Rahim pengganti atau disebut sewa rahim atau dalam bahasa inggrisnya surogasi, satu kalimat yang sangat ilegal dilakukan di Indonesia tapi legal di luar negeri.
Menceritakan sebuah keluarga yang menantikan kehadiran buah hati selama hampir 5 tahun menikah.
Karena tak kunjung hamil dan sang mertua yang selalu menanyakan apakah sang menantu sudah ada tanda-tanda kehamipan apa belum.
Akhirnya dia meminta sang suami untuk mencari ibu pengganti untuk disewa rahimnya atau disebut rahim pengganti.
Ntah nanti akan dilakukan dengan cara surogasi tradisional ataupun surogasi gestasion.
Simak yuk kisahnya antara Nayra Arasyid, Devandra Ayasi, dan Maya Wardani.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi widya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memar
"Apa yang kamu dapatkan..?" tanya pria paruh baya yang berdiri menghadap jendela besar yang menampakkan pemandangan sore kota metropolitan pada orang diseberang sana melalui panggilan internasional.
"Maaf, Tuan. Saya belum mendapat informasi mengenai kabar yang saya sampaikan kemarin lusa." jawab orang dalam telephone dengan hati-hati.
Pria paruh baya itu terdengar mendesah kasar mendengar jawaban yang diberikan oleh orang suruhan nya itu.
"Tapi..." orang itu ragu untuk mengatakannya.
"Tapi apa?" suara tegas pria paruh baya itu membuat siapapun pasti akan merasa terintimidasi.
"Wanita yang kemarin saya ceritakan masih tinggal di rumah Tuan Muda dan juga istrinya."
"Dan juga dua orang pekerja di rumah Tuan Muda juga masih bungkam tidak mau memberi informasi apapun Tuan." orang itu memberi laporan pada pria paruh baya itu.
"Pantau terus gerak-gerik mereka. Terutama Tuan Muda dan asistennya itu." perintah pria paruh baya.
"Baik Tuan."
Setelah selesai melakukan panggilan internasional pria paruh baya itu berganti memanggil asistennya.
"Permisi Pak. Anda memanggil saya." kata asisten pria paruh baya itu saat sampai di ruang kerja bosnya.
"Hhmmm.." pria paruh baya itu tidak berubah posisinya, masih menghadap jendela melihat keluar membelakangi asistennya.
"Bagaimana laporan dari Aska? Apa dia sudah memberi kamu kabar?" tanya nya
"Sudah Pak. Tadi Aska baru saja memberi informasi jika istrinya sempat bertemu Tuan Muda dan Nyonya Muda di rumah sakit, dan juga seorang wanita yang sekarang tinggal di rumah Tuan Muda." pria paruh baya itu masih diam mendengar linformasi yang di dapat.
"Istri Aska bilang kalau wanita itu, saudara sepupunya. Dan juga...." asisten pria paruh baya itu menjeda ucapannya, ragu untuk mengatakan karena informasi yang didapat belum begitu jelas dan lengkap.
"Juga apa Rudi..?" pria paruh baya itu kini berbalik dan menatap asistennya itu tajam.
Rudi menelan ludah kasar.
"Istri Aska bilang kalau Tuan Muda mengakui sebagai suami dari wanita itu." ucap Rudi cepat dalam satu tarikan nafas.
"Apaaa??" pria paruh baya itu terkejut bukan main.
"Kamu gak salah Rudi?" tanya pria itu dengan tegas dan penuh penekanan.
"Tidak Pak. Bahkan wanita itu juga membenarkan. Nyonya Muda juga mengakuinya." jawab Rudi
Pria paruh baya itu kembali berbalik menghadap jendela. Dia tidak percaya apa yang baru saja dia dengar.
Anaknya menikah lagi.
Dengan siapa?
Bukankah anaknya cinta mati sama istrinya itu
Apa yang menyebabkan anaknya itu berani menikah lagi?
Rahasia apa yang kamu sembunyikan dari papa, Nak. Batin pria paruh baya itu.
"Cari informasi lebih detail lagi.!" perintahnya pada Rudi, asistennya.
"Siap Pak."
.........................
"Sial.!" umpat Maya kesal membanting bantal yang ada dikasur sebagai barang pelampiasan.
"Kenapa harus Nayra yang terluka sih? Seharusnya kan aku yang yang terluka." Maya geram karena perhitungannya gagal.
"Untung saja Bibi Ais belum datang, coba kalau sudah datang. Habis sudah aku kena amarah Devan." Maya mengeraskan rahangnya. Dia kesal akan kecerobohannya sendiri.
"Mana aku harus membersihkan kekacauan yang ku buat sendiri lagi."
"Sial...sial...sial...." Maya mengacak-acak rambutnya sambil berteriak.
"Lain kali aku yang akan menang Nayra." ucap Maya lirih seperti bergumam dengan pancaran mata merah penuh amarah.
...............
Tok tok tok
"Non Nayra di dalam?" tanya Bibi Ais yang sudah kembali ke rumah namun tidak menemukan Nayra di teras samping dan disana sudah bersih dan rapi kembali.
"Iya Bi, masuk aja" terdengar jawaban dari dalam membuat Bibi Ais segera masuk ke kamar Nayra.
"Ada apa, Bibi." tanya Nayra saat melihat Bibi Ais masuk ke kamarnya.
"Ini Non tadi saya juga membeli baklava buat Non Nayra." jawab Bibi Ais mendekat ke Nayra yang duduk di sofa dekat jendela.
"Astaqfirullahalazim." teriak Bibi Ais ketika melihat pelipis Nayra memar.
"Aduhh Nona....Kenapa bisa begini sih? Nanti kalau Tuan Devan melihat bagaimana? Bibi takut kalau Bibi nanti kena marah sama Tuan Devan Nona, gara-gara Bibi tidak bisa menjaga Nona." Bibi Ais terlihat begitu khawatir melihat keadaan pelipis Nayra yang terlihat memar, bercampur rasa takut akan dirinya yang akan kena marah Devan.
Nayra tersenyum melihat kekhawatiran Bibi Ais terhadap dirinya. Nayra memegang salah satu lengan Bibi Ais untuk menenangkan.
"Bibi tenang saja, Kak Devan tidak akan memarahi Bibi kalau Bibi tidak cerita." Nayra menepuk-nepuk pelan lengan Bibi Ais.
"Dan juga ini lukanya tidak parah cuma memar saja, jadi Kak Devan tidak akan marah. Ini kan cuma luka kecil Bibi." ujar Nayra sambil mengelus pelipis sebalah kiri yang memar dengan tangan kirinya.
"Astaqfilullahalazim.....Ya Allah...apa lagi ini Nona?" belum berhenti keterkejutannya Bibi Ais sudah dibuat terkejut dengan keadaan jari Nayra yang di handyplast.
hahahahaaa
Nayra justru tertawa, padahal Bibi Ais sudah keringat dingin dengan wajahnya yang sudah pucat pasi .
"Gak apa Bibi..ini hanya luka kecil." Nayra menunjukkan jari tangan nya kalau sudah bisa digerakkan.
"Tapi tetap saja Nona..Tuan Devan akan tetap marah, apalagi melihat pelipis Non Nayra yang memar ini." Bibi Ais beralih memegang jari Nayra yang dibalut handyplast.
"Dan yang ini masih bisa disembunyikan, Non." kata Bibi Ais
"Ya Allah..Masak gara-gara luka kecil gini aja akan kena marah sih?" Nayra geleng kepala merasa heran
"Bibi aja yang terlalu berlebihan." Nayra tertawa melihat muka Bibi Ais yang sudah terlihat pucat takut akan kena marah Devan.
Nayra menghentikan tawanya dan mencoba memberi pengertian pada Bibi Ais biar merasa tenang kembali.
"Bibi tenang saja yaa.....Nayra nanti yang akan mengurus masalah Kak Devan jika marah sama Bibi."
"Nayra yakin, Kak Devan tidak akan berani marah sama Nayra." kata Nayra
"Apalagi tadi Kak Maya juga sudah bilang kan kalau dia akan mengurus Kak Devan kalau Kak Devan marah?" tanya Nayra
"Iya sih, Non. Tapi kan tetap saja Bibi takut." Bibi Ais tampak memelas.
"Sudah..sudah..Lebih baik Nayra makan roti baklava nya saja, Nayra sudah lapar dari tadi." Nayra menyudahi acara kekhawatiran Bibi Ais.
"Bibi tolong ambilkan itu buat Nayra." Nayra menampilkan puppy eyes membuat Bibi Ais tersenyum.
"Baiklah-baiklah. Akan Bibi ambilkan." Nayra mengangguk mengiyakan.
.................
"Mampir dulu, Rom." kata Devan saat sudah sampai di depan rumahnya.
"Terimakasih Bos, tapi masih ada sedikit pekerjaan tadi yang belum aku kerjakan." tolah Romi halus.
"Baiklah..Hati-hati." Devan menepuk pundak Romi
"Siap, Bos."
Devan memasuki rumah setelah Romi pergi mengendari mobilnya.
"Tumben sepi." gumam Devan karena tidak melihat satu manusia yang biasanya bersenda gurau di ruang keluarga sambil nonton TV ataupun drama.
Devan lekas menuju kamarnya untuk segera membersihkan diri dari padatnya rutinitas hari ini.
Ceklek,
Devan memasuki kamar dan melihat Maya yang duduk di sofa bersama Bibi Ais yang sedang mengoles kaki Maya dengan cream dan memberi sedikit pijatan.
"Kamu kenapa sayang?" tanya Devan langsung duduk didekat Maya.
"Dev..kamu sudah pulang.?" Maya justru tanya balik ke Devan.
"Aku tanya kamu kenapa? Ini kenapa kakinya bisa memar begitu?" tanya Devan yang melihat kaki Maya memar.
"Bibi Ais sudah bisa keluar. Terimakasi ya Bi." kata Maya pada Bibi Ais.
"Gak apa Dev, ini cuma memar biasa saja kok.Tadi kaki ku terbentur kursi saat mau beranjak berdiri dari kursi." jawab Maya setelah melihat Bibi Ais sudah keluar dari kamar nya.
"Sakit tidak buat jalan?" tanya Devan
"Sedikit." jawab Maya singkat
"Yakin, sayang?" Devan menatap Maya intens.
Maya tersenyum, Devan masih mengkhawatirkannya ternyata.
"Iya sayang..Kaki ku cuma memar dan masih bisa buat berjalan meski sedikit sakit." Maya memegang kedua pipi dan juga rahang Devan, mengelusnya lembut, dia tersenyum.
"Terimakasih ya sudah khawatir sama aku." mata Maya berkaca-kaca saat mengucapkan itu.
"Kamu, tidak perlu berterimakasih. Aku khawatir sama kamu itu memang karena aku sayang sama kamu. Aku tidak mau terjadi apa-apa sama kamu." Devan memegang kedua tangan Maya yang masih memegang pipinya itu. Ditariknya pelan kemudian digenggam erat oleh Devan.
"Kamu cuma sayang sama aku, Dev. Gak cinta gitu sama aku.?" tanya Maya yang air mata nya sudah siap untuk ditumpahkan.
"Siapa yang bilang." Devan diam sejenak.
"Aku bukan cuma sayang sama kamu, tapi aku juga cinta sama kamu." Devan melepas genggamannya dan beralih mengusap air mata yang menetes perlahan di pipi Maya.
"Sudah jangan menangis. Aku mau bersih-bersih dulu, habis itu kita makan malam." Devan beranjak dari duduknya dan menuju kamar mandi.
"Tapi rasa sayang dan cintamu telah berkurang padaku, Dev."