NovelToon NovelToon
Balas Dendam Istri Gendut

Balas Dendam Istri Gendut

Status: tamat
Genre:Romantis / Komedi / Tamat / Balas Dendam / Berubah manjadi cantik / Selingkuh / Pelakor / Mengubah Takdir / Kebangkitan pecundang / Suami Tak Berguna / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:3.5M
Nilai: 4.7
Nama Author: misshel

~MEMBALAS DENDAM PADA SUAMI, SELINGKUHAN, DAN MERTUA MANIPULATIF~


Mayang Jianasari—wanita bertubuh gendut kaya raya—menjadi istri penurut selama setahun belakangan ini, meski dia diperlakukan seperti pembantu, dicaci maki karena tubuh gendutnya, bahkan suaminya diam-diam berselingkuh dan hampir menguras habis semua harta kekayaannya.

Lebih buruk, Suami Mayang bersekongkol dengan orang kepercayaannya untuk memuluskan rencananya.


Beruntung, Mayang mengetahui kebusukan suami dan mertuanya yang memang hanya mengincar hartanya saja lebih awal, sehingga ia bisa menyelamatkan sebagian aset yang tersisa. Sejak saat itu Mayang bertekad akan balas dendam pada semua orang yang telah menginjaknya selama ini.


"Aku akan membalas apa yang telah kau lakukan padaku, Mas!" geram Mayang saat melihat Ferdi bertemu dengan beberapa orang yang akan membeli tanah dan restoran miliknya.

Mayang yang lemah dan mudah dimanfaatkan telah mati, yang ada hanya Mayang yang kuat dan siap membalas dendam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon misshel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Impian Pungguk

Tak ditemukan apa-apa di dalam lemari atau dimanapun. Tidak ada yang mencurigakan dan Mayang terlihat santai saja, tidur nyenyak tanpa terusik oleh suara berisiknya.

Ferdi berakhir kelelahan pagi harinya, nyaris tak tidur semalaman, membuat bawah matanya membentuk lingkaran hitam. Ia memutuskan tidak lagi merebah yang hanya akan membuat kepalanya pusing.

"Kok sudah bangun, Le?" Marini masih memakai baju tidur saat berpapasan dengan Ferdi di ruang tengah. Anaknya itu tampak kusut dan menyembunyikan kuap. "Masih subuh, mending lanjut tidur kalau masih ngantuk."

"Ngga bisa, Buk ...." Ferdi memandangi ibunya dengan heran. "Tumben udah bangun? Mau ke mana? Ada janji sama ibu-ibu arisan?" Biasanya Marini akan bangun pagi sekali hanya jika ada janji keluar dengan teman-temannya. Bukan untuk menyiapkan keperluan rumah tentunya, melainkan menyiapkan penampilannya agar paripurna.

Marini berdecak, mukanya langsung merengut. "Istrimu itu makin malas, Ibuk ndak mau sarapan hanya makan angin saja. Bisa kembung nanti perut Ibuk."

Ferdi terkekeh tanpa sadar. "Ibuk masih ingat cara rebus air? Atau ngeracik bumbu masak?"

Marini mendelik dan menampar udara di depan anaknya dengan gemas. "His, sembarangan! Ibuk itu baru ndak masak dan ngubek dapur sejak ada Mayang, sebelumnya, kan masak sendiri. Memangnya kamu dulu yg kasih makan warteg?" kata Marini. Ia melewati anaknya, melanjutkan langkah ke dapur.

Ferdi tertawa makin lebar dan mengikuti langkah sang ibu. Mata Ferdi menangkap gerakan lincah sang Ibu ketika mengawali paginya di dapur. Masa kecil Ferdi terbayang seketika, meski tak pernah kekurangan, tetapi keluarganya tak pernah juga berlebihan. Ibunya selalu tegas menyuruhnya belajar dan bekerja keras agar hidupnya lebih baik. Yah, memang jika bukan karena bapaknya Ferdi itu anak paling tua, penerus—entah apa yang diteruskan—kakek Ferdi untuk menjadi pepunden(tetua keluarga).

Ferdi berpikir, tidak ada yang bisa diagungkan dalam keluarganya. Harta warisan juga sedikit, bapaknya hanya mendapat sawah yang tak seberapa luas, kebun kelapa yang kurang menjanjikan, dan tidak ada tunjangan lain yang beliau tinggalkan. Ia kuliah dalam keadaan yang pas-pasan. Sungguh memalukan. Bapaknya dihormati, tetapi hidupnya mengenaskan. Ferdi sendiri meski mengatakan dia anak siapa, tetapi tidak begitu memiliki impact yang baik untuknya. Ditolak di beberapa kantor, pabrik, dan beberapa tempat kerja lainnya. Sekali ada tawaran paling-paling jadi buruh pabrik rendahan yang kurang sesuai dengan gelar sarjananya.

"... udah ndak rosa(kuat) lagi bekerja kaya dulu. Gantian yang muda yang bekerja, Ibuk tinggal nikmati masa tua. Hidup tenang, momong anak cucu. Tapi itu rasanya kok terlalu susah, kamunya bermasalah, Mayangnya jadi uring-uringan, Ibuk juga yang repot." Marini berbalik, menatap anaknya yang tampak melamun.

"Ibuk itu curiga, kamu ini ndak bisa bikin Mayang seneng di kasur, makanya jadi begini? Sebaiknya, memang Ibuk bikinkan ramuan dari simbah-simbah dulu saja, Le ... dokter yo ndak mempan." Penuh sesal Marini mengatakan itu, kecewa sekali pada kenyataan yang cukup menamparnya.

Bagaimanapun, hidupnya satu tahun ini, harus dipertahankan. Mayang telah mewujudkan impiannya menjadi wanita berkelas dan disegani secara utuh. Wibawa suami yang masih menjadi pegangannya, adat bahwa anak pertama adalah pengganti orang tua yang harus dihormati, dan wujud diri yang begitu berkelas dengan busana dan aksesorisnya yang memukau. Mayang yang mencukupkannya. Ia tinggal minta dan sedikit memaksa, Mayang dengan patuh menurutinya. Menurut Marini, dia juga sudah membantu Mayang dengan datang dan mengawasi karyawannya, meski sudah ada Lea tapi Marini agak kurang percaya pada wanita itu.

"Ngomong-ngomong, aku kemarin kok ndak ketemu Lea, ya ... biasanya dia ada dikasir. Atau paling tidak, suaranya yang sok itu kedengeran, tapi kemarin kok sepi banget ya." Marini berkata seolah sedang berbicara pada pantulan dirinya.

"Tapi ndak apa-apa, wanita itu menyebalkan. Semoga beneran di tendang dari sana sama Mayang, jadi ndak ada yang mengganggu harta Mayang," gumamnya melanjutkan. Tangannya kembali sibuk, menari lincah di permukaan dapur, seolah lupa kalau Ferdi masih di sana.

"Lea ngga ada di resto, Buk?" Pertanyaan Ferdi membuat Marini berjingkat kaget, ia sampai memutar tubuhnya.

"Kamu masih disana, toh?" Marini gugup.

"Ibuk bisa memastikan kalau Lea tidak ada di sana selama Ibuk makan? Ibuk beneran perhatikan, kan? Bukan hanya dugaan Ibuk saja?" Ferdi mencecar, seolah ia ingin mencocokkan rangkaian kejadian kemarin.

Marini mengerutkan kening, merasa aneh dengan cecaran sang anak. "Bagus toh, kalau dia ndak di sana. Ndak ada lagi yang bikin Ibuk muak lihat wajahnya. Dan Ibuk yakin, Lea itu ndak jujur dalam bekerja. Seendaknya, uangnya Mayang aman."

Ferdi menarik napas dan menangkup mulutnya. Ia mulai berpikir, Lea menipunya. "Lea ndak nyuci piring, sapu-sapu, atau lap-lap meja? Pokoknya melakukan kerjaan rendah?" Sekali lagi Ferdi ingin meyakinkan asumsinya.

Marini yang sudah siap berbalik, menatap anaknya kesal. "Kamu ini, loh ... Lea kalau nyuci piring, piringnya pecah semua. Anak miskin dan manja kaya dia mana bisa lah kerja serabutan? Masih mending Mayang, meski kaya, dia bisa melakukan pekerjaan rumah tangga dengan benar. Makin bagus lagi setelah Ibuk ajarin. Makin alus dan rapi, pokoknya kalau ditangan Ibuk, batu juga bisa jadi inten(permata)."

Ferdi mengabaikan yang terakhir, memang Mayang berwujud permata ketika menikah dengannya. Ibunya saja yang menganggap menantu itu harus melayani mertuanya. Mayang dari kecil ratu, hanya karena cinta dan rasa pasrahnya saja Mayang jadi hamba. Ferdilah yang membuatnya.

Cukup terpukul sebenarnya, tetapi Marini tidak tahu bagaimana hubungan anaknya dengan Lea. Mata Ferdi kosong, semakin sulit rasanya jika dia tak punya lagi orang dalam yang terpercaya. Memang dia mencintai Lea, tapi jika dia hanya dimanfaatkan, ya ... cinta bisa pudar kapan saja. Apalagi dari dulu, ibunya tak suka dengan Lea. Ferdi dan Lea berencana panjang menyangkut hal ini. Meski agak jahat, Lea pernah berharap Marini segera dipanggil Yang Kuasa. Agar cinta mereka segera menyatu.

Kenyataan pahit bahwa Mayang begitu disayang Marini membuat keinginan Lea menjadi ratu kedua, mustahil terwujud. Selama wanita tua itu masih ada. Ferdi sepakat, mengingat sifat ibunya, tapi agak kejam jika dia mendoakan keburukan bagi ibu kandungnya sendiri. Solusinya, ya ... membahagiakan Lea. Dengan sentuhannya. Rencananya, Lea akan menjadi istrinya suatu saat nanti. Faktanya, raja selalu memiliki selir di rumah berbeda. Kenyataan itu adalah pegangannya. Nanti ... suatu hari nanti, dialah yang akan berkuasa. Mayang dan Lea harus patuh padanya.

*

*

*

*

*

1
Mba Wie
Luar biasa
Rita Zulaikha Amini
komen ah...biar cantik...😄
Yen Yen
Luar biasa
Nendah Wenda
menarik
Meri
Luar biasa
Septi Bklu
ditunggu kelanjutan nya thor
Septi Bklu
Buruk
Helen Nirawan
mas lg 😟😟😰
Helen Nirawan
mas lg nyebut ny isshh , manggil kampret cocok
Helen Nirawan
isshh jgn manggil mas mas aj ,jijik denger ny , panggil aj rayap
Helen Nirawan
jgn mau , byk virus tuh isshh
Helen Nirawan
hrs ny di rekam tuh omongan ny , dodol ,
Anonymous
keren
Helen Nirawan
sewa detektif lah , klo gk ikutin aj kmn laki lu pergi , hrs lbh pinter donk
Mia Fajar
Luar biasa
Omar Diba Alkatiri
bagus
Omar Diba Alkatiri
laki ga modal banyak mau nya ....bangun bangun dah siang
Moms Raka
ada ajja ulat bulu
Arnasih 8898
ceritanya bagus & seru..ko ga lanjut thor
Sumarsih Sumarsih
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!