Safira di jebak oleh teman-teman yang merasa iri padanya, hingga ia hamil dan memiliki tiga anak sekaligus dari pria yang pernah menodainya.
Perjalanan sulit untuk membesarkan ke tiga anaknya seorang diri, membuatnya melupakan tentang rasa cinta. Sulit baginya untuk bisa mempercayai kaum lelaki, dan ia hanya menganggap laki-laki itu teman.
Sampai saat ayah dari ke tiga anaknya datang memohon ampun atas apa yang ia lakukan dulu, barulah Safira bisa menerima seseorang yang selalu mengatakan cinta untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sun_flower95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 35
Sesampai di sekolahan anak-anak Safira ikut bergabung dengan ibu-ibu yang menunggui anak mereka juga, sedangkan Abizar sudah pergi ke restoran yang biasa dikelola oleh Safira.
Ibu-ibu yang biasanya sering berada di sana terus memperhatikan Safira, hingga salah seorang ibu yang badannya cukup gempal menghampiri Safira dan duduk di sebelahnya.
"Nunggu siapa neng?" tanya ibu itu pada Safira
"Saya sedang menunggu anak-anak, Bu," jawab Safira.
"Memang anaknya neng yang mana? Kok sepertinya saya baru melihat neng di sini ini ya?" tanya ibu itu lagi.
"Anak saya bernama Dayyan, Raiyan dan Qirani. Iya bu saya baru pertama kali menunggu mereka di sini biasanya mereka akan ditunggui oleh pengasuhnya tapi untuk hari ini kebetulan saya libur bekerja dan memilih untuk mengantar mereka," jawab Safira dengan ramah disertai senyuman hangat.
"O....h mamanya si kembar tiga toh? Saya fikir anak yang mana," ucap ibu itu lagi.
Safira tidak membalasnya dia hanya mengangguk sambil tersenyum. Setelah mengatakan itu keadaan pun hening kembali.
"Suaminya kerja di mana neng?" tanya ibu itu tiba-tiba.
"Maaf bu, saya seorang single parent," jawab Safira masih tetap ramah.
"Oh pantes aja kemarin anak-anak lain mengatakan jika si kembar tiga itu tidak mempunyai ayah," celetuk ibu itu dengan kerasnya sehingga membuat ibu yang lain menoleh ke arah mereka.
Safira yang merasa malu terhadap sikap dan reaksi ibu itu pun merasa risih tapi dia tetap berada di sana.
"Maksud Ibu apa, dengan mengatakan hal itu pada saya?" tanya Safira dingin.
"Saya tidak punya maksud apa-apa, hanya saja saya mendengar dari anak saya jika si kembar itu tidak mempunyai ayah," ucap ibu itu dengan ringan dan tidak mempedulikan perasaan Safira.
Safira yang mendengar jawaban ibu itu pun bertambah kesal dia mencengkram tali tas nya dengan sangat keras.
"Ibu tolong mulutnya dijaga, ya. Seharusnya anda bisa berpikir dengan benar jangan asal menuduh sembarangan. Anak-anak saya mempunyai ayah meskipun saat ini mereka belum bertemu tapi insya Allah dalam waktu dekat mereka akan segera bertemu kembali," jawab Safira dengan nada yang tajam. Setelah mengatakan itu dia pun pergi meninggalkan ibu-ibu itu.
"Ya Tuhan, rasanya sangat menyesakkan saat mendengar anak-anakku dikatai tidak mempunyai ayah oleh orang lain," batin Safira sedih. Dia memilih duduk sendiri di bawah pohon rindang yang berada di taman kanak-kanak itu.
Tak berapa lama, bel sekolah itu pun berbunyi menandakan waktu istirahat sudah tiba, anak-anak berjalan keluar untuk menghampiri para orang tuanya begitu pun dengan anak-anak Safira yang datang menghampirinya.
"Mama ...!" teriak Qirani dengan gembira sambil berlari untuk segera menghampiri Safira, sedangkan Dayyan dan Rayan berjalan santai ke arahnya.
"Jalannya hati-hati sayang," ucap Safira mengelus pucuk kepala Qirani.
"Qiran laper, Ma," ucap Qirani seraya bermanja-manja di tangan Safira.
"Ya sudah, ayo kita makan. Abang ajak adik-adiknya cuci tangan dulu ya!" perintah Safira pada Dayyan.
Dengan cepat Dayyan pun menggiring adik-adiknya ke arah tempat cuci tangan yang berada di taman itu.
Setelah selesai mencuci tangannya, barulah mereka mulai menyantap bekalnya masing-masing.
"Ma, Abang kangen kita mam di pinggir sawah kaya dulu," ucap Raiyan di tengah-tengah suapannya.
"Iya ma, Abang Day juka kangen main di pinggir sungai sambil bantuin mama nyuci" timpal Dayyan.
"Kalau Qiran kangen mam jambu air yang ada di halaman rumah Nin," ucap Qirani yang tak mau kalah dari kakak-kakaknya.
Mendengar perkataan anak-anaknya, Safira pun jadi teringat kembali ke desa itu. Meskipun tak jarang dia kekurangan uang, tapi hidup mereka sangat bahagia.
"Ya tuhan, apa aku kurang bersyukur atas yang aku dapat saat ini?" batin Safira bertanya.
"Nanti kita bilang sama Om, ya. Siapa tau kalau Om lagi gak sibuk dan kalian libur sekolah, kita bisa pulang ke sana," jawab Safira pada anak-anaknya.
Dengan riang, mereka menikmati permainan khas anak-anak di sana. Sedangkan Safira hanya mengawasinya saja dari tempat yang ia duduki sendirian.
"Apa Ibu orang tuanya si kembar tiga?" tanya seorang wanita yang memakai seragam guru TK di sana.
Mendengar seseorang yang bertanya padanya, Safira pun berdiri dari duduknya dan menjawab pertanyaan wanita itu tadi.
"Benar Bu, saya Mamanya," ucap Safira.
"Apa boleh saya berkenalan dengan Ibu?" tanya wanita itu.
Safira pun mengangguk menyetujuinya.
"Tentu saja boleh. Nama saya Safira," ucap Safira memperkenalkan dirinya terlebih dahulu.
"Nama saya Sofi, Bu. Saya adalah wali kelas anak-anak Ibu," ucap guru itu memperkenalkan dirinya.
"Apa anak-anak Ibu mirip dengan ayahnya? Karena jika saya perhatikan mereka tidak terlalu mirip dengan Ibu?" tanya guru itu.
Mendengar pertanyaan yang cukup sensitif dari guru yang bernama Bu Sofi itu, Safira cukup merasa risih.
"Iya, Bu. Anak-anak memang lebih mirip dengan Papanya," jawab Safira tenang meskipun hatinya bergejolak.
"Anak-anak ibu cantik, tampan-tampan dan lucu-lucu, , apa lagi dengan warna bola matanya yang berbeda dengan anak yang lain, yang menjadikannya cukup berbeda dengan anak-anak yang lain" ujar bu Sofi itu.
Safira tersenyum, bisa ia simpulkan jika pertanyaan guru anak nya yang tadi itu mungkin tidak bermaksud apa-apa, jadi ia tidak memikirkannya lagi.
"Terima kasih Bu," ucap Safira.
Guru itu tersenyum dan kembali memperhatikan anak-anak didiknya lagi.
"Ibu beruntung, ya. Meskipun masih muda, sudah di percayakan untuk mengurus tiga anak kembar yang lucu-lucu, tampan, cantik dan juga pintar," ujar guru itu menatap sedih anak muridnya, sedangkan Safira terus memperhatikannya dan mendengarkan perkataan ibu itu.
"Saya sangat menginginkan sekali kehadiran buah hati di antara pernikahan saya dan suami yang sudah berjalan hampir delapan tahun, tapi sayang, tuhan belum memberikan kami ijin untuk memilikinya. Sudah pernah hamil beberapa kali tapi selalu ada saja hal yang membuat saya keguguran," ucap bu Sofi itu menatap jauh ke depan dengan pandangan kosong dan hampa.
Safira tertegun dengan penuturan Bu Sofi, ternyata dia beruntung sudah memiliki anak meskipun dengan cara yang menyebabkannya terluka, ternyata di luaran sana ada yang lebih terluka darinya.
"Ibu yang sabar, ya. Semoga Tuhan segera menghendaki keinginan Ibu dan suami," ucap Safira tersenyum tulus.
Ibu itupun membalas senyuman Safira.
"Terimakasih Mama Qiran," ucap ibu itu.
"Sama-sama Bu," balas Safira.
Tak lama kemudian, bel tanda masuk kelas pun berbunyi. Setelah memastikan semua anak didiknya masuk kelas, Bu Sofi pun pamit undur diri untuk kembali mengajar di kelasnya.