Fatin Trias Salsabila seorang desainer muda yang memulai karirnya dengan kemampuan otodidatnya. Fatin yang mengenyam pendidikan di pesantren selama 6 tahun, namun tidak menghalangi bakatnya dalam menggambar desain baju muslimah. Dari kecil ia memang sangat suka menggambar.
Berangkat dari keluarga yang terpandang. Namun Fatin tidak ingin identitasnya diketahui banyak orang. Karena ia tidak mau dianggap sebagai aji mumpung.
Ia mulai sukses saat dia mulai mengirimkan beberapa gambarnya melalui email ke beberapa perusahaan besar di luar Negeri yang menggeluti fashion muslimah. Beberapa tahun kemudian ia pun resmi menjadi seorang desainer muda yang berbakat.
Zaki Ferdinan Abraham, seorang pengusaha muda yang bergerak di bidang fashion. Zaki dan Fatin bertemu di acara perhelatan desainer Muslimah se Asia. Dan dari situlah awal cerita mereka dimulai. Tidak hanya Zaki, ada sepupu Zaki yang juga akan menjadi saingannya nanti. Siapakah yang akan menjadi pendamping Fatin?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salah paham
Fatin dan Fania menunggu mereka di dalam mobil. Fania terus bertanya kepada Maminya.
"Mami, kenapa Gran ma nggak suka sama Mama?"
"Kata siapa?"
"Itu tadi, Grand ma nggak mau Terima tangan Mama."
"Em... mungkin Grand ma kurang fokus."
Sementara di makam, masih ada perdebatan hangat. Zahira menarik tangan Kakaknya untuk segera pergi. Ia tidak ingin terjadi kekacauan. Zaki pun menuruti Zahira.
"Mereka hanya bisa menyalahkanmu! Kamu tidak salah! Jangan hukum dirimu sendiri, kasihan Fania."
Saat ini mereka sudah masuk ke dalam mobil. Zaki langsung kembali ke rumah, karena Fania harus belajar mengaji. Guru mengajinya sudah sampai beberapa menit yang lalu.
Fatin dan Zaki langsung masuk ke dalam kamar. Fatin yang melihat kekesalan suaminya pun bertanya.
"Mas, apa yang terjadi?"
"Huh... mereka masih saja menyalahkan Zahira."
"Mereka belum bisa menerima takdir Mas."
"Hem... padahal Zahira pin sangat terpukul dengan kepergian Deril."
"Kasihan Fania, ia bahkan tidak diperdulikan oleh keluarga Papanya."
"Biar saja mereka tidak perduli. Fania tidak butuh orang-orang yang hanya bisa menyakiti hati. Bahkan waktu itu Zahira sempat keguguran adiknya Fania."
"Innalillah... kapan Mas?"
"Saat kecelakaan itu, Zahira memang sedang hamil dia bulan dan ngidam ingin makan ketoprak di kaki lima. Namun nahas, justru mereka kecelakaan."
Fatin jadi prihatin mendengar cerita suaminya. Ternyata adik iparnya itu mendapatkan cobaan yang cukup berat dalam hidupnya. Dalam hatinya ia berdo'a agar dijauhkan dari segala malapetaka.
"Honey, kenapa kamu sedih?"
"Mas, aku nggak bisa bayangin kalau jadi Zahira. Semoga usia kita panjang, dan kelak bisa melihat anak cucu kita."
"Amin... "
Keesokan harinya
Saat Zaki akan berangkat ke kantor, Fatin mengantarnya sampai depan rumah. Ada dua orang datang ke rumah Zaki. Tentu saja Zaki dan keluarganya sangat mengenal orang itu. Mereka adalah orang tua Dinar yang baru tiba dari Brunei.
" Kebetulan sekali kami langsung bertemu denganmu." Ujar Papa Tuan Darka, Papa Dinar.
Kedua orang tersebut memandang sinis kepada Zaki dan Fatin.
"Selamat Pagi Om, Tante... silahkan masuk."
"Kami tidak perlu basa-basimu, Zaki." Ujar Nyonya Intan, Mama Dinar.
"Maaf, saya sudah berbaik hati menawarkan kalian masuk, tapi kalau kalian tidak mau masuk ya sudah. Saya mau permisi dulu ke kantor." Ujar Zaki.
Mendengar suara keributan di depan rumahnya, Bu Wardah pun melihat ke depan.
"Eh ada Nyonya Intan dan Tuan Darka, mari masuk. Apa kabar Nonya, Tuan?"
Bu Wardah berusaha menyikapi mereka dengan baik. Mereka berdua pun masuk ke dalam. Bu Wardah memberi kode kepada Zaki untuk tidak berangkat dulu ke kantor. Zaki pun kembali masuk ke dalam rumah.
"Honey, masuklah ke kamar!" Bisik Zaki. Fatin pun mengangguk.
Zaki duduk di sofa bersama Ibunya menemui orang tua Dinar.
"Kami datang ke sini hanya mau menuntut keadilan untuk anak kami Dinar."
"Keadilan bagaimana yang Anda maksud?" Tanya Bu Wardah.
"Bukankah dulu Tuan Abraham telah menjodohkan Zaki dengan Dinar. Dan mereka berdua sama-sama mau. Tapi kenapa secara tiba-tiba Zaki memutuskan Dinar secara sepihak? Dan ternyata kamu telah menikahi wanita lain. Apa salah Dinar? Dia sudah bersabar menunggu Zaki selama setahun ini! Dia bahkan menolak lamaran bangsawan Brunai."
"Em... maaaf Tuan, Nyonya, apa Dinar tidak mengatakan alasan saya memutuskannya?"
"Dinar bilang kamu selingkuh, kamu punya wanita lain. Apa kurangnya Dinar? Bahkan saat ini karirnya pun hancur. Dia juga sedang depresi, bahkan dia sempat ingin bunuh diri."
"Astagfirullah... mungkin kalian salah paham, dia depresi bukan karena putus dengan saya, tapi karena istri selingkuhannya tahu tentang perselingkuhan mereka."
"Apa maksudmu? Anakku wanita berkelas, wanita baik-baik, jangan memutar balikkan fakta!"
"Kalau kalian berdua tidak percaya, saya bunga buktinya."
Zaki membuka laptopnya, lalu menyetel hasil CCTV di depan hotel saat Dinar menginap di Dubai. Zaki juga memperlihatkan beberapa foto mesra Dinar dengan laki-laki tersebut. Nyonya Intan dan Tuan Darka nampak shock melihat semua itu.
"Apa kalian masih mau menuntut saya? Itu bukti asli, tidak ada rekayasa. Saya bisa buktikan seratus persen, kalau itu palsu saya siap dipenjara selamanya."
Nyonya Intan menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia merasa tidak percaya dengan kenyataan ini.
Beberapa saat kemudian, Nyonya Intan justru menangis.
"Zaki aku mohon, tolong bujuk Dinar. Beberapa hari ini dia tidak makan. Tapi dia selalu menyebut namamu. Mungkin dia menyesal karena sudah berbuat salah kepadamu."
"Maaf Nonya, saat ini saya sudah berstatus suami. Saya akan menjaga perasaan istri saya. Dinar hanya perlu pendampingan. Kalian adalah orang tuanya, cukup ajak dia memperdalami agama. Dia hanya kurang perhatian kalian, sehingga mencari perhatian dari orang lain. Tindakannya sudah salah. Dia berselingkuh dengan suami orang. Bahkan sampai... ah, sudahlah!"
Nyonya Intan dan Tuan Darka tertampar dengan ucapan Zaki. Memang benar perkataan Zaki. Selama ini mereka hanya sibuk dengan dunia. Mereka tidak pernah memperhatikan tentang agama kepada anak-anaknya.
Zaki pamit kepada Ibu dan tamunya karena harus segera menemui klien untuk meeting. Sedangkankan orang tua Dinar masih terus membujuk Bu Wardah agar bisa membujuk Zaki menemui Dinar. Bu Wardah pun menolak dengan halus.
Akhirnya orang tua Dinar berpamitan dan pergi dari rumah Zaki.
Fatin sedang berpikir keras di dalam kamarnya. Sepertinya ia sedikit mengerti maksud kedatangan kedua orang tadi.
Hati ini Zaki benar-benar sibuk karena harus meeting dengan dua klien sekaligus. Ia tidak sempat mengabari istrinya atau pun sekedar mengirim pesan.
"Beni sudah jam empat, kita langsung pulang saja!"
"Baik Tuan."
"Beni apa benar yang menghancurkan karir Dinar adalah istri dari selingkuhannya itu?"
"Iya benar Tuan, sudah saya selidiki."
"Jadi aku tidak perlu mengotori tanganku untuk itu. Tetap waspada dan selidiki dia. Aku tidak mau dia berulah dan merusak rumah tanggaku."
"Baik Tuan! Saya sudah mengutus orang kepercayaan untuk itu."
Tidak lama kemudian, mereka pun sampai di rumah Zaki. Setelah mengantar Zaki, Beni pun langsung kembali pulang.
Fatin menyambut suaminya di depan pintu dengan senyum merekah.
"MasyaAllah, senyum itu yang membuatku selalu ingin pulang." Batin Zaki.
"Assalamu'alaikum..."
"Wa'alaikum salam, Mas."
Fatin mencium punggung tangan suaminya dan membawakan tasnya. Mereka berjalan menuju kamar. Dari balik kamarnya, Bu Wardah memperhatikan mereka.
"Alhamdulillah ya Allah adem sekali lihatnya, semoga rumah tangga mereka langgeng dan dijauhkan dari perusak." Lirih Bu Wardah.
Di kamar Zaki
"Honey, maaf seharian ini aku sangat sibuk dan tidak sempat mengirim kabar."
"Iya, aku mengerti kok. Kamu mau minum Mas?"
"Boleh."
Fatin pun menuangkan air putih ke dalam gelas. Zaki pun meminumnya.
"Terima kasih Honey."
Fatin membantu suaminya untuk membuka jas yang dipanainya dan menggantungnya kembali.
Ada sesuatu yang ingin Fatin tanyakan, tapi ia tidak mungkin bertanya saat ini juga. Suaminya capek dan perlu meregangkan otot.
Bersambung..
...****************...