Tutorial membuat jera pelakor? Gampang! Nikahi saja suaminya.
Tapi, niat awal Sarah yang hanya ingin membalas dendam pada Jeni yang sudah berani bermain api dengan suaminya, malah berakhir dengan jatuh cinta sungguhan pada Axel, suami dari Jeni yang di nikahinya. Bagaimana nasib Jeni setelah mengetahui kalau Sarah merebut suaminya sebagaimana dia merebut suami Sarah? Lalu akankah pernikahan Sarah dengan suami dari Jeni itu berakhir bahagia?
Ikuti kisahnya di dalam novel ini, bersiaplah untuk menghujat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lady ArgaLa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 35.
Waktu berlalu tanpa di sadari, Sarah sendiri sekarang bagaikan mimpi bisa berada di posisinya sekarang.
Lamaran dari Axel yang tiba-tiba itu langsung di terima oleh ayahnya bahkan tanpa protes sedikit pun darinya. Sarah sendiri pun bingung, kenapa dia tidak menolak dan langsung menurut saja? Apa itu tandanya kalau perkataannya dulu mulai menjadi kenyataan, karna yang di rasakannya setiap dekat dengan Axel memang hanya perasaan senang dan berdebar.
"Sayang, apa kau sudah bersiap?" Nyonya Ellen masuk ke dalam kamar Sarah yang pintunya tak tertutup rapat.
Sarah tersentak, dia baru ingat kalau hari ini adalah hari dimana Axel akan datang bersama orang tuanya untuk meresmikan lamaran mereka sekaligus menentukan tanggal pernikahan.
"Kenapa jilbabnya masih belum di pakai?" Nyonya Ellen mengambil sebuah jilbab voal cantik yang tergeletak rapi di atas tempat tidur.
Sarah belum memakainya karna selama ini belum terbiasa, Sarah selalu menggerai rambut indahnya jika hendak keluar kemana pun. Dan ini untuk pertama kalinya Nyonya Ellen memintanya berhijab.
"Tapi, Mom. Apa ... Sarah pantas?" cicit Sarah sambil memindai wajah ayunya di cermin besar di hadapannya.
Nyonya Ellen mendekat sambil tersenyum. "You're so pretty, honey? kenapa harus takut?"
"Sarah ... hanya ... merasa belum pantas," desah Sarah.
Nyonya Ellen memegang bahunya dan menyampaikan jilbab yang sudah dia bentuk segitiga itu ke atas kepala putrinya.
"Lihat, betapa cantiknya dirimu, Sayang. Bahkan Momy rasa semesta pun menginginkan kamu untuk mengenakannya."
Sarah tertegun sesaat melihat kepalanya yang kini tertutup hijab cantik itu walau belum sepenuhnya. Terlihat cantik, indah dan ... mulia.
"Cocok kan? Ya sudah, kamu siap-siap ya. Momy mau ke bawah dulu mengecek persiapannya. Jangan terlalu lama ya, Sayang. Uncle bilang mereka sudah di perjalanan." Nyonya Ellen berlalu dan menutup pintu kamar Sarah rapat.
Sarah masih setia menatap pantulan wajahnya di cermin, hatinya menghangat dan rasa nyaman perlahan menelusup kalbunya.
"Bismillah," gumam Sarah sambil mengambil jilbab itu, dan mengenakannya.
****
Tok
Tok
Tok
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam," sahut Nyonya Ellen yang tengah menata hidangan di atas beberapa piring dan nampan, gegas di menuju pintu depan karna yakin yang datang adalah keluarga keponakan jauhnya, yang sebentar lagi akan menjadi besannya. Insyaallah
Ceklek
Pintu besar itu terbuka, dengan wajah sumringah Nyonya Ellen menyambut keluarganya itu dan mempersilahkan mereka semua masuk.
"Alhamdulillah, akhirnya kalian sampai." Tuan Bryan datang dari lantai atas dan gegas menghampiri mereka dan berjabat tangan serta berpelukan sekilas.
"Saya benar-benar tidak menyangka, Kak. Kalau ternyata perempuan yang ingin di persunting putra kami itu adalah si Sarah." Sonia berucap sambil duduk di sisi Axel yang kini tampak gagah memakai jas warna hitam dengan dalaman nude, senada dengan gaun yang di kirim Sonia untuk Sarah.
"Iya, Kakak juga masih berasa mimpi rasanya. Rupanya jodoh mereka nggak jauh-jauh, cuma ya itu ... harus sama-sama gagal dulu," sahut Nyonya Ellen sambil beranjak untuk memanggil Sarah.
"Sebentar ya, saya panggilkan Sarah di atas."
Mereka menunggu dengan tak sabar, terlebih Axel yang kini tampak berkeringat padahal ruangan tersebut ber AC dan lumayan sejuk.
"Jangan tegang, Son. Percayalah putra Papa ini yang paling mempesona," bisik Andrew menenagkan Axel yang tampak tegang.
.
Axel menoleh sekilas dan tersenyum masygul. Walau di hibur bagaimana pun yang namanya nervous ya tetep nervous.
Tak butuh waktu lama, suara sepatu kaca yang beradu dengan lantai marmer terdengar santer dari lantai atas.
Sontak semua mata memandang kearah sumber suara, dimana Sarah tengah berjalan turun dengan di bimbing sang ibu.
"Subhanallah," gumam Axel tertegun, matanya tak lepas menatap ke arah Sarah yang terlihat begitu anggun dengan gaun dan hijab berwarna senada.
"Ternyata ada yang lebih mempesona dari kamu, Nak." Andrew kembali berbisik di telinga Axel, dan kali ini Axel mengangguk setuju.
"Ekhem! Apa kalian sudah selesai mengagumi hasil cetak pabrik saya?" celetuk Tuan Bryan sembari mengambil tangan Sarah dan membimbingnya duduk di sisinya.
Axel tampak salah tingkah dan berulang kali memperbaiki posisi duduknya yang serba salah. Sarah yang tak sengaja melihatnya pun turut tertunduk malu, jantungnya kini serasa akan berpindah tempat ke lambung saking kencangnya detakkannya.
"Baiklah." Andrew sebagai kepala keluarga pihak laki-laki mulai membuka acara. "Kedatangan kami ke sini hari ini, membawa niat baik yang semoga juga bisa di terima dengan baik oleh Tuan Bryan sekeluarga. Saya di sini sebagai ayah kandung dari anak saya Axel, ingin meminang atau melamar putri dari Tuan Bryan untuk menjadi istri dari putra saya."
Mereka mendengarkan apa yang di sampaikan Andrew dengan seksama, saat tiba gilirannya menjawab, Tuan Bryan malah memegang erat tangan Sarah yang terasa dingin di telapak tangannya.
"Bagaimana, Nak? apa kamu bersedia?" tanya Tuan Bryan yang kali ini akhirnya memberikan hak keputusan ke tangan Sarah.
Sarah semakin memperdalam kepalanya menunduk, karna saat ini wajahnya bersemu merah kembali dan terasa panas.
"I- iya, Sarah bersedia, Dad."
"Alhamdulillah," seru mereka bersamaan, setelahnya Andrew mengkode Axel untuk memakaikan cincin yang sudah mereka persiapkan ke jari manis Sarah.
Dengan malu-malu Sarah menerima saar Axel mengambil tangannya dan menyematkan cincin bermata berlian cantik di jari manisnya, lalu setelahnya Sarah bergantian menyematkan cincin dengan model yang sama ke jari manis Axel. Mereka beradu pandang sesaat, sama-sama, tidak menyangka kalau ucapan mereka beberapa bulan lalu dan ucapan Axel beberapa hari lalu langsung menjadi kenyataan.
"Baiklah, prosesi tukar cincin sudah selesai. Sekarang mari kita bahas untuk tanggal pernikahannya, bagaimana menurut kakak?" tanya Andrew menyerahkan keputusan ke tangan keluarga mempelai wanita.
Tuan Bryan mengetuk dagunya yang lancip. "Sepertinya lebih cepat lebih baik, dengan begitu kita juga bisa lekas punya cucu kecil bukan?"
Mereka tertawa namun tidak dengan kedua calon pengantin yang semakin tampak malu-malu.
"Yaya, Kakak benar. Sepertinya dua minggu lagi itu waktu yang cocok," ujar Andrew pula.
Sonia menyela. "Dua minggu apanya? kalian laki-laki memang hanya memikirkan diri sendiri, padahal sudah jelas waktu itu tidak cukup untuk Sarah perawatan supaya saat acara pernikahan dia bisa kelihatan pangling dan jadi yang paling cantik."
Para ayah itu menggaruk tengkuknya sendiri, memang jika sudah berhadapan dengan wanita maka mereka tidak akan bisa menang.
"Ya sudah, kalau begitu lebih kalian saja yang berembuk untuk waktunya. Kami akan mengikuti saja," tukas Tuan Bryan menengahi, lalu mengajak Andrew dan Axel untuk menikmati hidangan yang tersaji.
Sedang para Nyonya itu mulai duduk berdekatan dan berembuk ria tentang kapan dan apa saja yang di perlukan untuk pesta pernikahan mewah anak-anak mereka.
"Haduh, alamat nggak bisa keluar rumah lagi ini sih," desah Sarah sambil menekan pelipisnya.