Nadia melihat secara langsung perselingkuhan sang suami. Dan di antara keterpurukannya, dia tetap coba untuk berpikir waras.
Sebelum mengajukan gugatan cerai, Nadia mengambil semua haknya, harta dan anak semata wayangnya, Zayn.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim.nana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Bab 6
Nadia seketika mundur selangkah, kedua kakinya terasa gemetar.
Dia tidak bisa menghindari takdir, kapan pun itu pasti akan terjadi kejadian seperti ini. Saat dia dipertemukan dengan pria badjingan dan wanita murahhan itu.
Menjijikkan.
Terlebih saat Nadia tahu, bahwa tas yang di pakai oleh Nadia saat ini adalah tas pemberian sang suami. Dia sempat melihat foto tas itu di ponsel Aslan. Tas yang dia kira awalnya untuk dia.
Raut wajah pias yang tergambar di wajah Nadia mampu Steve lihat, di dalam ruangan itu dia sudah seperti pengamat.
Terlebih yang terkejut saat itu bukan hanya Nadia, tapi Aslan dan Cindy pun merasakan keterkejutan yang sama.
Bagaimana bisa Nadia ada disini?
Bagaimana bisa Nadia memakai kartu tanda karyawan perusahaan ini?
Bagaimana bisa?
Aslan hanya pergi selama 3 hari dan kini dia seperti melihat Nadia yang dikenalnya di kampus dulu. Begitu cantik dan penuh pesona.
"Saya permisi Tuan," ucap Nadia dengan suaranya yang lembut, menundukkan kepala sedikit dan segera berlalu dari sana.
Tersenyum sedikit ke arah Aslan dan Cindy kemudian keluar dari ruangan itu.
Deg!
Aslan tertohok hatinya, bagaimana bisa Nadia bersikap seperti itu? seolah mereka tidak saling mengenal.
"Aslan, kamu sudah kembali?"
Pertanyaan dari Steve membuat Aslan semakin ragu, padahal kakinya nyaris keluar ingin mengejar Nadia dan meminta penjelasan. Tapi di hadapan sang Direktur utama dia tak punya banyak kuasa.
"Iya Tuan, kami juga membawa hasil pertemuan itu," lapor Aslan.
Di luar ruangan ini, Nadia berulang kali menarik dan membuang nafasnya dengan kasar. Buru-buru dia berlari ke arah lift dan masuk ke dalam sana.
Ya Tuhan, tenangkan aku, tenangkan aku, jangan menangis, jangan takut, jangan lemah.
Kamu tidak salah Nadia, mereka lah yang menjijikkan, jangan Sudi menyerah di hadapan mereka. Jangan Sudi menurunkan harga dirimu di hadapan sampah.
Sebentar lagi, setelah beberapa sertifikat itu dibalik nama atas namaku, baru ajukan gugatan cerai.
Tunggu sebentar lagi, tunggu.
Nadia terus bicara di dalam hatinya, ingin tetap waras di keadaan yang sudah rusak ini.
Menangis pun tak ada gunanya, pria peselingkuh tidak akan pernah berubah. Memaafkan pun hanya akan membuat luka semakin lama pulih.
"Nadia, kamu kenapa? seperti dikejar setan," tanya Devi.
Nadia tersenyum kikuk.
"Wajah tuan Steve mengerikan sekali, sampai rasanya dia terus berdiri di belakang ku."
Devi tertawa, Nadia pun terkekeh pelan.
"Tapi tampan kan? sangat tampan malah, dia adalah pria paling tampan."
Nadia tersenyum kikuk, entahlah, belum ada ketampanan yang mampu dia lihat, tentang sang Direktur Utama yang dia ingat hanyalah kedua mata yang menatap tajam.
Belum ada 15 menit Nadia duduk di kursi kerjanya, wanita itu kembali dibuat terkejut saat melihat Aslan berdiri tepat di hadapan dia, mereka hanya terhalang oleh meja kerja.
Aslan menatap dia dengan tatapan yang entah, tapi seperti marah.
"Maaf Pak, ada yang bisa saya bantu?" tanya Nadia, dia benar-benar bersikap seolah tidak saling mengenal.
Selama ini Aslan pun tidak pernah memperkenalkan media pada semua rekan kerjanya. jadi tidak ada satupun yang tahu jika dia adalah istri dari sang manager.
Oh ada satu yang tahu, Cindy si wanita murahhan itu.
Tidak ingin membuat keributan di sini, jadi Aslan memerintahkan Nadia untuk datang ke ruang kerjanya.
"Datang ke ruangan ku, sekarang."