Istri Manja Dan Mempesona Kesayangan Tuan Oscar

Selena masuk ke rumah dengan amarah yang memuncak. Dia masuk ke kamar dan membanting pintu dengan keras. Perempuan itu menyapu semua botol parfum dan skin care yang ada di meja riasnya dengan kedua tangannya. Bunyi pecahan yang nyaring membuat Emily dan Marques yang sedang duduk di ruang keluarga seketika naik ke kamar Selena.

"Selena, buka pintunya! Ada apa denganmu?" Emily mengetuk pintu kamar Selena dengan keras.

Selena membuka pintu, wajahnya merah dan sembab, dia langsung memeluk ibunya dengan erat. "Bu, Kyle selingkuh. Ternyata selama ini dia hanya memanfaatkan aku saja."

"Dasar Baj*ngan!" Emily ikut kesal mendengar keluhan putrinya. Meski mereka sebenarnya sama saja, tapi Emily tetap tidak terima jika putrinya disakiti.

"Lalu sekarang apa yang akan kita lakukan?" tanya Marquez bingung. Sejak kepergian Zoey dia merasa hidupnya tidak lagi setenang dulu.

"Aku sudah membayar seseorang untuk mempermalukan Kyle. Kita lihat sampai mana dia bisa mengatasi masalah ini," kata Selena penuh dengan kekesalan.

"Apakah ini akan membahayakan kita juga?" tanya Marques.

"Tidak akan. Setelah berita ini rilis, aku ingin pindah. Aku akan ke kota sebelah untuk memulai kehidupan baru. Aku tidak mau terus terusan ada di sini dan berkubang dalam kemiskinan."

Emily dan Marques saling melempar tatapan. Keduanya tampak enggan melepaskan Selena begitu saja. Apa lagi sekarang Zoey tidak ada. Jadi siapa yang akan membantu keuangan mereka?

***

Di rumah sakit, Zoey tertidur. Oscar duduk di sofa sambil mengerjakan beberapa pekerjaannya yang tertunda tadi. Dalam tidurnya, Zoey melihat kakek dan neneknya. Zoey berlari menghampiri mereka berdua.

"Kakek, Nenek, aku merindukan kalian."

"Kami juga merindukanmu, Sayang," jawab nenek. Zoey terlihat sangat senang bisa melihat kakek dan neneknya.

"Zoey, apa kamu sudah menemukan keluargamu?" tanya kakek Steven.

"Sudah. Beberapa waktu yang lalu aku bertemu dengan mereka," jawab Zoey lirih. Dia terlihat tidak terlalu tertarik dengan pembahasan ini.

"Lalu bagaimana perasaanmu?" tanya kakek Steven

Zoey tersenyum masam dan kemudian terdiam cukup lama. Kakek Steven tersenyum lembut dan bicara, "Zoey, tidak ada keluarga yang tidak menginginkan keluarganya. Kamu harus mempercayai keluargamu. Tidak semua keluarga sama seperti putraku. Aku minta maaf atas sikapnya selama ini padamu."

Zoey menatap mata kakek Steven. Hanya orang tua itu yang tahu bagaimana perasaan Zoey saat ini. "Kamu harus bisa memastikan perasaanmu. Jangan terlalu membenci. Mereka mungkin tidak seburuk pikiranmu. Jangan samakan keluarga kandungmu dengan Marques dan istrinya."

Zoey menggigit bibir bawahnya. Dia benar-benar gelisah luar biasa. Dalam hidupnya dulu, hanya kakek neneknya yang bisa dia andalkan, tapi pada akhirnya keduanya tidak bertahan lama. Marques selalu menyebutnya anak pembawa sial. Semua umpatan kasar dia lontarkan hingga membuat Zoey mengalami krisis percaya diri.

Saat itu setelah kepergian kakek dan neneknya. Marques dan Emily sering menyiksa dirinya dan memukuli tubuhnya hanya karena kesalahan kecil. Zoey mulai tertutup dan tidak mau terlalu menunjukkan eksistensinya di dalam keluarga.

Selena juga dulu sangat kasar terhadapnya. Namun, semuanya berubah sejak Zoey mengenal Kyle. Sejak kemunculan pria itu, Zoey kembali membuka hatinya yang selalu tertutup rapat. Bahkan keluarganya, tiba-tiba memperlakukan dirinya dengan sangat baik, termasuk Selena.

Zoey pikir itu semua terjadi karena memang mereka berubah, tapi ternyata dia salah. Hingga akhir hayatnya, pada akhirnya orang yang paling mengecewakan dirinya adalah keluarga.

Zoey menjadi tidak percaya terhadap keluarga. Zoey mengalami banyak dilema. Butuh tekad yang kuat untuk menekan perasaannya. Ini tidak mudah untuk Zoey, dia yang sudah berkali-kali merasakan kecewa bahkan hingga mati di tangan keluarganya.

Zoey mengerutkan alisnya saat mengangkat kepalanya. Di depannya hanya ada kegelapan dan kakek serta neneknya menghilang. Zoey panik, dia berdiri dan terus memanggil kakek dan neneknya, hingga tiba-tiba dia merasa tubuhnya berguncang, tak lama Zoey membuka mata dengan linglung.

Oscar menatap Zoey dengan cemas, tadi dia dikejutkan dengan teriakan dan tangisan Zoey yang memanggil kakek dan juga neneknya.

Zoey menatap sekitarnya dengan bingung. "Dimana kakek dan nenekku?" tanya Zoey yang masih belum sepenuhnya sadar.

"Kamu bermimpi, Honey."

"Mimpi?" Zoey memegang kepalanya. Dia yakin tadi neneknya sempat mengusap kepalanya dan itu terasa nyata.

Oscar mengusap wajah Zoey. Jejak air mata masih tertinggal di pipinya. Oscar tahu, jika kakek dan nenek Zoey begitu berkesan di hati wanita itu.

"Kapan-kapan kita akan mengunjungi makam mereka. Aku belum sempat memberi penghormatan kepada mereka," ucap Oscar. Zoey mengangguk lemah.

Selama tiga hari dirawat di rumah sakit, Travis dan Daniel selalu menyempatkan diri untuk menjenguk Zoey. Zoey yang semula bersikap dingin, kini sudah sedikit bersikap lunak. Gadis itu terus teringat dengan pesan kakeknya.

"Bagaimana kondisimu, Zoey?" Travis baru saja tiba membawa sebuket bunga tulip berwarna warni.

"Sudah lebih baik, mungkin siang ini aku akan pulang," jawab Zoey. Zoey menatap Travis cukup lama sebelum akhirnya bersuara, "Apa kamu tahu kenapa aku bisa terpisah dari kalian begitu lama?"

"Itu semua karena ada orang yang iri dengan kebahagiaan keluarga kita," jawab Travis.

Zoey tidak lagi bersuara. Dia menunduk dan diam cukup lama. "Maafkan kami yang tidak bisa melindungimu waktu itu Zoey. Percayalah, keluarga kita sangat menyayangimu. Aku bersaksi jika daddy selalu berusaha mencari keberadaanmu," kata Travis.

Setelah mendengar ucapan Travis. Zoey benar-benar mulai berpikir. Jika apa yang Travis katakan benar, lalu kenapa mereka tidak menemukan dirinya? Kenapa butuh waktu yang sangat lama sedangkan dia hanya tinggal di kota sebelah. Seharusnya mudah saja menemukan dia.

Saat Travis akan bicara lagi, Oscar membuka pintu. Dia sudah tidak terkejut dengan kedatangan mereka yang tiba-tiba.

"Kita tunggu dokter visit setelah itu, kita bisa pulang, tapi kamu harus banyak istirahat. Sebaiknya kamu pikirkan lagi soal pekerjaanmu. Jangan sampai pekerjaanmu membuatmu lelah dan mengganggu pertumbuhan anak kita," kata Oscar.

Zoey mengangguk saja karena dia pun juga tidak ingin anak dalam kandungannya bermasalah. Mungkin ada baiknya dia mempertimbangkan lagi permintaan Oscar agar dia resign dari pekerjaannya.

"Zoey aku akan pulang. Untuk masalah pekerjaan, kamu tidak perlu khawatir. Aku akan bicarakan masalah ini dengan kakek. Aku yakin kakek juga tidak akan membuat cucu dan cicitnya menderita." Travis segera pergi setelah berpamitan. Sekarang di ruangan itu kembali lengang.

Zoey tampak diam termenung. Sejak tadi dia terus memikirkan ucapan Travis. Namun, Oscar langsung berdiri di depan Zoey sembari mengusap bagian tengah alis Zoey yang berkerut.

"Ingat! Kamu tidak boleh terlalu banyak pikiran. Itu akan mengganggu anak kita."

"Ah, maafkan aku," ujar Zoey.

...----------------...