkapar dalam ruang perawatan. Jadi sudah sepatutnya aku mengalah dan tak ikut tersulut.
"Apa yang kalian katakan, cucuku gak mungkin melakukan itu. Maya sudah tinggal dengan kita selama 3 tahun, apa selama dia tinggal di sini ada kekacauan yang terjadi? Apa kalian mendengar dia buat masalah selama ini?"
Aku tersentak melihat kedatangan Nek Asih, tubuh ringkih itu berusaha memelukku. Mencoba melindungi dari para amukan warga yang tak mendasar. Dan ucapan itu sukses membuat semuanya terdiam, tatapan marah yang tertuju padaku perlahan menyurut.
"Kami minta maaf Maya. Kami terlalu khawatir dengan anak kami. Kami takut anak kami kenapa-napa karena keracunan makanan."
"Iya Bu, aku mengerti."
"Tapi tolong, kalau kamu melihat Rangga beritahukan pada kami. Jangan sembunyikan dia Nak Maya. Bantu kami semuanya."
Ucapan itu membuatku terdiam, aku bukannya ingin membela yang salah kalau memang Mas Rangga salah. Tapi apa tak masalah kalau aku melapor jika melihatnya? Aku hanya tak ingin mereka menghakimi secara sepihak. Dan berakhir masalah ini tambah melebar.
"Bekerjasama lah dengan kami."
Otakku kembali bercabang, apa yang terjadi kalau mereka tau aku dan Mas Rangga pernah terikat hubungan. Besar kemungkinan pendapat mereka tentangku dan Mas Rangga yang bersekongkol semakin besar. Aku tak akan membiarkan itu semua terjadi.
'Aku berharap kamu kembali ke kota Mas, dan jangan ke sini lagi. Hidupku sudah damai, jangan buat semuanya berantakan karena hadirmu yang membawa bencana.'
"Ayo Nak masuk, kamu jangan fikirkan apa yang mereka katakan. Nenek percaya kamu anak yang baik. Kita tinggal sudah 3 tahun."
Aku tersenyum tipis, apa aku harus berbicara jujur pada Nek Asih tentang hubunganku dengan Mas Rangga? Aku tak ingin kepercayaannya memudar karena aku menyembunyikan ini semua. Aku tak ingin dia berfikir kalau aku benar-benar andil dengan masalah ini. Aku tak mau di benci olehnya.
"Nek, ada yang ingin ku katakan."
"Katakan saja Nak."
"Tapi kita ke dalam dulu, semua ini berhubungan kenapa aku bisa koma dan memilih tinggal di sini. Akan ku ceritakan Nek."
Bersambung
Instagram: siswantiputri3
Facebook: Siswanti putri
Smoga selamat tp makin panjang nih cerita
berusahalah utk ttp bahagia
keluarga toxic pergi saja maya.
Maya telah bahagia Hidup di kampung perangai mu tidak berubah memaksakan kehendak sehingga sanggup memfitnah Maya , Bukannya berubah tapi sikap mu semakin menjijikkan ,
Aku harap setelah Maya dapat harta warisan maka selamanya Maya dan Rangga tidak bertemu lagi atau pun berjodoh kembali , Jodoh Maya biarlah orang lain jauh dari lingkungan manusia-manusia toksik seperti Naya , Ibu mu dan juga Rangga .