Vivian, kelinci percobaan dari sebuah lembaga penelitian, kembali pada satu bulan sebelum terjadinya bencana akhir zaman.
selama 8 tahun berada di akhir zaman.
Vivian sudah puas melihat kebusukan sifat manusia yang terkadang lebih buas dari binatang buas itu sendiri.
setidaknya, binatang buas tidak akan memakan anak-anak mereka sendiri.
.
.
bagaimana kisah Vivian memulai perjalanan akhir zaman sambil membalaskan dendamnya?
.
jika suka yuk ikuti terus kisah ini.
terimakasih... 🙏🙏☺️😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Roditya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21.
Siang hari apartemen Peter.
"Kita harus memasang pintu di depan tangga darurat." Vivian memberikan usulan. "Aku yakin. Kejadian seperti ini tidak akan hanya terjadi sekali saja. Setidaknya, dengan pintu tambahan, kita bisa memiliki perlindungan ekstra."
"Aku setuju." Kris paling awal memberikan persetujuannya disusul oleh Peter dan William dengan anggukan.
"Aku masih memiliki pintu cadangan di rumah. Tapi, kita tidak memiliki listrik sekarang, bagaimana caranya kita memasang pintu?." Tanya Peter.
"Aku memiliki generator di dalam apartemen Kris." Ucap Vivian yang mendapat pandangan heran dari Kris.
'sejak kapan apartemenku memiliki generator?.' Batin Kris.
Setelah berpikir cukup lama, Kris akhirnya menyadari bahwa selama bencana ini berlangsung, ternyata rumahnya tidak pernah mati lampu. Hanya air saja yang sudah tidak hidup.
Selama beberapa hari ini, mereka berdua sudah mengandalkan air dari lelehan es milik Vivian.
berpikir tentang air bersih Kris kemudian bertanya kepada teman-temannya.
"Jika tidak ada listrik, dari mana kalian selama beberapa hari ini mendapatkan air bersih?." tanya Kris.
"Kami memiliki penyaring air di dalam rumah." ucap William.
"Aku masih memiliki persediaan air bersih." ucap Peter.
"Jadi Will, kamu menggunakan air banjir dan kemudian menyaringnya dengan saringan air?." Kris membayangkan sampah, binatang dan manusia yang menjadi korban. Tersapu oleh air banjir.
Bergidik. "Tidakkah air itu akan membuatmu sakit perut?." Tanya Kris kembali.
"???" William bingung dengan pertanyaan Kris.
'Kenapa Kris tiba-tiba bertanya tentang air? Bukankah mereka juga sama saja? ' Pikir William.
"Untuk sekarang, yang perlu kita lakukan adalah segera memasang pintu di tangga darurat. Jangan membahas soal air, Ok." Vivian menyela pembicaraan keduanya.
Semua perhatian kini kembali tertuju ke topik awal.
"Oh iya. Aku memiliki alat-alat pertukangan di apartemenku." William juga tidak mau ketinggalan dengan rekan-rekannya. Sebab, dia merasa belum membantu apapun untuk tim ini.
Setelah membuat keputusan, mereka berempat bergegas memasang pintu di tangga darurat sesegera mungkin.
"Sekarang semuanya sudah selesai." Ucap William sambil membereskan alat-alat pertukangan nya kembali ke dalam kotak.
"Bagus. Sesuai kesepakatan. Will dan ayahnya akan berjaga dari pagi hingga sore hari. Aku dari sore hingga tengah malam. Dan, Peter serta Vivian akan berjaga di sisa waktu malam."
"Kalau begitu, aku akan mulai berjaga bersama dengan ayahku setelah mengembalikan alat-alat ini." Mengangkat alat pertukangan. "Emm..." William tampak ragu untuk melanjutkan berbicara.
"Ada apa Will?." Tanya Vivian ketika ia menyadari bahwa William masih ingin mengatakan sesuatu.
"Penghuni apartemen yang anaknya meninggal kemarin, ingin bergabung bersama kelompok kita. Dia bertanya kepadaku tadi pagi. Jadi...."
"Tidak!." Vivian menjawab dengan tegas.
"Tapi, jika mereka ingin keluar untuk mencari perbekalan, kita bisa membawanya keluar dua hari lagi. Katakan kepada mereka untuk bersiap-siap jika ingin ikut. Juga, mereka harus ikut menjaga lantai ini. Jika tidak. Kami tidak akan mau membantu jika ada kejadian seperti kemarin meskipun kita berada di lantai yang sama." Tambah Vivian dengan tegas.
"Tapi, mereka hanya terdiri dari orang tua, wanita, dan anak-anak." Protes will.
Profesinya sebagai seorang dokter membuat William lemah terhadap yang lebih tua dan juga anak kecil.
Apalagi,
Dalam menghadapi situasi yang mungkin berbahaya. William menjadi lebih tidak tega.
"Lalu. Apa masalahnya?." Ucap Vivian dengan acuh. "Bukannya mereka tidak memiliki tangan dan kaki serta..." Vivian menunjuk kepalanya.
Mendengar jawaban Vivian yang tegas. William akhirnya tersadar.
Tidak ada yang akan menolong kita kecuali diri kita sendiri.
"Aku mengerti, aku akan membicarakannya dengan mereka."
Vivian, Kris, dan Peter meninggalkan William dan ayahnya.
Mereka bertiga pergi untuk beristirahat sebelum datang waktu mereka untuk berjaga.
Pluk.
Ayah William menumpuk bunda anaknya.
"Ayah, aku..." William mengusap wajahnya frustasi.
Tersenyum. "Inilah keadaan saat ini. Kamu harus terbiasa." Ayah William mengelus rambut putranya.
Memandang sang ayah dengan kurang yakin. "Tapi.... Hah..." Menghela nafas lelah. "Ya. Aku mengerti. Ayah."
.
.
Sore menjelang malam
Saat ini Kris sudah menggantikan William dan ayahnya untuk berjaga.
Vivian yang ditinggal sendirian di apartemen, akhirnya bisa dengan leluasa memasuki ruang.
"Meong."blacky melompat ke pelukan Vivian.
"Aku lapar meong. Kamu berjanji kepadaku untuk memasakkan banyak daging meong. Pembohong!." Blacky protes karena Vivian melupakan janjinya.
Menggaruk leher Blacky. " Maafkan aku... Sekarang, ayo kita memasak daging yang sangat kamu inginkan." Vivian lalu berjalan ke arah dapur dengan Blacky di pelukannya.
"benarkah? Kamu tidak membohongiku lagi kan?." ucap Blacky dengan mata berbinar.
"Tentu saja. Sekarang kamu tunggu di sini." Vivian meletakkan Blacky di atas meja makan. "Aku akan segera memasakkan daging yang enak untukmu."
Vivian lalu mulai memasak hidangan daging untuk dirinya dan Blacky.
Semenjak Blacky memiliki kekuatan. Ia juga mulai suka makan makanan yang biasa manusia makan tanpa khawatir sakit perut.
"Makanlah."
Vivian meletakkan 5 piring hidangan dari bahan daging di atas meja. Cukup untuk makan dirinya dan Blacky bersama.
"Meong. Sangat lezat meong. Ini baru yang dinamakan hidup." ucap Blacky sambil tidur telentang di atas meja karena kekenyangan.
Membereskan meja. "Setelah istirahat. Bantu aku untuk menanam sayuran dan biji-bijian."
Berbalik membelakangi Vivian. "Tidak mau meong. tidak ada hadiah." ucap Blacky sambil menjilati kaki depannya.
Srasss...
Vivian mencuci piring.
"Aku pasti akan memberikan hadiah kepadamu. Asal, kamu mau membantuku menanam tanaman serta memelihara ternak yang ada di luar angkasa ini." Vivian meletakkan piring terakhir di rak piring.
"Aku ingin dendeng rasa rumput laut seperti kemarin." Blacky meregangkan tubuhnya dan berjalan ke arah Vivian yang sudah selesai mencuci piring.
"Tidak masalah. Kalau begitu, ayo kita segera mulai sekarang saja. Mumpung Kris masih berjaga dan belum kembali."
Vivian lalu membawa Blacky keluar untuk mulai proyek pertaniannya.
Setelah 5 jam bekerja. Vivian dan Blacky sama-sama merasa kelelahan. Vivian pun mencampur air dari akar pohon ke dalam minumannya.
"Akhirnya tenagaku pulih kembali. Ternyata, walaupun bekerja hanya menggunakan pikiran. Itu juga cukup melelahkan." Vivian lalu berbaring di rerumputan.
"Ayam yang kamu pelihara sudah mulai bertelur meong." Blacky kembali dari berkeliling peternakan.
"Benarkah? Akhirnya aku akan memiliki lebih banyak ayam untuk dikonsumsi kedepannya." Vivian tersenyum bahagia.
"Baiklah. Sudah hampir waktunya aku yang berjaga malam." mengelus bulu Blacky. "Kamu tinggal dulu di sini ya. Besok, aku akan kembali lagi." setelah mengucapkan itu Vivian lalu bergegas keluar dari ruang.
author juga terimakasih atas dukungannya 😊