Kembali Ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikan s2-nya. Anindya harus dihadapkan masalah yang selama ini disembunyikan Abinya yang ternyata memiliki hutang yang sangat besar dan belum lagi jumlah bunga yang sangat tidak masuk akal.
Kavindra, Pria tampan berusia 34 tahun yang telah memberikan hutang dan disebut sebagai rentenir yang sangat dingin dan tegas yang tidak memberikan toleransi kepada orang yang membuatnya sulit. Kavindra begitu sangat penasaran dengan Anindya yang datang kepadanya meminta toleransi atas hutang Abinya.
Dengan penampilan Anindya yang tertutup dan bahkan wajahnya juga memakai cadar yang membuat jiwa rasa penasaran seorang pemain itu menggebu-gebu.
Situasi yang sulit yang dihadapi gadis lemah itu membuat Kavindra memanfaatkan situasi yang menginginkan Anindya.
Tetapi Anindya meminta syarat untuk dinikahi. Karena walau berkorban demi Abinya dia juga tidak ingin melakukan zina tanpa pernikahan.
Bagaimana hubungan pernikahan Anindya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 34 Tidak Mungkin Pergi.
Anindya awalnya memiliki rencana untuk pulang kembali ke Jakarta dan sudah buru-buru pergi ke Bandara dan ternyata tujuan Anindya tidak dijalankannya yang melainkan Anindya kembali ke lokasi di mana terjadi penembakan saat dia bersama suaminya di gedung merah yang tempat pertama kali dia temui dalam hidupnya.
Dengan menggunakan gamis berwarna putih senada dengan cadar dan juga pashmina yang ia gunakan. Anindya terlihat berada di lokasi di antara bangunan yang tadi tempat itu sangat ramai dan sekarang terlihat berantakan yang jelas terlihat terjadi kericuhan.
Bagaikan kota yang sedang diserang oleh zombie. Namun di sana tidak terlihat satu orang pun lagi, tapi masih banyak bekas darah yang mungkin saja tempat itu sudah diperiksa oleh kepolisian. Entah apa yang membuat Anindya sangat berani kembali mendatangi tempat itu.
"Aku sangat yakin tuan Kavindra pasti masih berada di tempat ini,"
"Ya. Allah, hamba mohon tolong selamatkan suami hamba, lindungi beliau. Hamba tidak tahu apa yang terjadi. Banyak rahasia yang berusaha beliau ungkapkan kepada hamba. Hamba hanya berserah diri kepadamu," batin Anindya yang pasti akan mengandalkan Tuhannya dalam pencarian suaminya.
Dorrrrr.
Anindya dikejutkan dengan suara tembakan yang membuat Anindya tiba-tiba saja bersembunyi di balik tembok. Jantungnya berdebar begitu kencang yang terlihat sangat panik dan juga takut. Dia datang ke tempat seperti itu sudah pasti mengantarkan nyawa dan dia tahu apa resikonya.
Anindya masih jelas mengingat bagaimana seseorang ditembak di depan matanya dan bahkan darah orang tersebut masih belum dicuci di baju sebelumnya.
"Ya. Allah ada apa ini? Apa masih banyak orang di sini?" tanyanya dengan penuh ketakutan, suaranya sangat bergetar.
"Anindya kamu sudah terlanjur datang dan jangan pulang," ucapnya dengan meyakinkan dirinya.
Pasti tidak mudah bagi Anindya mengambil keputusan itu. Apalagi dia tahu apa resiko yang akan terjadi. Tetapi apa boleh buat dia tidak akan tenang sebelum bertemu dengan Kavindra.
Dengan penuh keyakinan Anindya yang kembali melanjutkan langkahnya sembari mengawasi di sekitarnya, dia juga takut menjadi sasaran yang tiba-tiba saja tertembak.
Kepalanya terus melihat ke sana kemari yang tidak kunjung menemukan siapa yang dia cari. Sampai akhirnya di kejauhan 5 meter Anindya mengerutkan dahi saat melihat seseorang tergeletak. Matanya berusaha untuk mengenali orang tersebut.
"Tuan Kavindra!" ucapnya yang sangat yakin jika itu adalah suaminya.
Anindya yang langsung berlari dengan kencang menghampiri pria yang ternyata memang benar adalah Kavindra.
Betapa terkejutnya Anindya saat melihat Kavindra yang berlumuran darah dan sepertinya terdapat tembakan di bagian dadanya, kemeja putih itu bahkan sudah terlihat berwarna merah.
"Tuan!" Anindya yang langsung terduduk dengan mengangkat kepala Kavindra meletakkan di atas pahanya.
"Tuan bangun!"
"Tuan!" tangisnya langsung pecah melihat kondisi suaminya dengan mulutnya juga yang tampak berdarah.
"Tuan!"
"Tuan!"
Anindya mencoba memeriksa sang suami apakah masih hidup atau tidak, dengan mendekatkan telinganya pada dada Kavindra dan sangat sulit sekali mendengarkan suara nafas itu, meletakkan jarinya di bawah hidung Kavindra dan tetap mengalami kesulitan, memeriksa nasinya, semua dilakukan Anindya untuk memastikan.
"Tuan bangunlah!"
"Tuan!" Anindya dipenuhi dengan air mata dengan telapak tangan yang sudah penuh darah.
Anindya tidak tahu apa yang terjadi, tetapi dia terlihat begitu sangat takut dan apalagi Kavindra yang sekarang tidak sadarkan diri dan bahkan dia juga tidak tahu apakah orang yang dia tangisi itu masih hidup atau tidak.
Anindya mendengar suara yang tampak berisik. Hal itu membuat Anindya takut. Dengan sekuat tenaga Anindya menggeser tubuh Kavindra agar bisa bersembunyi. Sampai akhirnya usaha Anindya berhasil dan memang benar ada sekitar 3 orang yang membawa senjata yang seperti masih mencari orang yang ingin mereka bunuh.
Dengan sangat ketakutan Anindya berusaha melindungi suaminya. Dia harus berhenti menangis agar tidak ketahuan yang mungkin bukan hanya Kavindra yang akan tewas di tangan mereka Tetapi dia juga.
***
Desa A.
Pantai yang sangat indah dengan terdapat beberapa rumah warga yang ada di sana, rumah bangunan yang masih bercampur bahan bata dengan kayu. Lokasi itu tampak begitu Asri dengan pepohonan dan juga. Danaunya yang begitu sangat luas seperti lautan.
Di salah satu rumah tinggi berwarna hijau yang dipadukan dengan putih, terdengar suara kincir angin yang berbunyi-bunyi karena tiupan angin. Di dalam rumah itu terdapat kamar dan ternyata Anindya berada di sana yang sekarang duduk di pinggir ranjang yang terlihat mengganti perban pada luka Kavindra di dadanya.
Kavindra yang sampai saat ini belum sadarkan diri dan ini sudah hari kedua. Dengan telanjang yang berbaring di atas ranjang dengan Anindya sangat hati-hati mengobati luka itu.
"Maafkan saya tuan. Jika saya hanya bisa mengobati seperti ini. Saya tidak berani untuk membawa ke rumah sakit," ucapnya yang sangat bersalah.
Bagi Anindya pasti jika suaminya ditangani oleh Dokter sudah dapat dipastikan bahwa Kavindra akan secepatnya sadar karena mendapatkan tahanan medis dan pengobatan yang lebih baik.
Anindya hanya bisa merawat sang suami dengan semampunya, karena juga memikirkan keselamatan Kavindra yang pasti saat ini tidak aman.
Tok-tok-tok-tok.
Anindya mendengarkan suara pintu rumah yang diketuk. Dia terlihat begitu was-was yang matanya langsung mengarah ke luar kamar. Anindya menghentikan pekerjaannya dan langsung menuju pintu.
"Siapa?" tanyanya.
"Saya Nona!" suara wanita itu sangat dikenali Anindya yang membuatnya membuka pintu dan ternyata benar itu adalah Thalia.
"Ini yang Nona minta," ucap Thalia memberikan paper bag.
"Terima kasih, kamu sudah banyak membantu saya dan membawa saya dan suami saya ketempat ini. Walau Saya tidak tahu apakah ini aman atau tidak," ucap Anindya yang memang selama berada di rumah itu dia tidak pernah tenang sama sekali.
"Nona jangan khawatir, saya akan tetap mengawasi rumah ini dan akan memastikan ini aman dari musuh," ucap Thalia yang meyakinkan sejak tadi.
"Saya akan merasa aman jika sudah kembali ke Jakarta. Apa kamu belum bisa mempersiapkan kepulangan kami?" tanya Anindya.
Thalia yang menggeleng ragu, "maaf Nona sebenarnya kembali ke Jakarta juga bukanlah hal yang aman. Saya justru merasa tempat ini jauh lebih aman dibandingkan kita harus buru-buru ke Jakarta. Tuan Kavindra belum sadar dan sangat beresiko tinggi kita kembali ke Jakarta dengan kondisi beliau seperti itu," ucap Thalia memberikan masukan yang pasti dia lebih tahu apa yang harus dilakukan.
"Apa situasi ini bisa dihadapi dan apa orang-orang itu tidak akan datang yang mungkin bisa menyerang tempat ini?" tanya Anindya.
"Nona desa ini adalah desa yang paling aman dan desa ini sangat dilindungi yang tidak bisa sembarangan orang lain masuk dan termasuk orang-orang yang mencurigakan. Nona fokus saja merawat tuan Kavindra agar beliau sembuh. Jika beliau sembuh dan kita bisa kembali," jawab Thalia.
"Baiklah kalau begitu! Saya tetap meminta kamu untuk mengawasi saya dan tolong terus bantu saya," ucap Anindya yang memang merasa tidak bisa mengatasi masalah itu sendirian.
"Itu pasti, sudah menjadi tugas saya sejak awal untuk melindungi Nona dan saya akan berusaha dengan sisa anak buah yang masih ada," ucap Thalia.
"Terima kasih," sahut Anindya.
"Kalau begitu saya permisi dulu," ucap Thalia menundukkan kepala dan langsung berlalu dari hadapan Anindya.
Bersambung.......