Untuk mengisi waktu senggang diawal kuliah, Om Raka menawari Alfath untuk menjadi tutor anak salah satu temannya. Tanpa fikir panjang, Alfath langsung mengiyakan. Dia fikir anak yang akan dia ajar adalah anak kecil, tapi dugaannya salah. Yang menjadi muridnya, adalah siswi kelas 3 SMA.
Namanya Kimmy, gadis kelas 3 SMA yang lumayan badung. Selain malas belajar, dia juga bar-bar. Sudah berkali-kali ganti guru les karena tak kuat dengannya. Apakah hal yang sama juga akan terjadi pada Alfath?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
S2 ( Bab 35 )
Alfath menyodorkan bunga yang belum sempat diterima Kimmy, namun alih-alih menerima, Kimmy malah menutup mulutnya sambil tertawa.
"Itu bungaku, masa kamu kasih ke aku."
Ucapan Kimmy membuat muka Alfath langsung memerah karena malu. Bisa-bisanya dia lupa akan hal itu dan masih kekeh menyodorkan bunga pada pemiliknya sendiri.
"Dasar pelit! Ngelamar tapi gak modal."
Alfath garuk-garuk tengkuk, menahan malu. "Em... nanti aku belikan cincin."
"Kenapa nanti, kenapa gak sekarang?"
"Dih, matre."
"Biar cepet kaya."
Alfath tergelak, "Habis ini, kita jalan, aku belikan cincin buat kamu, sementara ini... " dia celingukan, mencari sesuatu yang kiranya dapat dia lingkarkan di jari manis Kimmy sebagai tanda jika gadis cantik itu sudah menerima lamarannya. Tapi apartemen ini sangat bersih dan minum perabot, dia jadi bingung sendiri.
"Nyari apa?"
"Apapun, yang bisa melingkar di jari manis kamu. Karet gelang juga gak papa."
Kimmy langsung nyengir. "Ogah! Akunya yang gak mau."
"Gak romantis kamu... "
"Kamu yang gak yang gak romantis," balas Kimmy sambil melotot.
"Ya Allah, melotot aja cantiknya kebangetan, apalagi pas senyum."
"Ish, mulai deh ngegombal."
"Keluar yuk," ajak Alfath.
"Kemana?"
"Beli cincin."
"Punya duit?"
"Dih, ngeremehin. Apa perlu, aku spil isi dompet?"
"Palingan masih banyak isi dompetku," Kimmy menyebikkan bibir.
"Kok tahu sih," Alfath menahan tawa. "Kalau gitu, mending kamu aja yang beliin aku cincin."
"Hah!" Kimmy auto melongo.
"Becanda, Honey. Kamu ngegemesin banget deh, jadi pengen nyium."
"AL!" Kimmy mendelik kesal.
"Becanda. Ya udah gih, kamu siap-siap. Kelamaan berduaan sama kamu, bikin aku takut.".
"Takut?"
"Takut khilaf maksudnya."
Kimmy mendadak terdiam, senyumnya yang tadi juga lenyap.
"Kamu kenapa?" tanya Alfath.
"Aku... aku.. " Mata Kimmy kembali berkaca-kaca. "Al, apa kita gak nyakitin Hana? Dia pasti benci sama aku, menganggap aku telah merebut calon suaminya. Teman macam apa aku ini?" Dia teringat saat-saat di pondok dulu. Awal di sana, dia sangat tertutup, tak mau bergaul dengan siapapun karena merasa gak satu circle, tapi Hana, gadis itu yang selalu membujuknya untuk mau berkumpul dengan yang lain.
Hana yang selalu meyakinkan dia, jika pondok bukan penjara, pondok bukan sesuatu yang menyeramkan. Dari Hana juga, dia baru tahu jika tak semua anak yang berada di pondok, atas dasar paksaan orang tua. Hana contohnya, dia sendiri yang minta mondok setelah lulus SD, bukan paksaan.
"Kamu berteman dekat dengan Hana?" tanya Alfath.
"Kami hanya berteman sebentar saja." Pertemanan mereka memang tidak lama, karena Hana mendapatkan beasiswa kuliah di Mesir.
"Tapi kenapa dia tahu kamu tinggal di luar negeri?"
"Aku juga tidak tahu. Mungkin dia bertanya pada anak pondok atau apa. Al, aku pengen ketemu Hana, kamu punya nomor telepon dia kan?"
Alfath mengangguk, dia tak mau mencegah Kimmy yang ingin bicara dari hati ke hati dengan Hana. Mungkin berpotensi menyakiti hati Hana, namun niat Kimmy dia yakini baik. Dia yakin, Hana pasti bisa menerima ini semua.
"Al," Kimmy menatap Alfath. "Hana gadis yang sangat sempurna. Dia cantik, pintar, baik, sholehah, apa kamu yakin, mau ninggalin dan lebih milih aku?"
"Sangat yakin, karena aku gak bisa membohongi diri sendiri, yang aku cintai kamu, bukan Hana. Aku gak butuh wanita sempurna, aku cuma butuh kamu untuk menyempurnakan hidupku." Kimmy jadi baper. Padahal dia merasa jika spek Hana lebih tinggi dari dia. "Ya udah, siap-siap gih, katanya mau keluar."
Kimmy menggeleng pelan, "Gak usah, aku gak pengen cincin."
Alfath mengerutkan kening.
"Aku udah gak punya siap-siap lagi, Al," mata Kimmy berkaca-kaca. "Aku cuma mau minta, jangan tinggalin aku menjelang pernikahan seperti yang kamu lakukan pada Hana. Aku gak sekuat Hana, aku gak akan sanggup," dia menyeka air mata yang meleleh melalui sudut matanya.
"Jangankan menjelang pernikahan, sampai kapanpun, aku gak akan ninggalin kamu, aku janji." Melihat air mata Kimmy yang makin mengucur deras, ingin sekali Alfath menyekanya degan jemarinya. "Nyeka air mata kamu, boleh gak sih?"
Kimmy tertawa di sela-sela tangisnya, "Ya gak bolehlah."
"Ya udah gih, buruan siap-siap."
"Aku gak pengen beli cincin," Kimmy kembali mengatakan itu.
"Tapi akunya mau, buruan gih. Tapi kalau kamu masih gak mau, itu artinya, kamu memang pengen berduaan lama-lama sama aku di sini."
"Ya udah aku siap-siap dulu."
"Lama gak?"
"45 menit."
"Gak bisa 15 menit aja?"
"Ya gak bisa, aku aja belum mandi."
"Jadi pengen mandiin."
"ALFATH!" pekik Kimmy.
"Kim, aku lapar, kamu ada makanan gak?" Kemarin harusnya udah belanja banyak kalau gak ketemu Hana. Tapi karena ketemu Hana, belanjaan mereka jadi ditinggal begitu saja di troli.
Kimmy menggeleng sambil tersenyum simpul. Saat ini, kondisi kulkasnya memang dalam mode mengenaskan, kosong melompong.
Alfath membuang nafas kasar. "Mie instan?" Dia bahkan sampai menyebutkan opsi terakhir. Rasanya dia sudah lama sekali tak makan itu. Sejak tinggal di Bandung, dia memang tak pernah lagi makan mie instan. Tante Kinan si paling pro kesehatan, melarang keras ada stok mie instan di rumahnya. Kebiasaan itu jadi terbawa saat sudah kembali ke Jakarta, dia jadi tak pernah makan makanan yang satu itu, padahal enak banget.
"Ada kek nya, kamu cek aja di dapur." Tak mau Alfath menunggu lama, Kimmy segera masuk ke dalam kamar untuk siap-siap, membiarkan Alfath mengubek-ubek dapurnya.
Setengah jam lebih Kimmy bersiap-siap. Ini sudah mode kilat, biasanya seenggaknya dia butuh waktu 1 jam untuk mandi, make up dan lainnya. Keluar dari kamar, dia menyusul Alfath ke dapur. Aroma mie instan kuah langsung tercium. Terlihat Alfath sedang duduk di kursi pantry sambil menikmati semangkuk mie.
"Udah kayak rumah sendiri nih," sindir Kimmy.
Alfath yang tak mengetahui kedatangan Kimmy, langsung mengangkat wajah mendengar suara gadis itu. Dia tersenyum melihat Kimmy yang terlihat begitu cantik dengan gamis serta hijab warna biru.
"MasyaAllah, cantiknya calon makmum aku," Alfath berdecak kagum sambil geleng-geleng. "Mie buat kamu," dia menunjuk dagu ke arah mie yang ada di sebelahnya.
"Kirain tuan rumah dilupain." Kimmy menarik kursi yang ada di sebelah Alfath lalu duduk di sana. Dia yang juga belum makan, langsung memakan mie yang sudah tidak begitu panas lagi tersebut.
"Kim, nanti malem, ke rumahku ya, ketemu orang tuaku."
Huk huk huk
Kimmy langsung tersedak. Bagaimana tidak, pertemuannya dengan Mama Nara kala itu, masih membekas di benaknya. Belum apa-apa, dia udah takut duluan. Sebenarnya bukan takut, lebih kepada insecure, takut tak di terima.