Seorang laki-laki muncul di hadapan Ajeng. Tidak amat tampan tetapi teramat mapan. Mengulurkan keinginan yang cukup mencengangkan, tepat di saat Ajeng berada di titik keputus-asaan.
"Mengandung anaknya? Tanpa menikah? Ini gila namanya!" Ayu Rahajeng
"Kamu hanya perlu mengandung anakku, melalui inseminasi, tidak harus berhubungan badan denganku. Tetap terjaga kesucianmu. Nanti lahirannya melalui caesar." Abimanyu Prayogo
Lantas bagaimana nasab anaknya kelak?
Haruskah Ajeng terima?
Gamang, berada dalam dilema, apa ini pertolongan Allah, atau justru ujian-Nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Abi jelas dibuat pusing dengan tingkah istri pertamanya apabila memang benar. Tidak ingin menelan mentah-mentah dari keduanya. Pria itu pun bersikap lebih tenang, namun tetap mencari bukti yang akurat.
"Anto, kamu cari tahu tentang kejadian kecelakaan kurang lebih sepuluh bulan lalu dengan korban atas nama Hanan di jalan baru," ucap Abi dengan lawan bicaranya di telepon.
Pria itu benar-benar harus mendapatkan informasi sedetail itu untuk mengungkap suatu kebenaran. Kalau memang Vivi bersalah, sudah sepantasnya bertanggung jawab.
"Baik Tuan," jawab Anto cepat.
Mencari informasi di lapangan dengan dibantu ahlinya. Tentu saja pria itu rela membayar mahal atas apa yang diinginkan.
Biarkan orang-orangnya yang bekerja, dia terlalu sibuk memikirkan apa yang saat ini menjadi prioritasnya, yaitu Ruby. Kemarin gagal membawanya pulang dan tidak balik lagi ke rumah sakit tentu membuatnya rindu ingin bertemu dengan bayi mungil itu.
Abi pun siang itu mendatangi rumah sakit. Ingin menjenguk putrinya sekaligus melihat keadaan Ajeng setelah percekcokan sengit kemarin dengan adiknya.
Sayang sekali ketika Abi sampai di rumah sakit, pria itu dibuat speechless dengan berita kepulangan istri dan anaknya yang sama sekali tidak terbagi informasinya padanya. Jelas saja itu membuatnya marah dan murka atas ketidak terbukanya perempuan yang masih sah menjadi istrinya itu.
"Dok, kenapa pasien di kamar tiga puluh sembilan sudah berganti orangnya? Ke mana pasien atas nama Ajeng?" tanya Abi resah mendapati kamar inap Ajeng sudah kosong ditempati orang lain.
Ajeng tidak ada, otomatis Ruby pun anaknya dibawa, dan ini semakin membuat Abi tidak tenang ditambah menghubungi ponsel Ajeng maupun Hanan tidak ada jawaban.
"****! Kamu benar-benar melakukan perlawanan, ke mana pun kamu pergi membawa anak aku, pasti aku kejar!" umpat Abi jelas semakin kacau.
Pria itu mencoba tenang, langsung bertolak ke rumahnya yang dihuni Ajeng dan dirinya jika tengah berkunjung. Rumah itu kosong, bahkan beberapa barang Ajeng sudah tidak ada di sana, membuat pikiran negatif langsung bersarang di otaknya.
Sebuah kertas bertuliskan tangan Ajeng teronggok di nakas. Abi menyambarnya dengan hati bertalu-talu.
...***...
..."Waktuku sudah habis di sini, aku cukup tahu diri sesuai dengan apa yang telah kita sepakati, tapi tidak dengan Ruby, semua telah gugur karena istrimulah penyebab kecelakaan itu....
...Aku tidak tahu apakah kamu terlibat atau tidak, seingatku kamu tiba-tiba datang begitu asing sempat membuatku bertanya-tanya. Demi Allah, aku sangat terluka dengan apa yang telah terjadi, hingga hari ini masih belum percaya ada orang yang tega memanfaatkan kami....
...Aku harap, kamu menceraikan aku secara makruf, aku hanya ingin kembali tenang bersama adikku dan juga anakku. Jangan khawatir, walaupun aku tidak sekaya dirimu, aku akan memberikan kehidupan yang layak dan baik untuk Ruby....
...Maafkan aku yang terpaksa egois, karena menyangkut darah dagingku sendiri, aku akan memperjuangkannya sampai napasku berakhir. Kamu bisa menjenguknya, ataupun memeluknya, aku tidak sekejam yang kamu kira, tetapi aku tidak mengizinkan kamu memilikinya. Semoga kamu dan Vivi bisa paham dan dapat menjadikan pelajaran, bahwa hidup ini bukan atas kendali kalian. Tetapi atas izin Tuhan, dan semua yang tak lazim akan mendapatkan apa yang mereka tanam."...
...***...
Sepenggal kertas tulisan tangan itu cukup mewakili risalah hati perempuan itu. Tentu saja Abi tidak rela harus berpisah dengan anaknya, apalagi anak yang sudah ia nantikan sejak lama. Pria itu bisa-bisa gila mendapati kehilangan putrinya.
Dengan langkah lebar menuju parkiran mobilnya. Rasa rindu dan takut kehilangan dengan putrinya jelas membuatnya rapuh. Seorang ayah yang baru saja sekejap merasakan bahagia, dan ia tidak sanggup bila harus dipisahkan sementara kehadirannya begitu dinanti.
Abi pulang dengan langkah lesu, seakan separuh hatinya menghilang. Tidak ada semangat hidup untuk mengais secercah harapan.
Sebenarnya pasti tidak cukup sulit bagi Abi menemukan istri dan anaknya. Hanya saja pria itu mendadak kacau luar biasa.
"Mas, dari mana aja sih, aku datang ke kantor tidak ada. Ibumu datang ke rumah, bikin pusing aja!" serbu Vivi mengomel. Benar-benar tidak paham dengan situasi dan kondisi saat ini dengan perasaannya.
"Kamu bilang ibuku merepotkan, apa selama ini kamu tidak lebih merepotkan!" bentak Abi murka mendapati celotehan istrinya.
"Kamu kenapa sih marah-marah gitu, aku hanya sedang kesal," ucap Vivi seakan tak mau tahu.
Abi memijit pelipisnya yang makin berdenyut, bagaimana bisa ia tidak paham sedikit saja tentang kegundahan hatinya. Minimal ditanya dengan baik dan bijak.
"Ajeng membawa kabur Ruby," ucap Abi tertunduk lesu.
"Hah! Apa maksudnya? Mereka kabur dari rumah sakit? Berani sekali dia, emang sangup membiayai hidup untuk anak dan adiknya. Sombong sekali!"
"Ini semua gara-gara kamu, gara-gara kamu rencana kita berantakan. Aku bahkan terpisah dengan anakku!" bentak Abi emosi.
"Kamu masih nyalah-nyalahin aku? Udah jelas nggak ada buktinya, seharusnya kamu tuntut dia dong, Mas, terus ambil anak kita."
"Hanan itu yakin sekali pelakunya kamu, atau jangan-jangan memang benar makanya pemuda itu sama sekali tidak gentar saat aku mau mengambil Ruby."
"Terserah, percaya ataupun tidak, aku lebih pusing kalau sampai dua minggu ini Ruby belum kamu ambil, dan ibumu sudah rempong mengajakku chek up. Bagaimana kalau kita sementara adopsi anak dulu, atau pinjam bayi siapa."
"Gila kamu ya! Aku tidak mau selain anakku, dan aku lebih baik kehilangan kamu dari pada anak aku!"
"Mas, nggak usah nunjuk-nunjuk gitu dong, lagian usulanku ini cuma sementara, sebelum Ruby benar-benar kamu ambil."
"Kamu terlalu menganggap semuanya enteng, nikmati saja akibatnya dari segala ulahmu."
"Apa sih, heran dikasih solusi aja ribet bener. Mau Ruby, atau anak orang lain juga sama, semua bukan anak aku," geram Vivi emosi. Jelas perempuan itu merasa terpojokkan.
Sementara Ajeng dan Hanan terpaksa menyewa rumah kontrakan sederhana guna untuk menghindari gosip tetangga yang nantinya pasti akan bertanya-tanya tentang baby Ruby. Demi kenyamanan bersama, Hanan pun mengantisipasi hal itu, apalagi kakaknya belum pulih benar pasca operasi. Tentu saja harus mendapat kenyamanan batin dan raga.
"Untuk sementara kita tinggal di sini dulu Kak, walaupun mungkin cepat atau lambat ayah Ruby akan menemukan kita," ucap Hanan sore itu usai beberes.
"Iya, pasti tidak sulit untuk Mas Abi menemukan kami lewat kekuatan uangnya. Tapi, setidaknya aku tetap bersama Ruby, aku hanya takut pria itu benar-benar akan mengambilnya."
"Itu semua tidak akan terjadi, aku jaminannya kalau mereka sampai bawa Ruby, aku yang akan mengejarnya sampai ke ujung dunia pun. Ruby anak kakak, tidak boleh ada yang mengusiknya."
.
TBC
.
Teman-teman sambil nunggu novel ini up, mampir di karya temanku yuk ...!"
🤔🤔🤔
Yang datengnya barengan sama Abi?? 🤔🤔
ceritanya menarik tp bahasanya msh agak kaku antara kakak dgn adik