Lala mengalami kecelakaan yang membuat jiwanya terjebak di dalam raga seorang antagonis di dalam novel dark romance, ia menjadi Clara Shamora yang akan mati di tangan seorang mafia kejam yang mencintai protagonis wanita secara diam-diam.
Untuk menghindari nasib yang sama dengan Clara di dalam novel, Lala bertekad untuk tidak mengganggu sang protagonis wanita. Namun, ternyata ia salah langkah dan membuatnya diincar oleh malaikat mautnya sendiri—Sean Verren Dominic.
“Sekalinya milik Grey, maka hanya Grey yang bisa memilikinya.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MTMH18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian tiga puluh empat
Hari ini kelas sampai malam, Clara rasanya lelah dan ingin cepat beristirahat. Namun seseorang menghalangi langkahnya yang hendak keluar dari gerbang fakultasnya.
Clara menaikkan pandangannya dan ia sedikit terkejut saat melihat Steven. Gadis itu membuang pandangannya ke arah lain, ia paling benci dengan perasaan yang tertinggal di raganya.
Dadanya berdenyut sakit, saat melihat wajah lelah Steven. Ini bukan perasaannya, tetapi perasaan Clara yang asli.
“Clara, Daddy ingin bicara sebentar. Daddy mohon.”
Bahkan suara Steven terdengar begitu putus asa, tidak seperti terakhir kali mereka bicara.
“Tidak lebih dari sepuluh menit,” jawab Clara yang berjalan ke arah gazebo.
Kebetulan suasana kampus sudah sepi, dan Clara memang keluar paling akhir. Jadi, tidak ada yang melihat mereka berdua.
Mereka duduk berhadapan, Steven masih belum membuka suaranya, pria itu menatap wajah lekat sang putri yang sangat dirindukannya.
“Daddy tahu kalau kata maaf tidak akan membuat lukamu sembuh, Daddy gagal menjadi orang tua. Maaf, Maaf Clara,” Steven hendak meraih tangan sang putri, tetapi Clara menarik tangannya.
Steven tertegun sesaat, rasanya sakit melihat penolakan sang putri.
“Apa yang bisa Daddy lakukan untuk menyembuhkan luka yang selama ini Daddy torehkan kepadamu?” Tanya Steven dengan tatapan penuh harap.
“Entahlah, aku sendiri juga tidak tahu,” jawab Clara yang lebih memilih melihat kolam ikat yang tidak jauh dari gazebo.
“Rasanya menyakitkan, saat mendengar orang yang melahirkanmu mengatakan kalau aku adalah anak pembawa sial. Bahkan istri Anda mengatakan kalau dia menyesal, karena melahirkanku,” gadis itu menatap Steven sekilas.
Steven bungkam, karena ia kini bisa merasakan rasa sakit sang putri.
“Tidak diizinkan untuk membela diri dan lebih mempercayai orang asing, daripada darah dagingnya sendiri. Terdengar menyakitkan bukan?” Clara mengusap air matanya yang tiba-tiba keluar.
Gadis itu mengambil napas dalam-dalam, sebelum menghembuskan secara perlahan.
“Bahkan semua luka itu masih menganga lebar di sini! Rasanya sangat sakit!” Clara menekan dadanya yang terasa sesak.
“Apa salahku? Kenapa keluargaku tidak pernah mempercayaiku? Apa benar aku ini orang pembawa sial? Pertanyaan itulah yang selalu muncul di kepalaku,” gadis itu meringis pelan, saat merasakan kepalanya berdenyut sakit.
“Clara!” Panik Steven yang hendak menyentuh bahu sang putri, tetapi Clara menepisnya.
“Aku ingin hidup dengan tenang dan bahagia dengan caraku sendiri. Memaafkan kalian? Sepertinya aku belum bisa, karena aku masih selalu ingat perlakuan kalian kepadaku. Jadi, simpan saja maaf kalian sampai aku mati,” gadis itu beranjak dari duduknya dan berlalu dari hadapan Steven yang masih termenung.
“Tuhan, apa yang sudah aku lakukan?” Steven menangis, dan ini adalah pertama kalinya ia menangis.
“Clara adalah putri yang aku tunggu-tunggu, karena aku sangat menginginkan anak perempuan. Tapi, aku menyia-nyiakannya. Aku tidak pantas menjadi ayah untuk Clara, maafkan Daddy Clara,” bahu Steven bergetar hebat, pria itu sangat menyesali perbuatannya.
Sedangkan Clara, gadis itu hendak memasuki mobil jemputannya. Tetapi seseorang menahannya dengan pelukan yang begitu erat.
“Lepas!” Seru Clara yang membuat Gabriel melepaskan pelukannya.
“Hukum Kakak, Clara! Beri Kakak hukuman yang pantas, agar rasa sakitmu terobati!” Mohon pria itu yang kini bersimpuh di dekat kaki sang adik.
Clara mengamati penampilan Gabriel yang sama kacaunya dengan Steven, bedanya tangan kanan Gabriel terdapat perban. Namun Clara menahan rasa pedulinya, ia tidak ingin raganya bergerak dengan sendirian.
“Kembalikan pada Lexander, Clara. Kami sangat membutuhkanmu,” suara lirih itu membuat Clara memalingkan wajahnya.
“Bukankah aku pembawa sial bagi Lexander? Jadi, untuk apa aku kembali ke sana? Untuk disakiti lagi?” Tanya gadis itu yang membuat Gabriel menahan tangisannya.
“Maaf, Kak El salah. Clara boleh marahi Kak El atau pukul Kak El, tapi jangan benci Kak El!” Pria itu meraih tangan sang adik dan membawa tangan kecil itu ke pipinya.
“Aku tidak ingin mengotori tanganku,” Clara menarik tangannya.
“Dan berdirilah! Jangan membuatku seperti orang jahat, karena kau bersimpuh begitu!” Kata gadis itu dengan nada dinginnya.
Gabriel berdiri, matanya terlihat memerah. Tangannya terlihat gemetar, ia ingin sekali mendekap adiknya dengan erat.
“Jika kau tidak ingin kembali, bolehkan Kak El minta untuk mengunjungi Joan dan Mommy? Mereka sangat membutuhkanmu,” mohon Gabriel yang tidak tega melihat keadaan Joan dan sang mommy.
“Mereka tidak membutuhkanku, yang mereka butuhkan hanya Bella,” Clara tersenyum begitu manis.
Gabriel menggelengkan kepalanya, ia menahan tangan adiknya yang hendak membuka pintu mobil.
“Bella sudah diusir dari Mansion Lexander, dia juga bukan anak angkat Lexander lagi. Jadi, ayo kita kembali ke—”
“Sudah terlambat,” potong Clara dengan tatapan dinginnya.
Gadis itu kembali menjauhkan tangan Gabriel yang terdapat perban, “Aku sudah tidak memiliki hubungan apapun dengan Lexander, jadi jangan pernah muncul di hadapanku.”
Setelah mengatakan itu, Clara memasuki mobil jemputannya. Gabriel tidak menahannya lagi, karena ia tidak ingin membuat sang adik semakin membencinya.
Mobil berwarna putih itu berlalu dari hadapan Gabriel yang masih terdiam, pria itu tersadar saat ada yang menepuk bahunya.
“Mungkin bukan sekarang, Clara masih membutuhkan waktu untuk bisa memaafkan kita. Jadi, kita kembali ke rumah sakit!” Kata Steven kepada sang putra.
Steven sudah mendengar semuanya, pria paruh baya itu akan memikirkan cara lain untuk menenangkan istri dan juga putranya yang sedang menunggu kepulangan Clara.
“Dad, El benar-benar menyesal sudah menampar Clara demi membela Bella yang selama ini bermuka dua,” suara Gabriel terdengar bergetar.
“El gagal menjadi seorang kakak buat Clara, bukannya melindungi Clara… El malah melukainya. El jahat sama Clara!” Gabriel memukul dadanya sendiri, karena merasa sesak dan sulit untuk mengambil napas.
“Tenangkan dirimu, karena Mommy dan Joan membutuhkan kita!” Steven memeluk putra sulungnya yang kembali menyalahkan dirinya sendiri.
Sebenarnya Steven juga sama, menyalahkan dirinya sendiri yang tidak becus menjadi orang tua untuk Clara.
Setelah cukup tenang, Steven mengajak putranya untuk kembali ke rumah sakit. Lagi-lagi mereka kembali dengan tangan kosong, karena Clara tidak ingin kembali pada Lexander.
“Dad, El tidak bisa tenang kalau Clara bersama Tuan Sean. El takut dia menyakiti Clara,” ucapan Gabriel membuat Steven kembali mengingat mimpi sang istrinya.
Steven juga tidak bisa tenang, karena beberapa kenalannya mengatakan kalau Sean memiliki hubungan yang dekat dengan seorang mafia yang wajahnya masih misterius, yaitu Grey.
“Clara pasti baik-baik saja, Daddy akan memantaunya dari jarak yang tidak diketahui oleh siapapun,” ujar Steven yang mencoba menenangkan Gabriel.
Mendengar jawaban sang daddy, tidak membuat Gabriel tenang. Sebab beberapa kali ia mendapatkan mimpi buruk tentang adik bungsunya, tetapi Gabriel tidak pernah menceritakan mimpi tersebut kepada siapapun.
Bersambung.
tak culik istrimu q umpetin ke kantong Doraemon....pusing2 deh lu nyarinya.....
Ceritanya makin seru