FOLLOW IG AUTHOR 👉@author Three ono
Yang gak kuat skip aja!! Bukan novel tentang poligami ya, tenang saja.
Pernikahan sejatinya terjadi antara dua insan yang saling mencinta. Lalu bagaimana jika pernikahan karena dijodohkan, apa mereka juga saling mencintai. Bertemu saja belum pernah apalagi saling mencintai.
Bagaimana nasib pernikahan karena sebuah perjodohan berakhir?
Mahira yang biasa disapa Rara, terpaksa menerima perjodohan yang direncanakan almarhum kakeknya bersama temannya semasa muda.
Menerima takdir yang sang pencipta berikan untuknya adalah pilihan yang ia ambil. Meski menikah dengan lelaki yang tidak ia kenal bahkan belum pernah bertemu sebelumnya.
Namun, Rara ikhlas dengan garis hidup yang sudah ditentukan untuknya. Berharap pernikahan itu membawanya dalam kebahagiaan tidak kalah seperti pernikahan yang didasari saling mencintai.
Bagaimana dengan Revano, apa dia juga menerima perjodohan itu dan menjadi suami yang baik untuk Rara atau justru sebaliknya.
Tidak sa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Three Ono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Kesedihan Tersembunyi
°°°
Ketegangan sudah sedikit mengendur dari wajah Revan. Lega sudah pasti ia rasakan. Setelah beberapa menit yang lalu ia menyelesaikan perjuangannya selama ini.
Cukup memuaskan, pikirnya.
Revan sudah tidak sabar memulai dunianya yang baru. Sudah sejak lama ia ingin menyuruh kakeknya pensiun tapi beliau melarangnya. Menyuruhnya menyelesaikan pendidikan dengan benar sebelum akhirnya terjun ke dunia kerja.
Berbeda dengan dosen yang menilainya tadi. Mereka dibuat tercengang dan menganga dengan apa yang Revan sampaikan. Bagi mereka Revan itu sudah masuk dalam level jenius.
Revan kembali ke rumah setelahnya, ia ingin menyampaikan kabar bahagia ini pada kakek. Padahal ia juga tau jika kakeknya pasti tidak ada di rumah di jam ini. Itu hanya alasan, padahal dalam hatinya ia ingin memberi tau sang istri.
Entah sadar atau tidak, keberadaan Rara saat ini sudah melekat di hati Revan.
Dia bahkan sudah lupa jika hari ini tidak ada yang mengganggunya seperti biasa. Revan yang memang dari awal tidak mempunyai peranan pada Febby, sekarang bahkan keberadaan gadis tapi bukan gadis itu seolah tidak pernah ada di hidupnya.
"Aneh sekali, kenapa aku ingin segera pulang saat ini." Heran dia pada dirinya sendiri.
Terbiasa pulang pergi bersama dengan sang istri membuat hari ini terasa ada yang kurang. Bahkan di perjalanan terasa sangat lama, lampu merah pun ikut serta mengulur waktu menjadi lebih lama. Padahal ia sudah melajukan mobilnya lebih cepat dari biasanya.
,,,
Di rumah yang besar itu Rara sedang asyik dengan para pelayan, berkebun di belakang rumah.
"Bi, aku akan mengambil sayuran sedikit ya untuk dimasak nanti."
"Silahkan Non, ambil berapapun yang Nona butuhkan," pelayan itu mempersilahkan nonanya. Tentu saja tidak mungkin ia melarang, mana berani melarang-larang majikannya.
Dari saat masih di desa dulu Rara sangat suka jika waktu panen tiba. Ia akan sangat bersemangat ikut umi dan Abi ke ladang atau kebun milik mereka. Dengan lincah Rara memetik sayuran dan mengambil umbi-umbian yang siap dipanen.
Aa... aku jadi rindu umi dan abi.
Setelah selesai dengan urusannya ini ia berniat menelpon orang tuanya.
Orang tua Rara memang tidak melulu menjalankan pabrik tahu. Mereka juga menanam sayuran, selain untuk dimakan sendiri sisanya mereka bisa bagi untuk karyawan. Jika masih tersisa akan di bagikan untuk tetangga.
Ada juga beberapa ekor kambing yang abi nya pelihara. Bukan semata untuk diperjualbelikan tapi biasanya sebagian kambing untuk berkurban di hari raya idul Adha.
Rara rindu kehidupan di desanya, dimana udara segar bisa ia hirup. Sejuknya pepohonan yang menenangkan pikiran dan pemandangan alam indah membentang sepanjang mata memandang.
Akan tetapi bukan berarti Rara menyesali keputusannya untuk menikah. Ia selalu bersyukur karena mempunyai keluarga baru seperti kakek yang sangat menyayanginya dan suami yang sebenarnya baik tapi hanya belum bisa Rara sentuh hatinya.
Meski begitu Rara tidak menyerah, kesabarannya bisa digambarkan dengan luasnya hamparan langit biru yang saat ini tepat di atas kepalanya. Jika luka mengikis kesabarannya, maka masih banyak ruang yang tersisa untuk mempertahankan rumah tangganya.
"Bi aku sudah selesai, aku akan memasak makan siang dulu untuk kak Revan."
Walaupun sebenarnya ia tidak tau jam berapa suaminya pulang, tapi ia tetap menyiapkan makanan.
Sementara Revan baru saja sampai di depan rumah, ia keluar dari mobil.
"Bi apa kakek sudah pulang?" tanya Revan pada bi Mur yang berpapasan dengannya.
"Tuan kakek belum pulang sepertinya." Bi Mur merasa heran, bukankah seharusnya tuan Revan sudah tau. Aneh. Hanya dalam hati tapi.
Revan melihat sekeliling, bola matanya menyusuri setiap sudut ruangan mencari sesuatu yang ia sendiri tidak tau apa itu.
"Kalau nona ada di belakang sedang berkebun, Tuan."
Kenapa pemikiran bi Mur tepat sekali, seperti jawaban atas kebingungan Revan.
"Emmm... aku tidak mencarinya Bi." Revan mengelak dan berlalu melewati bi Mur.
Bi Mur menggelengkan kepalanya, melihat tingkah tuannya. Ia tentu sudah sangat mengenal bagaimana karakter Revan. Sudah sejak anak muda itu lahir ke dunia ini, bi Mur ikut mengurusnya.
Bibirnya bilang tidak, tapi tidak tau apa yang membuat kakinya melangkah menuju halaman belakang.
Benar saja ia melihat sang istri bersama pelayan lain sedang mengurus kebun kakeknya. Di bawah terik sinar matahari yang semakin meninggi, gadis itu seperti sama sekali tidak takut kulitnya menghitam. Keringat juga terlihat mengalir di pelipisnya, tapi justru hal itu menambah tingkat kecantikan sang istri dalam kesederhanaannya.
Cukup lama Revan memandangi istrinya dari kejauhan, pemandangan yang langka di jaman modern seperti sekarang. Ada gadis yang mau berkotor-kotoran bergelut dengan tanah dan lumpur.
Manis.
Revan sampai tidak menyadari jika Rara sudah ada di hadapannya saat ini.
"Kak Revan sudah pulang."
Suara lembut Rara menyadarkan pria itu dari lamunannya.
Revan salah tingkah jadinya, berusaha mencari alasan jika istrinya bertanya sedang apa dia di sana.
"Iya, kau sedang apa?" Aneh sekali, bukannya Revan sudah melihat tadi istrinya sedang apa.
"Memetik sayuran, ini." Rara mengangkat keranjang yang penuh berisi sayuran untuk ia tunjukkan pada suaminya.
Revan pun mengangguk mengerti.
"Bagaimana dengan sidang Kakak, apakah semuanya berjalan lancar?" tanya Rara.
"Semuanya lancar..." Berkat do'a kakek dan kamu.
"Alhamdulillah, selamat Kak. Kalau begitu aku akan memasak dulu sekarang."
Rara menyambutnya dengan gembira, matanya berbinar diantara peluh keringat disekitar pelipisnya.
Revan tidak menyangka akan mendapatkan reaksi seperti itu dari istrinya. Ucapan selamat mungkin sudah biasa terdengar di telinganya. Namun, kali ini berbeda, kilatan cahaya dari manik mata istrinya yang berbinar membuat hatinya menghangat.
Gadis desa yang dulu sempat ia remehkan, kini seakan menjadi alasan ia untuk pulang ke rumah.
"Terimakasih."
Revan masih memandangi punggung Rara yang perlahan menghilang di balik pintu.
Entah ada angin apa, ternyata hari ini kakek juga pulang lebih cepat dari biasanya. Dia sudah mendengar semuanya dari anak buahnya yang selama ini menjaga cucunya tanpa pria itu tau.
Bukan hanya sekedar lulus, Revan bahkan mendapatkan nilai yang memuaskan. Kakek bangga akan cucunya, jika begitu ia tidak akan ragu saat memperkenalkan sang cucu di hadapan para dewan direksi perusahaan.
Kini hanya perlu mengasah sedikit kemampuan dan mentalnya untuk memimpin perusahaan. Namun, kakek yakin jika cucunya mampu melewati itu semua dan akan mudah mengerti.
Kau akan menjadi orang yang hebat suatu hari nanti dan buktikan pada dunia jika seorang keturunan keluarga Hermawan tidak perlu diragukan lagi. Terutama pada seseorang yang sebenarnya kakek tau keberadaannya.
Mata kakek menerawang jauh menembus jendela kaca mobilnya, penyesalan akan terus bersarang dalam hatinya yang mungkin akan ia bawa sampai tiada nanti.
Maafkan ayah, seharusnya dulu ayah mencegahmu.
Hidup dalam bayang-bayang rasa bersalah, sungguh sangat menyiksa batin kakek Tio selama ini.
Ya kakek Tio selalu menyesali keputusannya saat merestui hubungan putrinya dengan pria brengseek itu. Padahal mereka tidak tau asal usul pria yang diselamatkan putrinya di jalan saat itu.
Cinta mereka tumbuh saat Fina merawat pria itu dengan telaten. Hingga akhirnya mereka meminta restu dan menikah.
Tidak ada keanehan selama mereka menjalani pernikahan, keduanya bahagia penuh cinta dan kasih sayang. Kakek yang awalnya ragu pun akhirnya sedikit melunak setelah melihat pria itu mampu membahagiakan putrinya.
Hingga sampai Fina hamil keanehan mulai terjadi, dari yang pria itu sering keluar kota dan menginap. Lalu tiba-tiba hilang tanpa pamit.
Kakek yang waktu itu belum seperti sekarang, belum bisa mengerahkan orang untuk mencari. Hanya mengandalkan pihak berwajib dan tidak ada hasilnya.
Semua itu tidak mudah dilupakan oleh kakek Tio. Dimana ia sebagai seorang ayah untuk Fina merasa hancur saat melihat putrinya menangis diam-diam. Seperti sudah tidak punya nyawa lagi untuk hidup.
to be continue...
°°°
...Yuk tinggalkan jejak. Jangan lupa favoritkan juga. Komenin author apa saja yang kalian mau....
...Salam goyang jempol dari author halu yang hobinya rebahan....
...Like, komen, bintang lima jangan lupa yaa.....
...Sehat selalu pembacaku tersayang...