Follow ig : Rahma_ar77
Sean Ronald Javindra, putra ketiga Eriel dan Edna ditugaskan daddynya ke Surabaya. Tas kecil satu satunya yang dia bawa tertinggal di toilet bandara. Untung dia sudah melewati bagian imigrasi.
"Sial," makinya kesal. Dia jadi ngga bisa menghubungi keluarga dan teman temannya, kaena ponselnya berada di dalam tas kecil itu.
Dia dengan sombong sudah menolak semua fasilitas daddynya karena ingin jadi orang biasa sebentar saja.
"Emang lo udah siap nerima hinaan?" cela Quin saat mengantarkannya ke bandara beberapa jam yang lalu.
"Yakin naek pesawat ekonomi?" ejek Theo mencibir.
"Jangan banyak protes ntar," sambung Deva dengan wajah mencelanya.
Sean malah terkekeh, menganggap enteng semua perkataan mereka.
Sekarang dia baru rasakan apesnya. Kaki panjangnya terasa pegal karena terpaksa di tekuk. Duduknya yang ngga bisa bebas karena kursinya berderet untuk tiga orang. Belum lagi tangis bocil yang ngga berhenti di depannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nyebelin banget
Senyum masih terkembang di wajah Ariella saat dia melangkah meninggalkan ruangannya menuju parkiran.
Dan jantungnya tambah berdebar kencang saat melihat supirnya sedang berdiri menyandar santai di badan mobil sambil memainkan ponselnya.
Tapi sepertinya laki laki itu menyadari kehadirannya. Tatap mereka bertemu.
Ariella berusaha keras membuat ekspresi wajahnya sedatar mungkin saat laki laki muda itu tersenyum padanya.
"Rawonnya enak?" Sean bertanya sambil membukakan pintu untuk majikannya.
"Enak." Ariella menatap supirnya sesaat sebelum tubuhnya masuk ke dalam mobil.
"Syukurlah," senyum Sean sambil menutup pintu mobil Ariella.
Dia pun masuk ke dalam mobil.
"Brownisnya udah dicoba?" Sean melirik paper bag yang dia berikan.
"Sudah. Aku bawa pulang, mau ngasih kakek. Kakek juga suka," senyum Ariella sambil menunjukkan paper bagnya.
"Ooh, kapan kapan aku minta tolong tanteku ngirimin lagi. Biar kakekmu ngga jutek lagi sama aku," kekeh Sean pelan.
Ariella pun tertawa tanpa suara. Ingat kakeknya yang suka sebel dengan tingkah kurang ajar supirnya.
"Makanya sama orang tua harus sopan."
"Memangnya aku sekurang sopan apa?"
"Kayak gitu kamu bilang sopan?" Kali ini Ariella tertawa pelan sambil menggelengkan kepalanya.
"Kalo aku ngajak kamu makan bareng, kakek kamu bakal darah tinggi, nggak?"
"Kalo hanya makan bareng, ya, ngga bakal darah tinggilah.' Masih tertawa Ariella menanggapinya.
"Kamu ngga malu makan sama supir?" tanya Sean sambil menghidupkan mesin mobil
"Ngapain malu. Besok, ya, aku yang ganti traktir," sahut Ariella antusias.
"Kalo malam ini aja, mau?" todong Sean sambil menatap wajah Ariella di spion tengahnya.
"Jam tujuh malam?" tanya Sean lagi. Mereka saling bertatapan yang bertemu di kaca spion tengah.
"Oke," jawab Ariella setelah sempat tertegun sesaat. Jantungnya berdetak kencang.
Ngga apalah. Javin juga sudah baik, batin Ariella.
Tapi dia lupa belum tentu kakeknya setuju.
"Tadi om mu meminta aku kerja dengannya." Sean sengaja mengatakannya karena dia yakin Veni-sekretaris Ariella pasti sudah melapor padanya.
"Oh ya?" Ariella berusaha tampak tak peduli.
"Kalo kamu ngga memperpanjang kontraknya, setelah enam bulan aku akan meminta pekerjaan dengannya. Gajinya dua bahkan tiga kali lipat dari gajiku sekarang."
Lihatlah, dia sangat menyebalkan! Baru saja tadi hatinya diterbang**kan sangat tinggi, sekarang malah dihempaskan.
Ariella terus mengomel dalam hati.
Tadinya Ariella mengira supirnya akan bertahan di sisinya. Ngga mungkin Javin ngga curiga dengan kejahatan omnya.
Hanya demi uang dia begitu gampang berpaling. Huh. Ariella mendengus kesal.
Bibir Sean sedikit berkedut saat melirik wajah yang tampak ngga senang itu dengan kata katanya tadi.
Aneh saja rasanya dia suka melihat ekspresi gadis itu yang selalu berubah ubah dengan cepat.
Moodbooster banget, tawanya dalam hati.
"Kalo kamu masih baik baik saja selama enam bulan nanti, kontrakmu akan kuperpanjang."
"Tapi penawaran untukku sangat banyak daro om-mu. Apa kamu sanggup?" Sean sengaja melontarkan kalimat kalimatnya dengan nada mengejek.
"Aku akan bayar kamu lima kali lipat," tukas Ariella tanpa sempat berpikir.
"Itu kalo kamu masih baik baik aja," sambungnya lagi dengan senyum miring.
Ariella ngga berharap kalo laki laki ini akan terluka, malah kalo itu terjadi, dia yang paling akan merasa sedih dan sangat khawatir.
Dia hanya ngga mau kalah sama omnya. Khususnya ngga mau diremehkan oleh Javin. Itu yang membakar hatinya, membuatnya memberikan kesepakatan di awal, yang kalo kakeknya sampai tau bakal kena darah tinggi setinggi tingginya.
"Oke, deal, ya. Aku akan berusaha untuk tetap baik baik saja sampai enam bulan ke depan." Senyum kemenangan terukir jelas di bibir Sean. Sebenarnya Sean sedang menahan tawanya yang sudah siap meledak.
Nona dibelakangnya sudah siap untuk mencabik cabik wajah tampannya.
"Jagalah baik baik," dengus Ariella ngga bisa lagi menyembunyikan raut mangkel segunungnya.
*
*
*
Leonel dan Eleanor sudah tiba di negara sumber uangnya yang kini mengalami kekisruhan.
Putri mereka - Liliana Aldrin juga ikut. Gadis dua puluhan itu seorang desainer yang terkenal di Italia. Padahal dia bisa menjadi model, tapi Liliana Aldrin lebih suka bekerja di belakang layar.
Kecantikan dan ketampanan orang tuanya sangat menurun padanya.
Saat ini dia sedang bersama mami memutari tiap butik yang ada di mall termewah di kota ini.
Dia tersenyum saat melihat brandnya di jual di butik ini.
Beberapa orang sedang melihat koleksinya dengan minat.
"Koleksimu sepertinya laris manis di sini, ya?" senyum Eleanor merekah.
Pastilah pemilik butik ini sudah bekerja sama dengan putrinya.
Liliana tersenyum senang.
Dia suka melihat orang orang menaruh minat pada karya limitted editionnya.
"Aku ke arah sana, mam," pamitnya ketika maminya mulai menyibukkan tangannya dengan koleksi tas branded dari Paris
"Oke."
Liliana pun melangkah dengan anggun ke arah dres dres karyanya diminati beberapa ibu ibu muda dan gadis gadis seusianya.
Penampilan cantiknya yang sangat identik keturunan Eropa membuatnya menjadi pusat perhatian. Wajahnya Liliana Aldrin sangat cantik dengan tinggi yang semampai.
Tapi gadis itu sepertinya tidak terlalu peduli tatapan penuh kagum yang diarahkan padanya.
"Maaf, aku duluan yang memegangnya."
"Oh iya." Liliana tidak jadi memegang dres yang sedari tadi membuatnya ingin cepat cepat melihatnya lebih dekat. Koleksi terlarisnya di negaranya dan beberapa negara eropa.
Keduanya saling bertatapan sejenak sebelum laki laki itu berpaling karena ada suara yang memanggilnya.
"Rupanya kamu di sini." Khalid sudah berdiri di dekatnya.
"Aku memilihkan dres buat Kak Ziza. Ini kurasa sangat cocok untuknya."
Khalid melirik sebentar ke arah gadis bule yang berdiri di samping Malik sebelum beralih pada dres yang dipegang Malik.
Setelah dari restoran, mereka berdua menuju hotel karena Khalid meminta Malik menemaninya mencari gaun atau dres untuk Ziza.
"Lili..."
Malik menoleh mendengar suara panggilan itu.
Seorang wanita paruh baya yang masih sangat cantik itu kini sudah berada di dekat gadis yang dipanggil Lili.
Tapi Malik merasa heran ketika wanita itu menatapnya tajam, seakan sedang berusaha mengingat sesuatu yang penting.
"Tasnya, mam?" Liliana melihat tas yang dipegang maminya.
"Eh, i iya. Bagus, kan?" Eleanor merasa familiar dengan wajah salah satu laki laki muda yang tampan ini. Malah perasaannya sempat merasa dejavu.
Dia kenapa mirip Fazza? batinnya penasaran. Hanya Fazza yang menolaknya dengan tegas dulu.
"Bagus, mam."
Masih melihat lagi ke arah Malik, Eleanor kali ini tersenyum.
"Maaf, ya, wajah kamu mirip dengan seseorang yang tante kenal dulu."
Liliana menatap maminya heran.
Apa iya?
Seingatnya maminya jarang menyapa orang, apalagi yang baru dia lihat.
Malik tersenyum sopan, begitu juga Khalid, tanpa keduanya memberikan jawaban.
Merasa kedua laki laki ini ngga percaya, Eleanor terpaksa harus menyebutkan nama yang ngga disukai kekasihnya.
"Namanya Fazza. Mungkin hanya mirip saja," ucapnya lagi setelah melihat minim ekspresi kedua laki laki itu.
Liliana Aldrin menarik tangan maminya untuk mengusir rasa malunya
Mamanya salah ngenalin orang....! Ya ampuuunnn....!
Mana wajah kedua laki laki itu lempeng aja walau tetap masih sangat sopan.
"Ayo, mam, kita bayar dulu tasnya."
"Oh iya, honey." Eleanor tersenyum lagi pada kedua laki laki itu sebelum beranjak pergi.
Setelah kedua perempuan yang sangat cantik itu menjauh, Khalid menyenggolkan lengannya ke lengan Malik. Karena laki laki itu seperti terhipnotis melihat punggung perempuan yang lebih muda yang sudah menjauh.
Malik menoleh dan dia sudah tau apa yang akan diucapkan Khalid.
"Dia kenal daddy kamu?"
"Sepertinya." Malik ngga mungkin mengaku kebenaran dugaan wanita itu sebelum.menyelidiki siapa wanita itu sebenarnya.
■
■
Bisa mampir di ig : Rahma_ar77
Ada urutan novel, juga cuplikan novel novel lama😊😊🫢
yuk.... ke novel Malik.....
makan kerupuk 🍥 makan bubur 🥣
Ayuk... meluncur....🏃🏃🏃
pasti seru....🥰🥰🥰😍
kalo aq sih aliran realistis, cinta boleh logika hrs tetap jalan.. ketika aq menikah, 2 klrga jg mau ga mau terikat menjadi klrga, jauh seblm ketemu pasangan klrgalah yg sll ada dgn seluruh support systemnya, ada mantan suami, mantan istri tp tdk ada mantan orgtua dan saudara. klrgalah tempatku pulang.
thx u semua ceritamu lmyn menghibur disela2 deadline pekerjaan.. 👍
typo lgi thour??/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Chuckle//Chuckle//Chuckle//Chuckle//Chuckle/