Ternyata Aku Tak Sekuat Itu

Banyak anak yang kehilangan diri sendiri karena orang tua, banyak anak juga yang memiliki mental hancur karena orangtuanya sendiri, orangtua selalu ingin dimengrti tapi mereka tidak mau ngertiin anaknya sendiri, rumah yang seharusnya nyaman jadi tempat perlindungan, ini makah jadi tempat yang bikin gak nyaman dan dihindari buat pulang.

begitulah yang dirasakan oleh Aldi, setelah pulang sekolah dia sibuk mengendarai motornya dan tak tentu arah mau kemana, semenjak kepergian Ibunya, dia lebih suka menghabiskan waktunya sendirian padahal dia banyak temannya. Aldi juga jarang pulang kerumahnya dia lebih suka tidur di Kos - kosan temannya kadang dia lebih suka tidur di warung kadang juga Masjid.

Tetapi malam ini dia memutuskan untuk pulang karena buat persiapan ujian praktek besok, namun sesampainya dirumah keadaan tak sesuai expetasi.

"Darimana kamu, keluyuran aja kerjaanmu tiap hari ya?" ucap Pak Danu tegas

"Terserah aku, emang Papa perduli sama aku?"

"Papa perduli sama kamu, tapi kamu yang gak perduli sama papa."

"Buktinya mana paa? dari kecil, papa gak pernah ada buat aku, papa sibuk sama dunia papa sendiri jarang ada waktu buat aku."

"Tapi ini semua demi masa depanmu, Papa kerja keras buat kamuu, tapi kamu kerjaannya keluyuran, gak pernah pulang, mau jadi apa kamu?"

"Paa, aku ini manusia butuh perhatian, butuh juga kasih sayang, bukan cuman ditinggal dikasih uang, lagian aku juga gak berharap bisa ketemu papa lagi, mending aku jadi gembel dijalan daripada serumah sama penghianat sepertimu."

"lancang sekali kamu." Pak Danu langsung menampar Aldi.

"Tampaar terus paa, tampar kalau perlu bunuh sekalian, emang kenyataannya Papa penghianat."

"Sudah Paa cukup, kasian Aldi." sahut Bu Faraa ibu tirinya Aldi yang berusaha menengahi mereka.

"Eh perempuan perebut suami orang, gak usah sok baik kamuu."

"Jaga mulutmu Aldi. sopan sedikit kamu."

Aldi semakin emosi, dia mengambil gelas yang berisi kopi diatas meja lalu membantingnya.

"Aldii...." triak Pak Danu

Tetapi Aldi menghiraukannya dan langsung naik ke lantai atas menuju kamarnya, ia membanting pintu kamarnya dan menjatuhkan tubuhnya diatas kasur.

"Brengseek, harusnya waktu itu aku mati saja dari tsunami itu daripada harus serumah sama Wanita murahan ini. kenapa waktu itu Umi harus nolongin Aldi, harusnya biarin aja Aldi mati sama Umi." tanpa disadari Aldi meneteskan air matanya ketika ia melihat foto almarhum Ibunya, lalu ia melihat kalung liontin yg samaan sama Alin diatas meja sebelah ponselnya, seketika itu Aldi teringat Alin, bagaimana keadaannya sekarang, Aldi mencoba menghubungi Alin tetapi nomernya tidak aktif, Aldi jadi khawatir dengan Alin.

Bu Fara berusaha menenangkan hati suaminya yang sedari tadi masih emosi.

"Sudahlah Paa, Aldi itu anaknya keras seharusnya jangan balik di kelas in nanti anaknya malah makin menjadi, Papa harusnya bisa sabar dikit."

"Aku kurang sabar gimana sih Maa? semua aku lakuin juga buat dia."

"Aldi itu sepertinya memang butuh perhatianmu Paa, cobak kamu luangkan waktu berdua sama dia, selama ini kamu memang gak pernah ada buatnya kan?"

"Hmmm kamu benar, aku memang selalu sibuk, coba aku ajak dia ngobrol berdua aja kapan - kapan, trimakasih yaa, kamu selalu menenangkan aku dan sabar sama Aldi."

"Gak apa - apa, lagian ini semua juga salahku, aku menyesal, aku akan berusaha biar Aldi mau maafin aku dan menerimaku."

"Sudahlah, ini semua bukan salahmu, ini sudah takdir, jadi berhenti menyalahkan diri sendiri."

Bu Fara memang tulus menyayangi Aldi meskipun Aldi tak pernah bersikap baik dengannya tetapi dia selalu sabar menghadapinya mungkin ini juga karena dia tidak punya anak selama menikah jadi menyayangi Aldi seperti anak kandungnya sendiri.

Sementara Bik iyem ditugaskan Bu Liliy untuk mengantarkan makan malamnya Alin di gudang, Betapa Shooknya Bik iyem saat membuka pintu melihat kondisi Alin yang tak sadarkan diri dan wajahnya sangat pucat, Bik Iyem menjatuhkan makanannya dan membuat Pak Wirawan dan Bu Liliy terkejut dan langsung mendatangi Bik Iyem.

"Ada apa sih Bik triak triak?"

"Non Alin pingsan."

"Alin pingsan, kok bisa sih bik?" tanya Bu Lily panik

"Saya gak tau nyonya, keadaannya sudah begini."

Tanpa berfikir panjang Pak Wirawan dan Bu Liliy membawa Alin ke rumah sakit dan saat diperiksa ternyata kondisi Alin sangat kritis. ternyata penyakitnya benar - benar kambuh.

"Ini semua gara - gara kamu Paa, coba kalau kamu gak mengurung Alin pasti dia gak sampai kayak gini.

"Kenapa kamu jadi nyalahin aku, aku hanya ingin menghukum Alin biar sekolah yang benar."

"Tapi gak kayak gini caranya, kamu memang gak bisa sayang sama anakku, kamu pilih kasih."

"Bicara apa kamu." bentak pak Wirawan sambil mengangkat tangannya yang ingin menampar Bu Liliy namun dicegah oleh Keisya.

"Papa, Sudaah Cukup kondisi kak Alin sedang kritis bukannya berdoa malah kalian pada sibuk berantem."

mendengar ucapan Keisyaa, mereka berdua hanya bisa terdiam, Alin benar - benar sangat kritis banyak alat - alat yang menempel pada tubuhnya agar ia bisa bertahan, karena orangtua Alin lebih mentingin Harta, mereka tetap bekerja seperti biasanya dan Alin sendirian dirumah sakit yang hanya ditemani oleh asisten rumah tangganya saja.

Di sekolah, Aldi nekat menemui Laura yang sedang nongkrong sama teman - temannya dikantin untuk menanyakan kabarnya Alin, karena sudah 2 hari gak masuk sekolah.

"Lu saudaranya Alin kan? dia kemana kok gak masuk sekolah?"

"Mana gue tau, lu kan pacarnya." jawab Laura judes.

"Pacar? siapa yang pacaran sama Alin, gue cuman pingin tau kabar dia doang kalau gak mau jawab yaudah, gue datang aja kerumah lu langsung."

"Terserah lu, lagian lu sok perhatian banget sih sama dia? katanya bukan pacarnya."

"Emang harus ya pacaran dulu kalau cuman buat perhatiin seseorang yang kita sayang?." Aldi tak sengaja keceplosan

Aldi langsung meninggalkan Laura, sementara Laura sangat kesal mendengar ucapan Aldi yang bilang sayang sama Alin. Laura semakin membenci Alin.

jam pulang sekolah belum selesai tetapi Aldi nekat keluar dari sekolah dan menuju rumah Alin, sesampainya disana dia bertanya kepada pak Mamat supirnya Alin.

"Pak maaf mau tanya, Alin ada dirumah?"

"Non Alin sedang dirawat dirumah sakit Deen, udah dari kemarin, katanya sih penyakit jantungnya kambuh."

"Apaa?? Alin ada penyakit jantung, trimakasih pak, saya mau kesana sekarang."

"Iya Den sama - sama."

Aldi segera menuju rumah sakit dan menanyakan ruangannya Alin pada suster, sesampainya diruangan Alin, Bik Iyem menyuruh Aldi masuk dan Bik Iyem menunggu diluar.

"Aliin kamu kenapa? aku fikir penyakitmu sudah gak bakalan kambuh lagi, aku kangen sama kamu Liin." ucap Aldi sembari mengelus keningnya Alin.

Perlahan Alin membuka matanya dan terkejut melihat Aldi sudah berada di hadapannya.

"Tau darimana aku disini?" tanya Alin dengan keadaan yang masih sangat lemas.

"Kamu tak perku tau, yang penting cepat sembuh yaa biar kita bisa sama - sama lagi."

"Emang kamu siapa sih kok tiba - tiba datang di kehidupanku dan sok perduli sama aku."

"Aku seseorang yang sengaja dikirim Tuhan buat nemenin kamu."

"Aku gak percaya, palingan kamu sama aja kayak laki - laki pada umumnya yang sok baik, nanti kalau usah bikin baper terus ditinggalin."

"Jahat banget mulutmu Lin."

"Kebanyakan begitu."

"Enggak Lin, pegang janjiku, sampai kapanpun aku akan tetap menemanimu meskipun nantinya kita sudah bertemu dengan jodoh kita masing - masing. percayalah."

"Is that really your promise?"

""yes, I promise." sambil menggenggam erat tangannya Alin dan mereka sama - sama melingkarkan jari kelingkingnya

Kata orang, darah selalu lebih kental daripada air, tetapi setelah menginjak dewasa, Keluarga terasa seperti orang asing dan orang asing terasa seperti keluarga. terimakasih untuk orang - orang yang selalu searah meskipun tidak sedarah.