Mencintai atau dicintai?
Tapi kenyataannya memang tidak seindah dalam khayalan.
Antara mementingkan perasaan atau ego yang didahulukan.
Tapi cinta memang tidak pernah salah. Karena cinta bisa hadir di hati siapapun , kapanpun , dan di manapun.
Entah itu di sengaja atau tidak disengaja , cinta akan bersemi walaupun terpaksa.
Tapi , bagaimana dengan cinta yang terpendam?
Ego yang tinggi itu apakah bisa terhempas oleh kekuatan cinta?
Let's go , follow my story...
Dan kamu akan tau , betapa rumitnya kisahku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ErvhySuci, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 013
Hari yang begitu membosankan. Apa yang sebenarnya sedang di pikirkan oleh lelaki di dalam ruangan pribadinya itu? Kenapa ia begitu santai saja seolah tidak terjadi apa-apa.
Derry berdiri di dekat jendela yang tirainya terbuka. Ia tampak memandang jauh keluar dimana terpantau kota yang tampak padat.
Lelaki itu mengalihkan pandangannya ke arah pintu yang terketuk lalu terbuka secara perlahan. Dari sana , muncullah gadis yang entah kenapa membuat jantungnya berdebar.
Aera masuk ke ruang Derry mengantarkan beberapa berkas seperti biasa yang ia lakukan. Jujur saja , ia benar-benar merasa canggung yang luar biasa saat dirinya menghampiri meja dan sialnya lelaki itu terus saja menatapnya.
Derry berjalan mendekat. Ia tersenyum namun masih diam tanpa berkata-kata. Hal itu membuat Aera semakin tidak bisa menguasai dirinya dan ia berusaha keras untuk tetap tenang.
"Pak , berkasnya saya taruh disini ya. Saya permisi dulu." ucap Aera tanpa melirik bosnya sedikit pun. Ia berbicara sembari meletakkan berkas-berkas itu di meja.
"Kenapa langsung pergi ? Biasanya di tunggu dulu kan." ucap Derry dengan santainya yang berhenti di seberang meja.
"Emm , masih ada kerjaan yang belum selesai pak." ucap Aera dengan mencoba memberanikan diri mendongakkan kepalanya.
Derry melihat jam tangannya sesaat. Pukul 10.15 wib. Ia kemudian tersenyum.
"Jam kerja masih lama. Kenapa buru-buru ?" ucap Derry dengan tenang sambil duduk di kursi kebanggaannya dan membuka berkas untuk membacanya lalu bertanda tangan.
"Enggak pak. Saya cuma , nggak mau aja kalo kerjaan numpuk. Jadi saya permisi dulu ya pak." ucap Aera dengan cepat yang kemudian berbalik badan untuk segera berlalu.
Aera menutup pintu dan kembali ke ruangannya sendiri. Ia kesal sekali pada dirinya sendiri. Ia kesal kenapa ia tidak bisa menahan perasaannya untuk tetap biasa saja.
Namun mau bagaimana lagi , ia seorang perempuan. Bagaimana ia bisa tetap tenang dan biasa saja pada saat di hadapkan dengan lelaki yang sudah berhasil menyentuhnya semalam ? Dan bagaimana bisa lelaki itu bersikap baik-baik saja setelah apa yang sudah ia lakukan.
Aera tersadar kala ponselnya berdering. Ia menatap layar ponselnya. Nomornya asing sekali dan ia tidak mengetahui siapa yang sedang menghubunginya.
Ia pun menjawabnya dan menunggu seseorang itu berbicara terlebih dahulu.
"Aera , kembali ke ruangan saya sekarang." ucap lelaki itu yang kemudian memutuskan sambungan teleponnya.
"Ini suara pak Derry kan? Astaga ! Ngapain pakai nomor telepon pribadi , biasanya kan pakai telpon kantor. Sejak kapan dia punya nomor telepon gue , tuh kan makin kesini makin banyak privasi gue yang dia tau. Ah sial!" ucap Aera yang kemudian beranjak dari tempat duduknya.
Aera menuju ruang yang sekarang terasa horor sekali untuknya. Didalam , rupanya Derry sedang duduk di sofa dengan santainya.
"Ada apa pak ?" ucap Aera yang masih berdiri .
Lelaki itu kemudian berdiri di depan Aera.
"Nanti jam sebelas , kamu ikut saya ya sebentar. Mama saya mau ngajakin kamu makan siang. Bisa ?" ucap Derry dengan santainya.
"Hah? Makan siang sama saya?" ucap Aera yang tidak percaya dan reflek menatap lelaki itu.
"Iya. Kenapa , nggak mau ?" ucap Derry dengan tenang dan juga menatap Aera.
"Iya pak , bisa kok. Saya nggak mungkin nolak kalau itu memang permintaan dari ibu." ucap Aera dengan setenang mungkin yang kemudian menundukkan kepalanya kembali.
"Kamu kenapa? Kamu baik-baik aja kan setelah saya cium semalam?" ucap Derry berbicara dengan seenaknya saja tanpa memikirkan bagaimana perasaan Aera setelah mendengar ucapannya.
"Nggak usah dibahas. Saya udah lupa." ucap Aera dengan setenang mungkin dan ia berbohong dengan ucapannya.
Bagaimana caranya untuk melupakan kejadian itu ? Sepertinya ciuman dari lelaki itu akan tetap berputar-putar di otaknya dan tidak akan pernah terlupakan sampai kapanpun.
"Secepat itu ? Saya nggak percaya Aera." ucap Derry dengan tersenyum dan menyebut namanya.
"Ya , ya udah kalo nggak percaya. Terserah aja mau percaya atau enggak saya nggak peduli. Berkas-berkasnya udah kan pak? Saya bawa sekalian aja." ucap Aera yang kemudian mengambil beberapa berkas di meja.
"Jangan lupa nanti langsung masuk aja ke mobil saya." ucap Derry dengan tersenyum dan begitu santainya melihat tingkah gadis itu yang tampak kikuk sendiri.
Aera berhenti tepat didepan Derry lalu mendongakkan kepalanya untuk menatapnya.
"Pak , ini beneran permintaan ibu kan? Atau jangan-jangan cuma bapak aja yang mau..." ucap Aera yang kemudian terputus.
"Kamu mikir tentang apa? Jangan mikir macam-macam kayak gitu." ucap Derry yang kemudian menepuk-nepuk puncak kepala Aera.
"Pak! Udah ya jangan sentuh saya." ucap Aera menghindar dari lelaki itu.
Padahal lelaki itu hanya menepuk pelan sekali kepalanya. Namun reaksinya menunjukkan trauma yang begitu membekas.
"Oke. Saya ngerti , maaf soal semalam ya." ucap Derry dengan tenang sembari menatapnya.
Aera terdiam mendengar seorang Derry mengucapkan maaf untuk keduakalinya.
"Tapi tadi malam bapak sadar kan? Bapak juga bilang kalau nggak lagi mabuk. Jujur aja kenapa bapak bisa melakukan itu?" ucap Aera dengan setenang mungkin setelah menyusun keberanian yang luar biasa.
Derry menghela nafasnya , ia tidak bisa jujur untuk saat ini. Entahlah , rasanya ia masih belum siap dengan semuanya. Ia hanya menatap wajah cantik Aera yang mengingatkan pada kejadian semalam. Dan bibir ranum itu , manis sekali ia rasakan. Ia benar-benar lupa diri dibuatnya.
"Sebentar lagi jam sebelas. Udah kita berangkat sekarang aja. Ayo." ucap Derry dengan mengambil dokumen di tangan Aera dan meletakkannya pada meja.
"Pak , tapi saya..." ucap Aera terhenti.
"Apa lagi ? " ucap Derry sembari menyambar ponsel beserta kunci mobil.
"Saya ambil tas dulu sebentar. Bapak mending jalan aja duluan. Tunggu aja di mobil." ucap Aera yang kemudian berlalu dari hadapan lelaki itu.
Aera bercermin terlebih dahulu untuk memastikan bahwa penampilannya tidak aneh. Ia tampak cantik seperti biasanya. Ia pun menenteng tas nya dan segera keluar.
Mobil hitam itu ternyata terparkir tepat di depan kantor . Sialnya kaca film mobil itu benar-benar gelap sekali , ia tidak tahu bosnya berada di dalam mobil atau belum.
Aera mengetuk kaca mobil dan ternyata lelaki itu sudah berada di dalam. Gadis itu masuk kedalam. Ia duduk dengan sempurna. Ia menarik sabuk pengaman dan lagi-lagi hal itu membuat wajah cantiknya merona.
Teringat kembali ditempat ini ia mendapatkan sebuah perlakuan yang tidak terkira.
"Bisa nggak ? Perlu bantuan lagi?" ucap Derry menyadarkan Aera yang tampaknya sedang mencoba menenangkan pikirannya.
"Bisa kok , ini udah bisa." ucap Aera dengan kikuk yang kemudian memakai seat belt dengan benar.
Sangat menggemaskan sekali gadis di sampingnya itu , rasanya seperti mimpi. Ingin sekali ia bertingkah lebih. Namun ia sadar ia masih berada di kantor.
Derry mengemudikan mobil melaju ke jalan yang ramai di siang hari ini. Penglihatannya tampak begitu fokus menatap kedepan.
"Ketemu ibu dimana pak?" ucap Aera sembari menoleh ke samping.
"Di rumah." ucap Derry dengan tenang.
"Kenapa ya ibu mau makan siangnya sama saya ? Kenapa nggak sama puteranya aja?" ucap Aera dengan heran.
"Nggak usah banyak tanya. Mungkin mama saya mengharapkan sesuatu dari kamu." ucap Derry dengan santainya sambil sesekali melirik Aera.
"Emangnya apa yang bisa diharapkan dari saya pak ? Saya nggak ada apa-apanya." ucap Aera dengan merendahkan diri.
"Jangan bicara kayak gitu." ucap Derry dengan tenang.
Entahlah , lelaki itu kenapa akhir-akhir ini perlakuannya manis sekali. Tidak seperti biasanya yang begitu datar dan dingin seperti es yang membeku.
Aera teringat , ia pun mengirimkan pesan kepada Felia karena tidak bisa menemaninya ke cafe . Ia pun beralasan jika ada urusan penting. Dan akhirnya Felia pun mengerti.
Lampu lalu lintas terlihat masih merah , lelaki itu tampak memainkan jemarinya pada setir mobilnya. Masing-masing di antaranya tidak mengerti harus berucap apa.
"Pak!" ucap Aera dengan suaranya yang sedikit keras sampai membuat Derry terkejut dan langsung menoleh ke samping.
"Apa Aera? Kenapa teriak segala? Saya bukan bapak kamu ya , jadi please jangan panggil pak atau bapak kalau kita lagi berdua. Saya belum tua juga , kita cuma beda dua tahun." ucap Derry dengan menatap Aera.
"Emang kalau saya nggak ngomong duluan , bapak nggak akan pernah inisiatif ngajakin ngobrol ? Saya bosen tauk pak , dari tadi diam mulu deh." ucap Aera yang sama persis seolah sedang merajuk.
Derry menanggapinya dengan tersenyum. Benar-benar memang menggemaskan sekali gadis itu.
Namun sayang sekali , lampu hijau telah menyala. Seandainya saja lampu masih merah , ia pastikan kejadian semalam akan terulang kembali dan tentunya lebih dari itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Next......