Mendapati keponakannya yang bernama Sisi divonis leukemia dan butuh donor sumsum tulang, Vani membulatkan tekad membawanya ke Jakarta untuk mencari ayah kandungnya.
Rani, ibu Sisi itu meninggal karena depresi, tanpa memberitahu siapa ayah dari anak itu.
Vani bekerja di tempat mantan majikan Rani untuk menguak siapa ayah kandung Sisi.
Dilan, anak majikannya itu diduga Vani sebagai ayah kandung Sisi. Dia menemukan foto pria itu dibuku diary Rani. Benarkah Dilan adalah ayah kandung Sisi? Ataukah orang lain karena ada 3 pria yang tinggal dirumah itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SIAPA NAMA AYAH SISI
Bu Retno datang ke rumah sakit. Dia sangat penasaran dengan apa yang dikatakan Fara. Benarkah jika hampir sebulan tidak pulang, ternyata Dilan ada di rumah sakit? Menjaga Sisi yang tengah berjuang melawan leukemia. Jika benar Sisi anak Dilan, itu artinya, Sisi adalah cucunya.
Sebelum mendatangi ruang rawat Sisi, Bu Retno bertanya lebih dulu ke bagian administrasi. Dan ternyata benar, ada pasien bernama Sisi yang dirawat disana.
Dengan perasaan tak karuan, Bu Retno berjalan menuju ruang rawat Sisi. Saat hendak menuju bangsal VVIP, dia melihat Dilan dari jauh. Putranya itu sedang mendorong kursi roda, dimana ada Sisi yang duduk disana sambil memeluk boneka. Seperti orang bodoh, Bu Retno malah bersembunyi. Dia juga tak tahu kenapa seperti ini. Tiba-tiba saja dia ragu untuk menemui mereka.
"Sisi seneng banget akhirnya bisa pulang."
"Tapi ingat, kalau merasa ada yang sakit, apalagi sesak nafas, harus langsung ngomong," ujar Dilan yang ada dibelakangnya, mendorong kursi roda. Dibelakang Dilan, ada Vani dan kedua orang tuanya yang membawa tas besar. Sejak dari kampung, mereka memang hanya di rumah sakit, belum pulang sama sekali.
"Iya Daddy," sahut Sisi riang.
Ditempatnya bersembunyi, Bu Retno bisa mendengar Sisi memanggil Dilan daddy. Dan tanpa sadar, air matanya menetes. Dia memegangi dadanya ketika teringat kejadian 7 tahun lalu. "Maafkan aku Rani," gumamnya.
Rombongan Sisi sudah berlalu. Bu Retno keluar dari persembunyiannya, menatap nanar punggung mereka yang kian jauh. Samar-samar, masih terdengar celotehan Sisi dan gelak tawa Dilan. Namun tiba-tiba, Vani menoleh, membuatnya reflek membalikkan badan.
"Vani ayo," Bu Mia menarik lengan Vani yang mendadak berhenti melangkah.
"Sebentar, Bu." Vani hendak kembali untuk memastikan apakah yang dia lihat Bu Retno atau bukan, namun Bu Mia mencegahnya. "Udah ayo," dia menarik lengan Vani. Karena sudah tertinggal jauh dari Dilan dan suaminya, Bu Mia menarik lengan Vani sambil berjalan cepat.
Apa aku salah lihat? Wanita tadi mirip sekali dengan Bu Retno.
Hari ini Sisi diperbolehkan pulang. Setelah seminggu menjalani kemo, ada 3 minggu masa istirahat.
Mobil yang dikendarai Dilan melaju pelan menuju apartemen. Sisi yang duduk dibelakang bersama Kakek Neneknya, tampak memejamkan mata. Tubuhnya memang masih sangat lemas.
Sesampainya di apartemen, Dilan tak lagi mendorong Sisi dengan kursi roda, dia memilih menggendong putrinya itu hingga unit apartemen miliknya.
"Kenapa kita kesini, bukan ke rumah Daddy?" tanya Sisi.
"Mulai sekarang, kita tinggal disini," sahut Vani sambil membuka pintu. "Bibi sudah tidak bekerja lagi di rumah Daddy." Mereka berempat langsung masuk. Bu Mia dan Pak Cholis tak henti-henti memperhatikan setiap sudut ruangan. Apartemen ini sangat mewah menurut mereka, beda jauh dengan rumah mereka di kampung.
"Apa Bibi dipecat gara-gara terus di rumah sakit jagain Sisi?" bocah itu tampak merasa bersalah.
"Tidak sayang," sahut Dilan. "Bibi berhenti karena uangnya sudah banyak," bisik Dilan sambil tersenyum melirik Vani.
"Benarkah, Bi?" Wajah Sisi langsung berseri-seri.
"Jangan dengarkan Daddy, dia hanya becanda."
"Yah...Sisi pikir beneran," gadis kecil itu kembali lemas.
"Pingin banget emang, Bibi punya banyak uang?" tanya Dilan.
"Hem, iya," sahut Sisi sambil mengangguk.
"Kenapa?" tanya Dilan.
"Biar Sisi bisa segera ke makam Ayah." Hati Dilan langsung mencelos mendengar ucapan Sisi. Vani dan kedua orang tuanya mengalihkan pandangan kearah lain, bingung harus berkata seperti apa. "Kalau Bibi punya banyak uang, pasti tak sulit menemukan makam Ayah. Sisi ingin sekali ke makam ayah. Sisi mau ngasih bunga dan doain ayah." Dilan tak kuasa menahan air matanya. "Sisi juga pengen baca tulisan dinisannya. Ada nama Rania Azahra dinisan ibu. Nanti dimakam ayah, pasti juga ada namanya. Sisi pengen tahu siapa nama ayah Sisi."
mereka hrs menuai apa yg mereka tanam
tanpa tau kejelasan yg sesungguhnya ny.
kasihan Rani jd depresi gara2 ulah Ret o.
bersiap lah. karma menantiu Retno
kang Dilan..
Retno... apa yg kau tanam itu lah yg kau tuai
hanya Autor lah yg tau..
di biarin takot kena salahin di tolong takot si Dilan nyari kesempatan