Tawanya, senyumnya, suara lembutnya adalah hal terindah yang pernah aku miliki dalam hidupku. Semua yang membuatnya tertawa, aku berusaha untuk melakukannya.
Meski awalnya dia tidak terlihat di mataku, tapi dia terus membuat dirinya tampak di mata dan hatiku. Namun, agaknya Tuhan tidak mengizinkan aku selamanya membuatnya tertawa.
Meksipun demikian hingga di akhir cerita kami, dia tetaplah tersenyum seraya mengucapkan kata cinta terindah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sweet Marriage 10
Beberapa hari berlalu, Ravi tidak menanyakan tentang apa yang dilakukan oleh Leina ketika di rumah kedua orangtuanya kemarin. Dan pagi ini Leina meminta izin Ravi untuk pergi ke luar kota. Tanpa memiliki rasa curiga apapun, Ravi tentu mengiyakan.
Karena Ravi tahu bahwa sebagian besar pekerjaan Dante yang merupakan ayah mertuanya sudah di handle oleh Leina. Sehingga perginya Leina ke luar kota sewaktu-waktu seperti ini merupakan hal yang biasa.
" Berapa hari Lei?"
" 3 sampai 4 hari Mas, nggak apa-apa kan?"
" Ya nggak masalah dong, kan itu kerjaan kamu. Jangan ada yang berubah setelah kita menikah. Aku juga nggak akan melarang atau membatasi kamu dalam melalukan apapun."
Rasanya begitu menyenangkan bagi Leina ketika mendengar Ravi berkata demikian. Tapi sejujurnya dia merasa bersalah, dia merasa bersalah karena telah membohongi pria itu. Pria yang sekarang telah berstatus sebagai suaminya.
Seketika raut wajah Leina berubah menjadi lesu. Dan hal tersebut diketahui oleh Ravi. Wajah yang Leina perlihatkan kali ini adalah wajah yang sama ketika makan malam keluarga beberapa hari yang lalu.
" Lei, kamu kenapa. Kamu sakit?"
" Aah nggak Mas, cuma sedikit pusing aja. Mungkin karena semalem nyiapin pekerjaan untuk luar kota hari ini."
Ravi terdiam, mereka sudah mengenal cukup lama dan Ravi bisa merasakan bahwa apa yang dikatakan Leina baru saja itu tidaklah benar. Ia menjadi berpikir bahwa sekarang Leina sedang merasa baik-baik saja padahal tidak.
Sejauh ini hanya itu yang ada di kepala Ravi yakni tentang Leina memaksakan tubuhnya untuk bekerja padahal sudah jelas-jelas sedang merasa tidak enak badan.
" Kamu pergi sendiri apa sama asisten?"
" Ya? Ehmm, sendiri Mas."
" Nggak bisa, kamu nggak boleh nyetir mobil sendiri. Kamu harus bawa supir."
" Tapi Mas, aku beneran nggak apa-apa. Aku udah biasa sendiri.
Leina berusaha untuk menolak saran dari Ravi. Dia tidak mungkin membawa sopir karena tujuan keluar kotanya kali ini bukan benar-benar bekerja. Melainkan ia memiliki janji temu dengan dokter untuk memeriksakan keadaanya.
Namun agaknya Ravi sangat kukuh meminta Leina untuk tidak pergi sendiri. Dan sebuah ancaman Ravi berikan kepada Leina sehingga Leina mau tidak mau menuruti Ravi.
Ancaman tersebut adalah Ravi akan mengantar Leina sendiri. Tentu saha hal tersebut tidak beh terjadi. Ravi tidak boleh tahu apa yang akan Leina lakukan di luar kota.
" Iya Mas, aku bawa sopir deh."
" Bagusssss, itu baru istriku."
" Ya mau gimana suamiku bawel."
Sungguh kata-kata mereka berdua belum terasa menggetarkan dada. Tapi baik Ravi maupun Leina tampak nyaman dengan panggilan mereka tersebut.
Setelah memastikan bahwa sopir yang akan dibawa Leina datang, Ravi pun berangkat ke kantor. Hari ini dia sedikit sibuk karena tengah mempersiapkan toko cabang di negara tetangga. Tapi jika Leina tadi benar-benar kukuh untuk pergi sendiri maka Ravi akan dengan rela menunda rapatnya dan menemani Leina.
Entah apa yang dirasakan oleh pria itu,yang pasti Ravi sungguh tidak ingin Leina kenapa-napa. Ada sekelumit rasa khawatir yang tidak bisa ia jelaskan sendiri.
" Kok kayak gini ya rasanya. Aneh, kayak ada sesuatu yang ngeganjel tapi apa ya?"
Sepanjang perjalanan menuju ke kantor William Diamond Ravi terus memikirkan hal itu. Namun ia sama sekali tidak bisa menemukan jawaban dari apa yang ia bingungkan.
Dan pikirannya yang kalut serta hatinya yang resah itu ia bawa hingga masuk ke dalam ruangannya
Adrian melihat Ravi yang baru masuk langung segera menyusul. Dia memanggil Ravi berkali-kali tapi bosnya itu seakan tidak mendengar. Adrian sendiri tidak tahu apakah Ravi pura-pura tidak mendengar panggilannya atau memang sungguhan tidak mendengar.
" Rav!"
" Eh kok udah ada di sini aja?"
" Hah? Gue dari tadi di belakang Lo. Gue panggil-panggil juga dari tadi tapi Lo nya nggak denger. Buseet deh lagi mikirin apa sih sampe segitu fokusnya."
Ravi hanya diam, dia sendiri tidak mengerti mengapa rasanya resah, bingung dan tidak nyaman begini. Apa mungkin karena Leina pergi? Isi kepala Ravi seketika membuat asumsi seperti itu.
Hanya saja ia tidak mau memikirkan lebih dalam. Mungkin itu hanya karena tadi Leina terlihat tidak fit. Ya seperti itulah yang ada di kepala Ravi saat ini.
" Aah gue nggak apa-apa, gimana udah siap buat rapat."
" Yusp, let's go!"
Ravi mencoba mengacuhkan pemikirannya, tapi ternyata tidak berhasil. Sepanjang rapat konsentrasinya terpecah antara pembahasan pembukaan cabang baru dan Leina. Ia sama sekali tidak bisa fokus tentang itu. Pada akhirnya Ravi memutuskan untuk mengakhiri rapat lebih cepat dari yang direncanakan sebelumnya.
Adrian mengerutkan kedua alisnya, menatap Ravi yang berjalan menuju ke ruangannya dengan perasaan bingung. Baru kali ini Ravi bersikap demikian. Ya, selama ini bekerja dibawah pemimpinan Ravi, baru kali ini dia melihat Ravi tidak memusatkan sepenuhnya pikirannya terhadap pekerjaan.
Yang Adrian tahu, Ravi adalah workaholic. Dia akan memprioritaskan pekerjaan nomor satu diantara urusan yang lain, kecuali berhubungan dengan keluarga pastinya.
" Tuan Ravi, Anda ini kenapa sih. Kok gue lihat kayaknya lagi pikirannya nggak di sini."
" Kelihatan banget ya?"
Adrian menjadi bingung karena dugaannya benar. Ia benar-benar tidak mengerti tentang sang teman sekaligus bosnya itu.
" Sebenernya kenapa sih Lo?"
" Hari Leina pergi ke luar kota buat urusan bisnis. Nggak tahu aja tiba-tiba gue kayak kepikiran."
Plak
Adrian langsung menepuk keningnya sendiri menggunakan tangan. Setelah mendapat jawaban dari Ravi, ia menjadi sadar akan sesuatu. Temannya itu tengah merasakan rindu karena ditinggal pergi oleh sang istri. Seperti itulah isi kepala Adrian.
" Owalaaah jadi karena itu. Ish ish ish, maklum lah penganten baru jadi begini. Baru ge belum ada sehari ditinggal udah pusing. Sabar, kalau pulang bisa langung gempur lagi."
Ravi yang tidak mengerti apa isi ucapan Adrian hanya mendengus kesal. Ia tidak memasukkan ucapan temannya itu kedalam kepalanya. Terlebih Adrian terus mengejek dirinya.
" Dah sana pergi, bikin gue pusing tahu nggak Lo."
" Acieeee penganten baru lagi galau gundah gulana ditinggal istri."
Tap tap tap
Klaak
Adrian meninggalkan Ravi sendirian di ruangannya. Sedangkan Ravi, ia tengah menimbang sesuatu, berkali-kali dia melihat ke arah ponselnya. Lalu sebuah keputusan dia ambil. Ravi beranjak dari tempat duduknya, menyambar kunci mobil lagi pergi meninggalkan ruangan.
" Aku harus tahu dia dimana."
TBC
😭😭😭😭😭😭😭
Bnr" nih author,sungguh teganya dirimuuuuu
Semangat berkarya thoor💪🏻💪🏻👍🏻👍🏻
gara" nangis tnp sebab
😭😭😭😭😭
bnr" nih author
pasti sdh ada rasa yg lbih dari rasa sayang kpd teman,cuman Ravi blum mnyadarinya...
bab". mngandung bawang jahat😭😭😭😭😭
Mski blum ada kata cinta tapi Ravu suami yg sangat peka & diandalkan...
aq padamu mas Ravi😍