MEMBALAS GUNDIK SUAMIKU
Apa yang akan kamu lakukan jika mendapati suamimu berselingkuh dengan wanita lain?
Marah?
Mengamuk?
Menangis?
Atau menghajar si pelakor?
Sudah biasa bukan? Lalu bagaimana kalau membalas si pelakor dengan turut merebut suaminya?
****
Suasana malam yang dingin, di tambah derasnya hujan dan guntur yang bersahut-sahutan. Namun hal itu tidak menyurutkan semangat dua sejoli yang tengah asik memadu kasih di sebuah kamar hotel melati, dengan jendela yang mereka biarkan terbuka membuat angin dingin menerpa kulit polos mereka.
"Auh ... kau selalu luar biasa, Mas. Andai saja aku menemukanmu lebih dulu ketimbang wanita culun itu," tukas si wanita yang tengah menikmati serangan dari si pria, dari bibirnya yang berhenti keluar suara lenguhan aneh seakan apa yang sedang mereka lakukan begitu menyenangkan, dan dia menikmatinya ... tentu saja.
"Sabarlah, Jen. Setelah nanti aku bisa mendapatkan semua harta warisan istriku tentu aku akan menikahimu dan menyingkirkan suami payahmu itu." Si pria bergerak semakin liar mengejar puncaknya sendiri.
Jeni yang membelakangi si pria dan bertumpu pada dinding tampak mendongakkan kepalanya, menikmati pelepasan yang entah sudah ke berapa kalinya mereka dapati malam ini.
"Lalu kapan warisan si culun Sarah itu akan turun, Mas? Aku bosan setiap hari hanya mendengar janji manis mu saja. Sedangkan di rumah aku masih harus melayani seorang suami miskin yang bahkan untuk membeli ****** ******** sendiri pun tak mampu," rutuk Jeni sambil bergerak menuju kamar mandi untuk membersihkan sisa-sisa percintaan panas mereka.
Pria itu, sebut saja namanya Bima. Mengikuti langkah Jeni ke dalam kamar mandi dan memeluknya dari belakang, menikmati kucuran air hangat dari shower di atas kepala mereka bersama.
"Mas mohon sabarlah sedikit lagi, Sayang. Hanya sebentar, dan setelah itu akan Mas pastikan kamu akan selalu di limpahi harta dan kebahagiaan. Pegang janji Mas."
Wajah Jeni yang semula tertekuk kini mulai tersenyum, dengan memutar kepalanya ke belakang dia mencuri sebuah kecupan ringan di rahang kokoh selingkuhannya itu.
"Hah, kau memang meresahkan, Sayang. Lihat, dia baru saja tertidur dan kecupan mu membangunkannya lagi. Untuk itu aku menuntut tanggung jawab kembali."
Jeni tergelak saat Bima mengangkat tubuhnya masuk ke dalam bathub, dan melanjutkan lagi kegiatan panas mereka di sana.
Tanpa mereka sadari beberapa cahaya merah kecil berkedip di beberapa titik, merekam semua kegiatan panas mereka malam ini.
****
"Lembur lagi, Mas?" sambut Sarah pada Bima yang baru saja pulang saat jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari, wajahnya tampak lelah dengan baju yang sebagian besar basah entah oleh air hujan yang sejak tadi turun deras atau basah karna hal lain.
"Iya, kejar setoran supaya bisa nafkahin kamu dan kita nggak kelaparan." Bima nyelonong masuk begitu saja tanpa menghiraukan uluran tangan Sarah yang hendak mencium tangannya.
Sarah memandangi tangannya yang mengambang di udara, sebentar kemudian tampak rahangnya mengatup dengan tatapan tajam di layangkan ke arah suaminya.
Bima yang tengah sibuk membuka dasinya menoleh saat tak melihat Darah mendekat dan menyiapkan sesuatu untuknya, sedangkan perutnya kini sudah sangat lapar karna olahraga malamnya dengan sang gundik.
"Kamu ngapain pake bengong di situ? Nggak liat suami baru pulang bukannya di siapin apa kek? Aku laper tau nggak?" bentak Bima kesal.
Sarah menggeragap dan bergegas cepat menuju makan setelah meletakkan tas kerja suaminya di sofa.
"Ta- tapi ... di rumah cuma ada mie instan sama telur doang, Mas. Tadi aku telpon-telpon kamu buat nitip makanan tapi kamu nggak angkat," ujar Sarah menjelaskan dengan sesopan mungkin.
Bima yang sebelumnya sibuk memainkan ponselnya untuk berbalas pesan dengan Jeni kini mengangkat wajahnya dan memberi tatapan tajam pada Sarah.
"Apa kamu bilang? Mie instan? Sama telur? Kamu pikir aku anak esde di kasih makan itu doang terus kenyang? Lagi pula kenapa nggak belanja dari siang sih kalo tau bahan makanan habis? Apa aja kerjamu di rumah sampe harus nunggu aku pulang dulu baru bilang? Kamu tau nggak aku kelaparan sekarang?" hardik Bima sambil menggebrak meja.
Sarah terjingkat saking terkejutnya, kepalanya menunduk dalam tak berani menatap wajah Bima yang sedang di kuasai emosi.
"Ma- maaf, Mas. Hari ini aku ...."
"Halah udahlah nggak usah alasan aja kamu! Aku tau kerjamu di rumah pasti cuma malas-malasan sambil scroll sosmed kan? Jangan mentang-mentang orang tuamu kaya jadi kamu bisa seenaknya ya, Sarah! Bahkan kalau nggak ada aku sekarang mungkin sekarang perusahaan orang tua kamu itu udah bangkrut!" maki Bima memotong ucapan Sarah.
"Astaghfirullah, Mas! Aku nggak kayak gitu!" bantah Sarah membela diri.
Bima meraup wajahnya kasar. "Iya kamu nggak bisa kayak gitu karna orang tuamu itu pelit! Jangankan sama aku menantunya yang udah kerja bertahun-tahun di perusahaan mereka, sama kamu yang anaknya sendiri aja mereka perhitungan dengan cuma ngasih kita uang bulanan sepuluh juta! Mereka pikir aku kerja di sana itu suka rela? Bisa-bisanya aku cuma di gaji setara direktur biasa. Padahal aku juga kan menantu mereka!"
"Jadi sekarang, aku nggak mau tau! Kamu siapin makanan enak buat aku! Aku nggak peduli kamu mau beli atau masak atau apalah pokoknya aku mau ada makanan enak di depan aku, SEKARANG!" bentak Bima tak berperasaan, bahkan lagi-lagi meja yang tak bersalah itu menjadi sasaran gebrakannya.
Sarah gemetar, hatinya serasa di cabik-cabik mendengar bentakan demi bentakan yang di layangkan Bima padanya. Padahal dahulu Sarah bersikeras hendak menikah dengan Bima yang hanya karyawan biasa di kantor sang Papa karna kelemah lembutan Bima padanya.
" Ta- tapi, Mas. Ak- aku ... aku udah nggak pegang uang lagi, Mas. Sisa uang tempo hari kan kamu minta yang kata kamu buat modal usaha," desis Sarah lirih.
Bima menatap Sarah berang. "Jadi kamu mulai perhitungan sama aku? Aku ini suami kamu loh, Sarah. Dan aku mulai usaha itu juga supaya bisa menafkahi kamu! Masa begitu juga kamu ungkit-ungkit? Kamu nggak ikhlas bantuin aku?"
Sarah menggeleng pelan, dia tak tahu kalau sebenarnya uang yang di pinjam oleh Bima yang di katakan untuk membuka usaha baru itu sudah di habiskan oleh Jeni untuk berfoya-foya.
Karna sudah kelaparan sekali dengan berat hati Bima merogoh kantongnya dan mengeluarkan selembar lima puluh ribuan dari sana.
"Ini, kamu pergi sekarang cari makanan buat aku. Aku nggak mau tau dalam setengah jam kamu harus sudah ada lagi di sini, aku sudah lapar dan aku nggak mau nunggu lama."
Sarah menerima uang itu dan menatapnya lama.
"Tapi, Mas. Ini sudah hampir setengah empat pagi, dimana ada penjual makanan yang masih buka?"
Bima berdiri dengan kekesalan semakin kentara di wajahnya.
"Ini ada isinya kan?" Bima menunjuk kepala Sarah dengan telunjuknya. "Kamu pikir sendiri! Aku nggak mau tau, pokoknya setengah jam lagi harus sudah ada makanan di sini. Atau kamu rasakan sendiri akibatnya nanti."
Bima berjalan menjauh meninggalkan Sarah menuju kamar mereka.
Sarah yang mengamati kepergian suaminya tersenyum miring saat tubuh sang suami sudah hilang di balik pintu kamar.
"Kamu tunggu saja pembalasanku, Mas."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
himawatidewi satyawira
uwow..10 jt per bln kurang? trs minta digaji lbh dr direktur? pny keahlian apa lo bim? prestasi dulu br nyinyir..kali aja mertua lo tahu kemampuan lo dibwh rata" tp krn anknya bucin akhirnya lo terpaksa diksh kerjaan di sono..#lanang kok hobine main pompa ban jg hobi nyelup sih?
2023-08-22
1
himawatidewi satyawira
ato sdh pelan" dibikin bank rut ma km bim?🤔
2023-08-22
0
Joshie
Baru bab 1 udah dibikin kesel sama Bima
2023-06-16
0