NovelToon NovelToon
Cerita Dua Mata

Cerita Dua Mata

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Terlarang / Identitas Tersembunyi / Kaya Raya / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: R M Affandi

Sebelum Mekdi bertemu dengan seorang gadis bercadar yang bernama Aghnia Humaira, ada kasus pembunuhan yang membuat mereka akhirnya saling menemukan hingga saling jatuh cinta, namun ada hati yang harus dipatahkan,dan ada dilema yang harus diputuskan.

Mekdi saat itu bertugas menyelidiki kasus pembunuhan seorang pria kaya bernama Arfan Dinata. Ia menemukan sebuah buku lama di gudang rumah mewah tempat kediaman Bapak Arfan. Buku itu berisi tentang perjalanan kisah cinta pertama Bapak Arfan.

Semakin jauh Mekdi membaca buku yang ia temukan, semakin terasa kecocokan kisah di dalam buku itu dengan kejanggalan yang ia temukan di tempat kejadian perkara.

Mekdi mulai meyakini bahwa pembunuh Bapak Arfan Dinata ada kaitannya dengan masa lalu Pria kaya raya itu sendiri.

Penyelidikan di lakukan berdasarkan buku yang ditemukan hingga akhirnya Mekdi bertemu dengan Aghnia. Dan ternyata Aghnia ialah bagian dari...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R M Affandi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter Keempat Buku Itu

“Mata itu menipumu. Dia bisa menutup meskipun pikirannya sedang terjaga. Di dalam bayangan hitam yang dilihatnya, dia bisa melukis wajah yang ingin dipandanginya. Dan dunia baru akan terbentang luas dalam pejaman itu.”

Aliran darahku seakan berbalik arah. Jantungku berdebar-debar memandangi pesonanya. Bagai sekuntum mawar putih berkelopak mutiara yang disulami sinaran cahaya purnama, begitulah kulit putihnya di sentuh cahaya lampu berwarna kuning.

Hatiku bertanya-tanya, itu kah Rani Permata Sari? Dia kah gadis yang membalas pesanku selama ini? Perasaan berkecamukan di antara beragam pertanyaan. Haruskah kutemui gadis yang sungguh cantik ini? Pantaskah diri ini untuk mengenali? Mungkinkah ku kan kehilangan setelah pertemuan ini? Keinginanku yang sangat ingin menemuinya, bercampur dengan rasa takut yang tiba-tiba saja ada. Aku tak ingin tanamkan kekecewaan di hatinya karena telah menungguku, tapi aku juga takut menuai kepahitan bila dia tidak mau mengenalku lagi.

“Fan! Kok diam aja?” Andra menyentuh pundakku. “Aku rasa, cewek itu yang bernama Rani. Temuin dong!” ujarnya sambil menatap gadis itu.

“Aku rasa juga gitu Dra. Rumah ini sama persis dengan rumah yang diceritakannya. Dia bilang, dia juga mengenakan jilbab berwarna ungu malam ini.

“Pasti dia! Ayok!” ajak Andra merangkul bahuku.

“Aku takut Dra!” Aku menahan ajakannya.

“Takut kenapa? Orangnya cantik Fan, nggak kayak hantu!

“Karena cantik itulah aku jadi takut. Aku takut kalau dia bakalan berubah setelah pertemuan ini! Rasanya, aku terlalu banyak kekurangan.

“Jadi kamu minder..?

Aku mengangguk sambil sedikit tersenyum. Namun senyuman itu tidak memilik makna apapun, selain kebimbangan. Di saat itu, handphone di sakuku tiba-tiba bergetar. Aku mengeluarkan handphone Nokia milikku dari saku celanaku, dan ternyata itu panggilan dari Rani.

Aku mengabaikan panggilan itu, melihat ke arah Rani, dan ternyata ia juga sedang memperhatikanku di saat itu. Dari teras rumahnya, ia tersenyum kepadaku. Sepertinya dia sudah tahu kalau aku yang berada di luar pagar rumahnya.

Rani mengakhiri panggilannya, lalu sebuah pesan masuk ke handphoneku. “Kenapa Cuma berdiri di sana? Masuk aja, pagar itu nggak dikunci kok!” ucapnya dalam pesan itu. Aku tak punya pilihan lain setelah membaca pesan itu.

“Jika kamu pergi dari sini sebelum menemuinya, Rani akan kecewa Fan!” ucap Andra yang ternyata juga mengintip pesan itu.

Aku tak punya pilihan lain, selain menemui Rani saat itu. “Jikapun Rani kecewa setelah melihatku lebih dekat, setidaknya dia tidak kecewa karena sikapku yang pengecut,” pikirku saat itu.

Kaki mulai ku langkahkan dengan doa dan harapan, semoga ini bukan untuk yang pertama dan yang terakhir kalinya aku menatap wajahnya. Langkah demi langkah di antara bunga-bunga indah, membuatku semakin dekat dengannya, dan di ketika aku telah sampai di tepi beranda rumahnya, selintas senyuman terpercik dari bibirnya yang indah.

Kegalauan mulai memudar dan ketakutan terasa hambar saat sapaan manjanya menyambutku di teras rumah itu. “Kamu yang bernama Arfan kan?” Sambil tersenyum, Rani langsung menunjukku yang berdiri di samping Andra saat itu.

Aku tersenyum gelagapan. Senyumnya yang selalu membentuk cekungan di pipinya yang ranum, membuatku salah tingkah.

Keanggunan wajahnya yang teduh di bawah hijab, memancarkan rona ketenangan. Alisnya tebal dan terawat, memberikan bentuk yang menonjolkan matanya yang penuh ekspresi. Suaranya yang terdengar lembut, menyiratkan ketenangan dan rasa percaya diri. Kecantikannya juga dipenuhi aura keibuan yang ramah dan penuh kasih.

Malam itu menjadi malam yang sangat indah di sepanjang hidupku. Cerita dan canda tawa mewarnai pertemuan itu. Apa yang aku takutkan sebelumnya seakan hilang begitu saja. Temanku Andra menjadi saksi hidup betapa indahnya pertemuanku dan Rani di malam itu, hingga akhirnya kami harus terpisah oleh larutnya malam, dan aku kembali ke rumahku.

Di kamar tidurku, mata ini tak kunjung terpejam. Menatap layar handphone, membaca ulang satu persatu pesan dari Rani. Walau aku baru saja bertemu dengan Rani di malam itu, tapi hati ini terasa sangat merindukannya. Ada rasa yang sulit kutahan di malam itu. Dan sebuah pesan pun kemudian ku ketik untuknya.

“Rani! Bila malam telah memanggil pagi, ku ingin mendengar suaramu lagi. Bila bulan telah menepi, kuingin dirimu tetap di sini, di dalam hati ini. Bila bintang telah berganti dengan mentari, ku ingin dirimu tetap abadi. Dan bila dunia ini sudah tiada lagi, temuilah aku di surga nanti.”

Setelah mengirim pesan itu, aku tak ingat lagi entah kapan mataku mulai terpejam. Aku tersadar ketika handphone yang telah berada di sisi kiri kepalaku mulai bergetar. Dengan mata yang masih terasa berat, aku melihat handphoneku, dan ternyata itu pesan dari Rani.

Aku segera duduk ketika melihat notifikasi itu. Rasa kantuk yang tadinya masih terasa, seakan hilang begitu saja. Rasa senang dan cemas bercampur aduk di benak kepalaku.

“Mungkinkah Rani memarahiku karena mengirimkan kata-kata yang berbeda dari biasanya?” pikirku waktu itu. Dengan rasa khawatir dan sekaligus penasaran, ku paksakan diri membuka pesan itu.

“Haii Fan…! Udah bangun? Mentang-mentang hari minggu, jangan bangun kesiangan ya. Sholat shubuh dulu sana! Hehehe… makasih ya puisinya.” tulis Rani dalam pesannya.

Hatiku terasa jatuh di atas tumpukkan kapas yang lembut. Tiada lagi rasa kalut, dan ketakutan pun luput setelah membaca pesan darinya. Anggapan bahwa ia juga merasakan apa yang aku rasa, tumbuh seketika di saat itu.

Hariku semakin lebih berwarna, kegundahan telah jauh, dan perhatian Rani mulai semakin memanjakanku semenjak pagi itu. Pesanku dan pesannya datang silih berganti bagai ombak yang menepi. Waktu senggangku, selalu kuhabiskan bersama Rani lewat jaringan seluler. Hubunganku dengan Rani yang semakin dekat lewat pesan membuatku lupa dengan Vika. Semua tentang Vika, tak pernah lagi ku hiraukan. Hingga di senin pagi awal sekolah pekan itu,Vika menghadang langkahku menuju kelas.

“Fan, Aku ingin bicara,” Vika berdiri di depanku. Alisnya sedikit berkerut dengan mata yang tampak redup.

“Ada apa?

“Kenapa kamu nggak pernah balas pesan aku lagi? Aku nelpon berpuluh-puluh kali nggak pernah kamu angkat! Apa aku ada salah sama kamu?

“Kamu nggak ada salah kok! Aku lagi banyak kegiatan aja di rumah. Maaf ya?” jawabku beralasan.

“Sesibuk itukah sampai-sampai nggak bisa ngetik pesan untuk ngabarin kesibukanmu itu padaku?

Aku tak menemukan kata-kata untuk menjawab pertanyaan itu. Aku hanya bisa memandangi wajah Vika yang tampak lesu dan sedikit pucat. Ada kekecewaan yang mendalam tersirat dari sorot matanya yang sayu. Ingin rasanya aku mengatakan apa yang sebenarnya terjadi, namun wajah gadis manis di depanku itu, membuat hati ini tak tega sedikitpun. Perasaanku yang lemah telah terjebak dalam dua wajah.

“Ting…! Ting...! Ting…!” lonceng tanda masuk berdenting tiga kali. “Masuklah ke kelasmu. Nanti kita bicara lagi,” ucapku berjalan melewati Vika, menuju ke kelasku.

“Hari ini aku ulang tahun.” suara Vika terdengar serak.

Langkahku terhenti mendengar kata-kata itu. Ada hal besar yang telah kulupakan. Momen yang sudahku rencanakan dengan Vika sebulan yang lalu, tak ku ingat di hari itu. Kehadiran Rani benar-benar telah mengikis semua ingatanku tentang Vika. Dengan rasa bersalah yang teramat sangat, kuberbalik menatapnya, namun ia telah berlari ke dalam kelasnya.

Bersambung

1
Riani
lebih ke perasaan
wekki
semangat thor
Marissa
Rata-rata baca buku harian, tapi penasaran juga
Robi Muhammad Affandi: Terimakasihh dukungannyaa😁
total 1 replies
Marissa
ini cerita misteri apa cinta? /Grin/
Hietriech Ladislav
dah mampir nih 🫡 next mampir baca novel saya & beri komen
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!