NovelToon NovelToon
Desa Penjahit Kain Kafan

Desa Penjahit Kain Kafan

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Misteri / Horor / Rumahhantu / Hantu / Iblis
Popularitas:229
Nilai: 5
Nama Author: Mrs. Fmz

Di pinggiran hutan Jawa yang pekat, terdapat sebuah desa yang tidak pernah muncul dalam peta digital mana pun. Desa Sukomati adalah tempat di mana kematian menjadi industri, tempat di mana setiap helai kain putih dijahit dengan rambut manusia dan tetesan darah sebagai pengikat sukma.
​Aris, seorang pemuda kota yang skeptis, pulang hanya untuk mengubur ibunya dengan layak. Namun, ia justru menemukan kenyataan bahwa sang ibu meninggal dalam keadaan bibir terjahit rapat oleh benang hitam yang masih berdenyut.
​Kini, Aris terjebak dalam sebuah kompetisi berdarah untuk menjadi Penjahit Agung berikutnya atau kulitnya sendiri akan dijadikan bahan kain kafan. Setiap tusukan jarum di desa ini adalah nyawa, dan setiap motif yang terbentuk adalah kutukan yang tidak bisa dibatalkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. Fmz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34: Penglihatan di Dalam Air Keruh

Aris! Tolong aku! Airnya mulai masuk ke dalam paru-paru milikku! Jeritan Sekar Wangi teredam oleh gelembung-gelembung air hitam yang mendidih di sekeliling tubuhnya yang kian tenggelam. Tangan-tangan gaib dari jalinan rambut manusia menariknya semakin dalam ke dasar rawa, membuat permukaan es hitam yang dibuat Aris retak seketika.

"Sekar, pegang linggis ini! Jangan lepaskan atau kamu akan terseret ke dalam inti bumi!" teriak Aris Mardian sambil menghujamkan senjatanya ke arah pusaran air.

"Aku tidak bisa melihat apa-apa, Aris! Semuanya gelap dan terasa sangat menyesakkan!" sahut Sekar dengan suara yang nyaris hilang tertelan gemuruh air.

Aris Mardian memejamkan mata, mencoba memanggil kekuatan dari pola jahitan yang kini menyatu dengan urat nadinya. Sebagai seorang perancang bangunan, ia mencoba memetakan struktur air tersebut, menganggapnya sebagai sebuah fondasi cair yang harus dikeraskan.

Garis hitam di lengan Aris berpijar hebat, mengeluarkan hawa dingin yang luar biasa untuk melawan panasnya air keruh tersebut.

"Demi darah leluhur yang mengalir, diamlah dan membekulah!" raung Aris sambil menekan telapak tangannya ke permukaan rawa.

"Aris, hati-hati! Rambut-rambut itu mulai merayap naik ke punggungmu!" jerit Sekar yang berhasil menyembul ke permukaan.

Benar saja, jalinan rambut manusia yang tadinya berada di dalam air kini melesat keluar seperti ribuan jarum hitam yang haus darah. Aris merasakan perih yang luar biasa saat ujung-ujung rambut itu menusuk kulit punggungnya, mencoba mencari celah di antara jahitan gaib miliknya.

Namun, Aris tetap bergeming, fokusnya hanya satu yakni menarik Sekar keluar dari maut yang menganga.

"Pegang tanganku sekarang juga, Sekar! Kita harus melompat sebelum es ini hancur total!" perintah Aris dengan gigi yang berkerut menahan sakit.

"Aku sudah memegangnya, Aris! Cepat tarik aku sebelum raga ini kehilangan kesadaran!" balas Sekar sambil mengerahkan sisa kekuatannya.

Dengan satu hentakan kuat, Aris menarik Sekar ke atas permukaan es yang kian menipis dan mulai bergoyang liar. Mereka berlari membabi-buta menembus kabut merah, mengabaikan suara tawa bayi yang kembali menggema dari dasar rawa tersebut.

Kaki mereka terasa panas terbakar, namun tekad untuk bertahan hidup membuat rasa sakit itu seolah menghilang di bawah tekanan adrenalin yang memuncak.

"Lihat ke depan, Aris! Ada sebuah gubuk tua di tengah hutan jati yang dikelilingi oleh ribuan nisan kayu!" seru Sekar sambil menunjuk ke arah remang-remang cahaya.

"Itu adalah tempat peristirahatan terakhir para bidan desa, tempat yang seharusnya tidak pernah kita injak!" jawab Aris dengan wajah pucat.

Aris menyadari bahwa gubuk itu memiliki susunan kayu yang tidak lazim, di mana setiap bilah-bilah papan dijahit menggunakan rambut manusia. Sebagai ahli konstruksi, ia melihat bahwa bangunan itu berdiri di atas tanah yang terus berdenyut, seolah-olah gubuk tersebut adalah sebuah organ tubuh yang hidup.

Aroma melati yang sangat tajam kembali menusuk hidung mereka, namun kali ini bercampur dengan bau anyir darah yang masih segar.

"Kita tidak punya pilihan lain, Sekar! Masuk ke sana atau kita akan habis dicabik oleh rambut-rambut rawa itu!" ajak Aris sambil mendobrak pintu gubuk.

"Tapi Aris, aku merasakan ada ribuan nyawa yang sedang menangis di dalam dinding gubuk ini!" bisik Sekar dengan bulu kuduk yang berdiri tegak.

Begitu mereka melangkah masuk, pintu gubuk tertutup dengan sendirinya, terkunci oleh jalinan benang perak yang muncul dari sela-sela kusen kayu. Di tengah ruangan, terdapat sebuah kuali besar yang berisi air keruh yang sangat jernih di bagian permukaannya namun hitam pekat di bagian dasarnya.

Aris mendekat, dan saat ia menatap ke dalam air tersebut, ia tidak melihat bayangannya sendiri, melainkan sebuah penglihatan masa lalu.

"Aris, apa yang kamu lihat di dalam air itu? Mengapa matamu berubah menjadi sangat merah?" tanya Sekar dengan penuh kekhawatiran.

"Aku melihat ayahku... dia sedang berdiri di atas makam ibuku sambil memegang sebilah jarum emas yang sangat panjang," jawab Aris dengan suara yang bergetar.

Di dalam air keruh itu, Aris menyaksikan ayahnya sedang menjahit sebuah janji setia di atas nisan ibunya menggunakan darah Aris yang masih bayi. Penglihatan itu menunjukkan bahwa setiap jengkal kemalangan yang menimpa mereka telah dirancang sejak Aris pertama kali menghirup udara di Desa Sukomati.

Ayahnya bukan hanya seorang penduduk biasa, melainkan arsitek dari seluruh kutukan yang kini menjerat nyawa mereka berdua.

"Jadi ini semua adalah perbuatan ayahmu sendiri? Bagaimana mungkin seorang ayah tega menumbalkan anaknya?" tanya Sekar dengan nada tidak percaya.

"Bukan hanya aku, Sekar! Lihatlah, di samping ayahku ada kakekmu yang sedang menyiapkan kain mori pembungkus sukma!" seru Aris sambil menunjuk ke dalam kuali.

Sekar Wangi mendekat dan seketika ia jatuh terduduk saat melihat bayangan kakeknya sedang meminum darah dari tali pusat bayi yang baru saja ia potong. Rahasia kelam Desa Sukomati terpampang nyata di hadapan mereka, menghancurkan sisa-sisa kepercayaan yang mereka miliki terhadap masa lalu.

Ternyata, kebaikan yang selama ini mereka lihat hanyalah topeng untuk menutupi perjanjian berdarah yang menuntut tumbal setiap lima puluh tahun sekali.

"Kita harus menghancurkan kuali ini, Aris! Ini adalah sumber dari segala penglihatan palsu dan kutukan ini!" teriak Sekar sambil meraih linggis Aris.

"Jangan! Jika kuali ini pecah, maka ingatan seluruh desa akan hilang dan kita akan terjebak selamanya di sini!" larang Aris sambil menahan tangan Sekar.

Tiba-tiba, air di dalam kuali itu mulai meluap dan membentuk sosok manusia yang seluruh tubuhnya terbuat dari cairan hitam yang sangat amis. Sosok itu tidak memiliki wajah, namun ia mengenakan pakaian adat yang sangat kuno dan membawa sebuah gulungan kertas yang terbakar.

Aris mengenali sosok tersebut sebagai penjaga memori desa, entitas yang bertugas memastikan bahwa janji setia di atas makam tetap terlaksana.

"Kalian telah melihat apa yang seharusnya tidak kalian lihat, wahai keturunan para pengkhianat!" suara sosok itu bergema di dalam kepala mereka.

"Kami tidak akan menjadi bagian dari kegilaan ini lagi! Biarkan kami pergi dari desa terkutuk ini!" tantang Aris sambil mengangkat lengannya yang berpijar.

Sosok air itu tertawa, suaranya terdengar seperti air yang mendidih di dalam tengkorak manusia yang sudah kering dan pecah. Ia melesat maju, menyentuh dada Aris dan seketika Aris merasakan jantungnya berhenti berdetak selama beberapa detik yang sangat menyiksa.

Sekar mencoba membantu, namun tubuhnya mendadak kaku seolah-olah ada ribuan jarum kasat mata yang menusuk saraf motorik miliknya.

"Janji itu harus ditepati, atau desa ini akan menjadi lautan darah yang tidak akan pernah kering!" raung sosok air tersebut.

"Aku akan memutus janji itu dengan darahku sendiri, bukan dengan nyawa orang lain!" balas Aris sambil menggigit lidahnya hingga berdarah.

Aris meludahi kuali tersebut dengan darahnya, memicu reaksi ledakan energi yang membuat sosok air itu tercerai-berai menjadi tetesan-tetesan kecil. Namun, tetesan air itu segera merayap menuju nisan-nisan kayu di luar gubuk, membangunkan sesuatu yang jauh lebih mengerikan dari bawah tanah.

Aris dan Sekar melihat bagaimana nisan-nisan itu mulai bergerak dan bergeser, membentuk sebuah lingkaran besar yang mengunci posisi gubuk tersebut.

"Mereka sedang menyiapkan upacara janji setia di atas makam, Aris! Kita sudah berada di tengah liang lahat raksasa!" seru Sekar dengan penuh ketakutan.

"Tetap di belakangku, Sekar! Aku akan menggunakan denah di lenganku untuk mencari celah di antara nisan-nisan ini!" perintah Aris dengan sisa tenaganya.

Aris melihat pola cahaya yang keluar dari lengannya kini terhubung dengan nisan-nisan yang ada di luar, menunjukkan sebuah jalur rahasia yang terkubur. Jalur itu menuju ke arah sebuah makam tanpa nama yang berada di titik paling barat dari lingkaran nisan tersebut.

Ia menyadari bahwa di sanalah kunci untuk mengakhiri penglihatan ini berada, namun jalan menuju ke sana dijaga oleh arwah para bidan yang sudah menjadi budak kain.

"Lari sekarang, Sekar! Jangan pedulikan langkah kaki yang mengikuti kita dari belakang!" teriak Aris sambil menerjang keluar gubuk.

Mereka berlari di antara nisan yang terus bergeser, menghindari tangan-tangan pucat yang keluar dari dalam tanah untuk menangkap kaki mereka. Aris merasakan kekuatannya kian menipis, setiap langkah terasa seperti sedang mendaki gunung yang dipenuhi oleh duri tajam yang menusuk jiwa.

Namun, saat mereka hampir mencapai makam tanpa nama itu, sesosok wanita dengan gaun putih yang penuh dengan jahitan berdiri menghalangi jalan mereka.

"Mau ke mana, anakku? Bukankah kamu sudah berjanji untuk menemani ibu di sini selamanya?" tanya wanita itu dengan suara yang sangat lembut namun mematikan.

 

1
Siti Arbainah
baru baca lngsung tegang
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!