Kecelakaan besar yang disengaja, membuat Yura Afseen meninggal dunia. Akan tetapi, Yura mendapat kesempatan kedua untuk hidup kembali dan membalas dendam atas perbuatan ibu tiri beserta adik tirinya.
Yura hidup kembali pada 10 tahun yang lalu. Dia pun berencana untuk mengubah semua tragedi memilukan selama 10 tahun ke belakang.
Akankah misinya berhasil? Lalu, bagaimana Yura membalas dendam atas semua penindasan yang ia terima selama ini? Yuk, ikuti kisahnya hanya di noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9 : SCANDAL
Zefon memicingkan mata ketika Yura bersemangat bangun menahan rasa sakitnya sembari mendekatkan telinga padanya. Refleks pria itu mendorong kepala Yura dengan jari telunjuknya. Ia mendengarkan laporan dari bawahannya dengan seksama.
“Hemm ... tetap awasi 24 jam. Jangan sampai terlalu mencolok. Kirim buktinya segera,” titah Zefon dengan suara baritonnya. Jari telunjuknya masih menahan kepala Yura agar menjauh darinya hingga telepon berakhir.
Wajah cantik gadis itu memberengut kesal. Menatap Zefon dengan tatapan tajam. Sedangkan pria itu hanya menatap datar meski dalam hatinya tertawa terbahak-bahak.
“Ya Tuhan, beri aku kesabaran seluas samudera menghadapi lelaki sekaku kanebo kering ini!” tutur gadis itu mendongak seakan tengah berdoa dengan serius.
“Pasang telingamu baik-baik. Aku tidak akan mengulangi perkataan.” Zefon melipat kedua lengannya di dada. Menatap gadis itu dengan intens, “Sarah Angelic kembali menemui para preman, mungkin berencana mencarimu. Dan, wanita itu ternyata menjalin scandal dengan pria yang usianya lebih muda darinya.”
“What?!” pekik gadis itu melebarkan kedua bola matanya. Jika rencana mencelakainya, Yura tidak terkejut. Tapi kalimat terakhir, benar-benar tak terduga, “Kamu serius?”
“Sejak kapan aku suka bercanda?” sahut lelaki itu dengan ketus. “Aku ada bukti, mau diapakan sekarang? Up ke media? Dikirim ke entertainmen? Atau apa maumu?” tawar Zefon memberikan pilihan.
Yura masih syok, mulutnya menganga. Netranya tak berkedip menatap Zefon tak percaya. Sebuah tiupan dari Zefon sontak menyadarkan gadis itu. Aroma mint yang begitu segar menerpa wajahnya hingga berhasil menarik kesadaran.
“Mana! Mana! Aku mau lihat!” Yura begitu bersemangat ingin merebut ponsel Zefon, namun lelaki itu segera menjauhkannya.
“Tidak boleh! Mengandung 21+. Katakan saja harus aku apakan video ini!” seru lelaki itu dengan tegas.
Hasil pengintaian bawahannya, Sarah memang keluar setelah Rehan berangkat bekerja. Setelah menemui beberapa preman di sebuah markas, Sarah terlihat sangat suntuk lalu pergi ke suatu tempat.
Siapa sangka ternyata ke sebuah rumah yang tidak begitu besar. Sejak bertemu di depan pintu saja, mereka bercumbu panas hingga masuk ke rumah. Dengan kamera canggih mereka mampu mengambil gambar dan video dengan sangat jelas.
Tentu saja gadis itu langsung memijit kepalanya yang berdenyut semakin nyeri. Namun otaknya segera berpikir cepat. “Emm, tolong simpan dulu bukti itu. Jangan sampai bocor ke mana pun. Karena masih ada hal lain yang harus aku selidiki!” ucap gadis itu setelah bergelut dengan pikirannya.
“Ok!” Singkat, padat dan jelas.
“Sialan kamu, Sarah!” umpat Yura berteriak kesal, mengepalkan kedua tangannya. Deru napasnya berembus dengan begitu kasar.
Zefon beranjak dari duduknya, menatap pergelangan tangan sejenak, “Aku keluar sebentar dan akan segera kembali. Jangan ke mana-mana. Nyawamu dalam bahaya. Selain ibu tirimu, penculikmu sebelumnya pasti kini mencarimu. Kamu akan aman di sini!” tegas lelaki itu. Zefon sudah meminta keamanan di luar kamar tanpa sepengetahuan Yura.
Gadis itu mengangguk tanpa suara. Ia mulai menaruh kepercayaan pada lelaki itu. Karena sudah berulang kali menyelamatkannya. Yura kembali merebahkan tubuhnya dengan perlahan, pikirannya yang kacau tidak bisa membuatnya kembali terpejam.
Sesuai janjinya, Zefon kembali dengan pakaian berbeda. Lebih rapi dan wajahnya terlihat lebih segar. Di kedua lengannya terdapat paper bag yang langsung diletakkan di atas nakas.
Tanpa bersuara, Zefon mengambil makanan dari salah satunya. Lalu memutar tubuh menghadap Yura. Membuka dan langsung menyuapkan pada gadis itu.
Yura bergeming, hanya menatapnya lekat-lekat. Bagaimana bisa seorang pengusaha besar seperti Zefon melayaninya seperti ini. Yura merasa tak enak hati. “Ah, aku bisa makan sendiri,” ucap Yura hendak meminta box nasi dari tangan Zefon.
Sayangnya lelaki itu menolak, menajamkan tatapannya. Seolah tidak ingin dibantah. Yura pun menurut, tidak ingin membuat masalah. Kedua tangannya kembali turun dan menerima suapan demi suapan dari tangan Zefon.
Beberapa waktu berlalu, makanan pun tandas. Yura meneguk air putih yang disediakan oleh Zefon pula. “Terima kasih,” ucapnya menyerahkan gelas kosong.
“Hemm! Berputarlah!” tegas lelaki itu.
“Hah?” Yura tak mengerti.
Zefon menggerakkan tangannya, mengisyaratkan agar Yura memutar tubuh membelakanginya. Melihat lelaki itu lebih dingin dari sebelumnya, Yura menurut saja. Tidak ingin membuat masalah, lagi pula lelaki itu memegang kartu as Sarah.
Yura terkejut ketika Zefon menyingkirkan rambut panjangnya. Dan sebuah kalung dengan liontin berbentuk bintang melingkar di leher jenjangnya. Ada berlian kecil di tengahnya.
“Ap—“
“Jangan sampai dilepas dari lehermu apa pun yang terjadi!” perintah Zefon usai mengaitkannya.
“Tapi ini berlebihan, Tuan. Sepertinya aku tidak pantas memakainya,” sahut Yura menunduk, menggenggam liontin tersebut dengan dada berdebar.
Zefon memegang kedua bahu Yura, membungkuk untuk mendekatkan bibir di telinga gadis itu, “Jangan banyak protes! Lakukan saja apa yang aku katakan. Jangan sampai dilepas, mengerti, gadis kecil?” tuturnya tersenyum menyeringai.
“Baiklah kalau memaksa. Paling kalau tidak punya uang aku jual! Terima kasih!” celetuknya dengan lirih.
“Ucapkan sekali lagi kamu akan menyesal!” ancam Zefon bernada kesal.
Kening Yura mengernyit dalam, tidak mengerti maksud perkataan lelaki itu. Ia kembali berbalik hingga saling berhadapan, “Maksudnya?”
“Kamu bilang apa tadi? Jual?” Zefon menaikkan sebelah alisnya.
Yura menggigit bibir bawahnya, ‘Telinganya tajam sekali,’ batinnya ketakutan. “Tidak ada. Ini sangat bagus sekali. Terima kasih Tuan,” ucapnya tulus melebarkan senyuman hingga memperlihatkan deretan gigi putihnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Beberapa hari kemudian, kondisi Yura sudah pulih. Ia sudah bisa beraktivitas seperti biasa. Yakni, ke kampus. Zefon tidak pernah meninggalkannya, merawatnya dengan baik di rumah sakit. Meskipun saling diam.
“Aku akan mengantarmu. Pulangnya, hubungi aku. Jangan pulang sendiri!” tegas lelaki itu setelah Yura mengenakan gaun yang dibelikan oleh Zefon. Bahkan perlengkapan kuliahnya juga.
“Baik,” ucap Yura.
“Good girl!” Zefon melenggang keluar ruangan. Diikuti oleh Yura yang berjalan menunduk sedari tadi.
“Tegakkan kepalamu! Jangan pernah berjalan sambil menunduk. Sudah kubilang, jangan menjadi wanita lemah!” sentak Zefon saat mereka menunggu pintu lift terbuka.
Yura menegakkan kepalanya dengan cepat, “Begini?” tanya gadis itu sembari tersenyum.
“Hmm! Jangan terlalu mengumbar senyum!”
Bibir Yura merapat seketika. Ia mengembuskan napas berat. Kesal sekali dengan aturan-aturan lelaki itu. Tapi, tetap saja ia tidak bisa menolak.
Sesampainya di kampus, Yura segera turun dan membungkukkan tubuhnya hingga mobil Zefon semakin menjauh.
“Oh! Jadi kamu tidak pulang berhari-hari karena menjadi simpanan pria hidung belang ya sekarang? Dasar ******!” teriak Tora sengaja menarik perhatian para mahasiswa di sana. Mereka yang penasaran segera mengerumuni Yura dengan kekepoan yang tinggi.
Yura mengepalkan kedua tangannya, ia berbalik dan benar dugaannya. Anak tidak tahu diri yang bisanya menghamburkan uang ayahnya.
“Sungguh memalukan, Yura!” tambah Tora lagi menatapnya jijik.
Bersambung~