"Punya mata nggak?" mengabaikan permintaan maafnya, orang itu malah membentak. Ia menatap Rahma benci. "Kalo punya tuh dipake baik-baik, jangan asal nabrak aja." Pemuda berwajah rupawan itu mendengkus keras, kesal tentunya. "Dasar aneh," ucapnya lagi.
Ridho Ahmad Wibowo dari awal sekolah sangat tidak suka dengan gadis bernama Rahma. Bahkan tak segan-segan membully walaupun gadis itu tidak salah apa-apa.
Namun, takdir berkata lain dimasa depan ia malah menikahi gadis itu dengan perjuangan yang tak mudah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WidiaWati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Indra bolos
Di kediaman Rahma terlihat Rahma sedang asik belajar untuk persiapan ujian nasional nanti. Meskipun ujiannya masih beberapa bulan lagi, tetapi gadis ini sudah mempersiapkan semuanya.
Sekitar jam 9 malam gadis itu mengakhiri belajar dan segera tidur.
Basecame Geng Rasta
Anak-anak geng Rasta duduk bersantai di sebuah bangku panjang. Mereka duduk berjejer di sana. Ocehan dan tawaan terdengar di tempat itu.
Malam itu sang ketua tidak ikut serta di sana. Sang ketua yang bernama lengkap Ridho Ahmad Wibowo itu tidak hadir malam itu.
"Ketua kita kemana sih?" celoteh Fiko yang sudah menunggu-nunggu kedatangan sang ketua sedari tadi.
"Nggak tau. Palingan hari ini dia nggak ke sini," tebak Indra sambil melirik jam tangannya yang menujukan pukul 10 malam.
"Coba lo chat deh. Tanyain kenapa dia nggak kesini," ucap Dino pada Indra.
"Udah gue chat dari tadi tapi nggak dibales," sahut Indra sambil melihat layar ponselnya. Kali aja ada balasan dari ketuanya.
"Yaudah biarin aja. Mungkin dia udah tidur," timpal Tito.
Rumah Indra
Saat azan subuh pemuda yang bernama Indra tampak masih tertidur lelap.
"Hahaha rasain lo," gumamnya dengan mata tertutup.
BRUUKK
"Aduh sialan," umpatnya saat jatuh dari tempat tidur.
Indra membuka matanya. " Eh dimana gue? Si Doni sialan tadi kemana?"
Ia memutar kepalanya memperhatikan sekeliling. "Ini kan kamar gue. Ah ternyata itu semua cuma mimpi," ucapnya.
Indra berusaha berdiri. "Udah azan. Gue harus ke mesjid."
Pemuda itu pergi ke kamar mandi untuk berwudhu lalu pergi ke mesjid dekat rumahnya.
Beberapa saat kemudian Indra sudah pulang dari mesjid. Dia langsung masuk ke kamarnya dan bersiap untuk ke sekolah.
Indra berangkat menggunakan mobil hari ini.
Di perjalanan ke sekolah Doni dan teman-temannya sudah menunggu di jalan biasa Indra lewat.
Mereka menghalangi mobil Indra agar berhenti.
"Turun lo!" teriak Doni pada Indra yang masih di dalam mobilnya.
"Mau ngapain lo?" tanya Indra setelah turun dari mobilnya.
Doni tak menjawab, ia langsung menyuruh semua teman-temannya untuk menghajar Indra.
Tak butuh waktu lama Indra habis kena pukulan oleh anak-anak Ranjes. Sudut bibirnya keluar darah dan banyak memar di wajahnya.
Pemuda bernama Indra itu kini terkapar di jalan. Kepalanya pusing dan tiba-tiba saja padangannya berubah menjadi gelap, pemuda itu pingsan.
Doni dan teman-temannya meninggalkan Indra yang tergeletak di jalanan.
Di Rumah Sakit
"Eh dimana gue?" Indra baru saja sadar dari pingsannya. Ia memegangi kepalanya yang masih terasa sakit, memutar bola matanya memandangi sekeliling ruangan.
"Kamu udah sadar. Kamu sekarang berada di rumah sakit," ucap seorang gadis yang berada di ruangan itu.
"Lo siapa? Kok gue bisa ada di sini?" tanya Indra yang merasa aneh.
"Aku Nisa. Tadi aku temuin kamu pingsan di jalan lalu aku bawa kamu ke sini," jawab gadis yang bernama Nisa itu.
"Terima kasih," ucap Indra.
Gadis itu tersenyum. "Sama-sama," jawabnya.
Indra berusaha duduk meskipun kepalanya masih pusing. Ia memperhatikan gadis bernama Nisa itu.
"Lo sekolah di mana?" tanya Indra melihat gadis itu berpakaian seragam sekolah lengkap dengan kerudungnya.
"Aku sekolah di SMAN 8 Jakarta."
"Maaf ya. Pasti sekarang lo bolos gara-gara nolongin gue," kata Indra yang merasa bersalah terhadap Nisa.
"Nggak apa-apa. Kamu tenang aja aku tadi udah izin," ucap Nisa sambil tersenyum.
Nisa juga memiliki pribadi yang baik. Ia juga gadis sholehah walaupun wajahnya tidak cantik, namun banyak pemuda yang menyukai gadis itu karena kelembutan hatinya.
"Sekali lagi makasih lo udah nolongin gue," ucap Indra lagi.
Tak lama seorang dokter masuk ke dalam ruangan itu. Ia memeriksa keadaan Indra dan dinyatakan Indra sudah boleh pulang karena kondisinya sudah membaik.
Di sekolah
Sekarang jam menunjukan pukul 9.00. Seorang pemuda dengan seragam sekolah lengkap duduk sendirian. Ia menoleh ke bangku di sampingnya yang terlihat kosong. Bangku itu adalah bangku tempat duduk Indra sahabatnya dari kecil.
"Indra kemana ya? Apa dia bolos," batin pemuda itu.
Pemuda itu jadi tidak fokus memperhatikan buk Siska yang menerangkan di depan. Pagi itu adalah pelajaran fisika. Pelajaran yang banyak rumus itu memang membuat para murid pusing, namun bagi yang menyukai pelajaran itu malah bisa mengerjakan soalnya dengan sangat mudah. Tanpa ada beban sedikit pun.
Rahma adalah murid yang sangat menyukai pelajaran fisika itu. Gadis itu terlihat santai mengerjakan soal yang di tulis buk Siska di papan tulis. Dengan senyum merekah di bibirnya tak butuh waktu lama soal itu selesai ia kerjakan. Dan mengumpulkan bukunya ke depan di susul oleh Dimas setelahnya.
Dimas juga termasuk salah satu murid menyukai pelajaran fisika itu.
Namun berbeda dengan pemuda yang bernama Ridho. Dari dulu sampai sekarang pemuda itu tidak menyukai pelajaran dengan banyak rumus itu. Tapi tetap saja ia berusaha mengerjakannya. Walaupun banyak yang tidak ia mengerti dari soal itu.
Jam istirahat seperti kemaren Ridho dan teman-temannya makan di kantin lagi bersama dengan Rahma. Namun hari ini tidak ada Indra di sana.
"Indra kemana, Bro. Dia nggak ke kantin?" tanya Tito celingak celinguk mencari keberadaan Indra.
"Dia bolos sekolah," jawab Ridho setelah memesan bakso dan es teh sama mpok Nani.
"Indra bolos? Tumben. Biasa tuh anak rajin masuk kelas. Di ajak cabut aja dia nggak mau karna takut emak marah. Tapi kok hari ini bolos. Emang emaknya nggak marah?" komentar Fiko yang merasa ada hal yang aneh.
Ridho mengangkat kedua bahunya menyatakan bahwa ia tidak tau sama sekali kenapa Indra tidak hadir.
"Jangan-jangan tuh anak kenapa-kenapa lagi makanya nggak sekolah," tebak Dino.
"Bisa jadi," ucap Tito menganggukan kepalanya.
"Lo udah telpon dia?" tanya Fiko pada Ridho.
"Udah tapi handponenya nggak aktif," ucap Ridho mengaduk-aduk bakso yang baru saja di hidangkan.
Di rumah Indra
Indra baru saja sampai di rumahnya, ia di antar oleh gadis yang menolongnya tadi ke rumahnya dengan taxi.
"Makasih ya udah ngantarin gue pulang. Lo mau mampir nggak?" Indra baru saja turun dari taxi bersama Nisa.
"Nggak usah aku langsung pulang aja. Oh iya nama kamu siapa?" tanya gadis itu sopan.
"Nama gue Indra."
"Oh Indra. Yaudah aku pulang dulu ya," ujar Nisa tersenyum.
"Iya hati-hati. Sampai ketemu lagi lain waktu." Indra ikut tersenyum menatap gadis itu.
Indra mengeluarkan uang dua ratus ribuan untuk membayar taxi yang ia tumpangi bersama gadis itu.
"Bang anter dia sampai rumahnya dengan selamat ya, Bang," ucap Indra menunjuk Nisa yang ada di sampingnya.
"Oke siap," sahut supir taxi itu.
Nisa masuk ke dalam taxi dan taxi itu melaju dengan kecepatan sedang.
Beberapa saat kemudian, Nisa sampai di rumahnya.
"Sudah sampai, Neng," ucap supir taxi.
"Ah iya makasih ya, Bang." Nisa keluar dari taxi itu dan masuk ke dalam rumahnya.
Terimakasih telah membaca😇