Nalea, putri bungsu keluarga Hersa, ternyata tertukar. Ia dibesarkan di lingkungan yang keras dan kelam. Setelah 20 tahun, Nalea bersumpah untuk meninggalkan kehidupan lamanya dan berniat menjadi putri keluarga yang baik.
Namun, kepulangan Nalea nyatanya disambut dingin. Di bawah pengaruh sang putri palsu. Keluarga Hersa terus memandang Nalea sebagai anak liar yang tidak berpendidikan. Hingga akhirnya, ia tewas di tangan keluarganya sendiri.
Namun, Tuhan berbelas kasih. Nalea terlahir kembali tepat di hari saat dia menginjakkan kakinya di keluarga Hersa.Suara hatinya mengubah takdir dan membantunya merebut satu persatu yang seharusnya menjadi miliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss_Dew, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
“Aku tahu semua yang kau lakukan di luar sana. Dengan mudahnya kau menghilangkan nyawa orang. Jika bukan karena nama besar Mahaka, nama besar Simbah, kau pasti sudah mendekam di penjara seumur hidup!”
Kayzo diam, mengakui kebenaran itu.
“Kenapa kau keras kepala? Ini demi almarhumah ibumu, Kayzo! Dia dulu selalu berdoa agar kau menjadi pemimpin yang hebat, bukan preman jalanan! Jangan biarkan semua usaha dan doa ibumu diambil oleh cucu haram Mahaka!” pinta Pandu, nada suaranya penuh kepedihan. “Aku tahu Hansen licik. Dia dan Ayahmu sudah bersekongkol untuk menyingkirkanmu dan mengambil perusahaan. Hanya kau yang bisa menyelamatkan nama baik Ibumu.”
Air mata Kayzo tidak menetes, tetapi matanya memancarkan rasa sakit yang mendalam. Kata-kata kakeknya, yang membawa nama ibunya, selalu menjadi titik lemah Kayzo.
"Simbah sudah tua, entah sampai kapan Tuhan memberikan usia pada orang tua ini. Simbah tidak bisa selamanya melindungi kamu, Rey. Terlalu banyak orang di keluarga ini yang menginginkan menguasai kekayaan dan kekuasaan Mahaka." Pandu menerawang, bagaimana dia berusaha tetap kokoh meskipun banyak tekanan yang menginginkan posisinya saat ini.
Andai selama dua puluh tahun yang lalu dia tidak sibuk mengejar kejayaan, pasti Yudhis tidak akan tersesat dan Kayzo tidak akan dibesarkan dalam lingkungan yang keras, kejam dan tidak berperasaan. Tapi satu hal yang keturunan Mahaka butuhkan, sisi tegas dan kejam, hanya Kayzo Reynand yang memilikinya
"Meskipun ayahmu anak kandung Simbah satu-satunya tetapi dia tidak bisa mewarisi kekuasaan Mahaka. Ayahmu terlalu mudah tergoda dengan wanita. Mahaka tidak pernah tunduk di bawah kaki seorang wanita!" tangan Pandu kuat mencengkram tongkat kayu miliknya. Memikirkan Anak lelaki satu -satunya yang gila wanita, membuatnya merasa gagal mendidik ahli waris satu-satunya itu.
“Aku akan masuk, Simbah,” kata Kayzo akhirnya. “Tapi bukan sebagai CEO. Aku akan masuk sebagai pembersih. Aku akan membersihkan semua sampah yang ada di perusahaan dan di rumah ini. Beri aku waktu satu bulan untuk menyelesaikan urusanku. Setelah itu, aku akan datang.”
Pandu tersenyum lega. “Terima kasih, Nak. Lindungi dirimu. Kau satu-satunya yang tersisa dari darah murni Mahaka.”
Kayzo mengangguk, janji itu terukir dalam hatinya. Ia akan kembali, bukan sebagai Kayzo yang terbuang, tetapi sebagai Kayzo Renand yang akan merebut kembali semua yang menjadi haknya.
...************...
Sore menjelang. Udara di depan kediaman Hersa terasa sejuk setelah diguyur hujan ringan. Nalea teringat kebiasaannya di kehidupan lalu: merawat taman. Bunga mawar yang menjadi kesukaannya memang sudah ditanam di taman ini sejak dulu. Nalea mengambil selang air, menyirami beberapa semak mawar merah. Di kehidupan dulu, hanya di taman inilah ia merasa tenang, jauh dari tatapan menghakimi.
Nalea berjongkok, tangannya sibuk mencabuti rumput liar di antara tanaman. Wajahnya terlihat tenang, fokus pada pekerjaannya.
Azlan baru saja turun dari mobil sport-nya. Tekanan di perusahaan, yang kini dipenuhi kecurigaan dan rahasia, membuat kerutan di wajahnya semakin cepat muncul. Saat hendak melangkah masuk ke dalam rumah, Azlan melihat Nalea di taman.
Wajah Nalea yang tenang, diterpa cahaya sore, terlihat begitu cantik. Garis wajahnya memang sangat mirip dengan Mutiara, ibunya. Azlan merasa hatinya berdenyut melihat kemiripan itu. Namun, entah apa alasannya, Azlan belum bisa sepenuhnya menerima kehadiran Nalea dan menggantikan posisi Sisilia sebagai Nona Muda sejati keluarga Hersa.
Azlan berjalan menghampirinya, penasaran dengan apa yang Nalea lakukan.
“Nalea, kenapa kau berkotor-kotoran di sini?” tanya Azlan, nadanya terdengar seperti teguran, bukan sapaan.
Nalea mendongak sekilas, lalu kembali fokus mencabuti rumput. “Aku hanya membersihkan, Kak. Bunga-bunga ini butuh dirawat.”
Azlan melihat sekeliling. Matanya tertuju pada sebuah batang kayu panjang yang digunakan untuk menyangga tanaman mawar yang terlalu tinggi. Batang kayu itu terlihat reyot dan mengganggu pemandangan.
Azlan mencabut batang kayu panjang itu dari tanah. “Ini mengganggu. Aku buang saja.”
Srak!
Saat Azlan memegang batang panjang itu, tubuh Nalea yang sedang berjongkok tiba-tiba bergetar hebat. Matanya membelalak. Pandangannya tidak lagi melihat Azlan di masa kini, tetapi kembali ke memori brutal dua tahun lalu, saat Azlan yang marah memukulnya. Rasa takut dan trauma menyeruak, menguasai kesadarannya.
Batang kayu yang sama. Kak Azlan akan memukulku!
Nalea tanpa sadar menjatuhkan selang air dan merangkak mundur, kedua tangannya terangkat menutupi kepalanya.
“Ampun, Kak! Ampun!” Nalea berteriak, suaranya tercekat dan dipenuhi kepanikan yang sesungguhnya.
“Sakit, Kak! Sakit! Jangan pukul lagi!”
Nalea benar-benar terjebak dalam ketakutannya. Air mata panas mengalir deras di pipinya.
“Iya, Lea salah! Lea nggak akan mengulanginya!” isak Nalea, tubuhnya meringkuk seperti anak kecil. “Ampun, Kak, ampun! Jangan pukul lagi, sakit, Kak Azlan!”
Azlan terkejut sekaligus panik luar biasa. Ia melihat Nalea, adiknya, meringkuk ketakutan di tanah, padahal dia tak melakukan apapun. Azlan segera melemparkan batang kayu itu jauh-jauh.
“Nalea! Ada apa? Aku tidak melakukan apa-apa!” Azlan berlutut di depannya. “Hey! Lihat aku! Bangun!”
Air mata Nalea membasahi tanah, dan rintihannya membuat hati Azlan berdenyut kesakitan. Azlan bingung, mengapa Nalea bereaksi seperti itu.
“Ampun, Kak! Nalea janji tidak akan nakal lagi! Nalea akan menjadi gadis yang baik dan patuh!” Nalea terus merengek, memohon ampun pada Azlan dari masa lalu.
Naluri kakak tertua dalam diri Azlan tiba-tiba mengalahkan semua prasangka. Ia melihat adiknya yang rapuh dan terluka. Tanpa berpikir panjang, Azlan mendekat dan memeluk tubuh Nalea yang bergetar hebat.
“Tenang, Lea. Tenang. Aku tidak akan memukulmu. Sudah, tidak ada yang akan memukulmu,” bisik Azlan, suaranya lembut.
Pelukan Azlan terasa hangat dan asing. Nalea, yang tenggelam dalam trauma, perlahan mulai tenang karena kehangatan pelukan itu. Ia mencengkeram erat jaket Azlan.
Azlan ingin melepaskan pelukan itu, merasa canggung. Tetapi reaksi tubuhnya mengkhianatinya. Ia merasa ada ikatan yang tidak bisa ia tolak, ada kehangatan yang tulus dari adiknya.
Apa yang salah dengan anak ini? Kenapa dia takut sekali pada batang kayu? Seolah-olah aku akan memukulnya saja.
Saat Azlan masih memeluk Nalea, pintu utama rumah terbuka. Sisilia baru saja muncul dan melihat adegan itu. Mata Sisilia membesar, wajahnya seketika berubah masam dan dipenuhi kecemburuan yang mendalam.
Kak Azlan! Dia memeluk anak liar itu!
Sisilia merasa cemburu. Kecemburuan kasih sayang kakaknya direbut oleh Nalea, yang dianggapnya hanya pengganggu.
“Kak Azlan! Apa yang kamu lakukan?” teriak Sisilia keras, suaranya penuh kemarahan.