NovelToon NovelToon
Dipoligami Karna Tak Kunjung Hamil

Dipoligami Karna Tak Kunjung Hamil

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Poligami / Cinta Paksa / Diam-Diam Cinta / Romansa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:9.7k
Nilai: 5
Nama Author: Mahkota Pena

Cerita ini mengisahkan sepasang suami isteri yang sudah dua tahun lamanya menikah namun tidak kunjung diberikan momongan.
Mereka adalah Ayana dan Zulfahmi.
Namun karena desakan sang ibu yang sudah sangat mendambakan seorang cucu dari keturunan anak lelakinya, akhirnya sang ibu menyarankan untuk menjodohkan Fahmi oleh anak dari sahabat lamanya yang memiliki anak bernama Sarah agar bisa berpoligami untuk menjadi isteri keduanya
Rencana poligami menimbulkan pro dan kontra antara banyak pihak.
Terutama bagi Ayana dan Fahmi sendiri.
Ayana yang notabenenya anak yatim piatu dan tidak memiliki saudara sama sekali, harus berbesar hati dengan rencana yang mampu mengguncangkan jiwanya yang ia rasakan seorang diri.
Bagaimanakah kelanjutan kisah Ayana dan Fahmi?
Apakah Ayana akan menerima dipoligami dan menerima dengan ikhlas karena di madu dan tinggal bersama madunya?
Ikuti kisahnya..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahkota Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perjodohan

"Sarah ini, baru saja lulus dari Pondok Pesantren di Jawa Timur. Maklum, anaknya pemalu, hehehe." Sahut Kyai Haji Hasan.

"Oh, masya Allah." Ucap Bu Fatimah.

Zidan dan Fahmi hanya mampu membisu, mereka menyimak perbincangan antara Ibunya, Umi Naima dan Kyai Haji Hasan.

Sarah sesekali mencuri pandang kepada Fahmi.

Nampaknya ia jatuh hati kepada Fahmi.

Mengapa tidak dengan Zidan saja?

Entahlah, hati manusia tidak ada yang tahu.

Mereka tampak berbincang-bincang hingga larut malam.

"Nah, bagaimana jika Sarah kita nikahkan dengan salah satu Putra Bu Fatimah saja?" Kyai Haji Hasan tiba-tiba saja mengucapkan hal tersebut kepada Bu Fatimah.

Sontak, Zidan dan Fahmi saling pandangan secara kompak.

Begitu juga Sarah yang tidak kalah terkejut.

"Bagaimana, Sarah? Kamu bersedia dengan siapa?" Imbuh Umi Naima tanpa menunggu jawaban dari Bu Fatimah.

Sarah memberikan kode jika ia tidak dapat menjawabnya saat itu juga.

"Aku tidak bisa menjawabnya sekarang, Abi, Umi." Jawab Sarah dengan nada suara yang lembut.

Bu Fatimah ingin segera memberikan informasi jika Fahmi telah memiliki Isteri.

Namun, rupanya ketika ia ingin memberikan informasi, ia tidak mendapatkan peluang untuk menjelaskannya.

"Ya sudah, lain kali kita akan bahas kembali. Sebaiknya kamu pikirkan terlebih dahulu, dengan siapa kamu bersedia menikah." Pinta Kyai Haji Hasan.

***

"Rumah sepi sekali, mereka belum pulang, ya?"

Tampak Ayana hanya sendiri di rumah dengan menjajaki beberapa ruangan yang sama sekali tidak ada seorang pun.

Ia mencoba ke kamar, tidak ada Fahmi.

Ia ke dapur, tidak Bu Fatimah.

Ia ke ruang tamu dan ruang tengah, tidak ada siapa-siapa.

Semua terasa asing baginya.

Tok..

Tok..

Tok..

"Eh, ada tukang bakso tuh. Beli ah, kebetulan juga sudah lapar sekali. Mereka pasti sudah makan di luar atau makan dari jamuan di Pesantren, jadi pulangnya juga pasti malam. Tidak mungkin juga sampai rumah, mereka mencari makanan. Aku tidak perlu masak, kebetulan hari ini tubuhku terasa lelah sekali." Ucap Ayana seraya berjalan kedepan untuk melihat si abang tukang bakso.

Benar saja, ada abang tukang bakso cuanki.

Bisa sedikit mengobati rasa rindunya kepada rasa bakso cuanki yang ada ketika ia masih dilingkungan Pesantren.

"Abang! Mau bakso ya!" Teriak Ayana yang tengah berdiri di depan teras rumah.

Abang tukang bakso menghentikan langkahnya.

"Baik, Neng!" Sahutnya.

"Tunggu ya, Bang. Saya ambilkan mangkuk dulu." Ucap Ayana kembali.

"Siap, Neng."

Tidak lama kemudian Ayana keluar kembali dan berjalan menuju luar rumah dengan membawa sebuah mangkuk.

"Abang, satu porsi ya!" Pinta Ayana kepada abang tukang bakso.

"Boleh, Neng. Pedas tidak?" Jawab tukang bakso.

"Sedang saja. Oh iya, kok baru kelihatan, bang? Baru ya?" Tanya Ayana.

"Iya, Neng. Baru saja sampai Jakarta sekitar tiga hari yang lalu, dan baru berjualan kemarin." Jawabnya seraya meracik bakso pesanan Ayana.

"Oh begitu, besok lewat sini lagi tidak, bang? Terus, kalau lewat daerah sini sekitar jam berapa?" Tanya Ayana kembali.

"Insya Allah lewat terus, Neng. Mungkin akan lewat daerah sini sekitar jam-jam sekarang ini."

Ayana langsung melirik jam pada pergelangan tangannya.

"Jam tujuh malam ya, bang?"

"Kurang lebihnya begitu, Neng."

"Ya sudah, besok-besok kalau lewat sini lagi, panggil saya saja, bang." Pinta Ayana kepada si abang tukang bakso.

"Wah, alhamdulillah. Baik, Neng. Oh iya, ini sudah jadi, Neng."

"Sabaraha?" Tanya Ayana.

"Lima belas ribu, Neng."

Ayana menyodorkan selembar uang pecahan berwarna hijau.

"Kembaliannya buat abang saja ya, nuhun!" Jawab Ayana seraya hendak melangkahkan kakinya menuju kedalam rumah.

"Sami-sami, neng. Alhamdulillah, Neng. Berkah selalu."

"Aamiiiin yaa robbal'alamin. Hati-hati, bang!" Ucap Ayana dengan pergi meninggalkan si abang tukang bakso tersebut.

Ia masuk kedalam rumah dan menutup pintu segera.

Ia begitu sudah tidak sabar ingin menikmati bakso cuanki, bakso kesukaannya ketika selama di Pesantren Kyai Akbar.

***

"Apa sih maksud dari Kyai Haji Hasan? Menyuruh anaknya untuk memilih diantara aku dan Kak Zidan? Memangnya beliau tidak tahu Bu kalau aku sudah menikah?" Fahmi terlihat protes kepada Bu Fatimah saat sedang dalam perjalanan.

Bu Fatimah menarik nafas panjangnya.

"Fahmi, Ibu sudah ingin membicarakan hal itu, tapi nampaknya Kyai dan Umi tidak memberikan kesempatan untuk Ibu bicara mengenai bahwa kamu sudah menikah!" Jawab Bu Fatimah.

"Sudah, jangan terlalu panik, Fahmi. Nanti kita bisa bicarakan kembali dengan Kyai dan Umi." Zidan berusaha menenangkan hati Fahmi dengan mata fokus kedepan mengendarai mobil.

"Bagaimana aku tidak panik, Kak. Misalnya saja, Sarah memilih aku! Apa jadinya rumah tanggaku bersama dengan Ayana? Tidaklah, aku tidak mau!" Tegas Fahmi kembali.

"Ya sudah, semoga saja Sarah memilih Zidan. Supaya kamu juga lebih aman dan tentram hidup dengan Ayana." Sahut Bu Fatimah.

"Semoga saja Sarah pilih Kak Zidan. Jangan aku! Memangnya kamu bersedia, Kak? Jika, memang Sarah memilihmu nanti?" Tanya Fahmi kepada Zidan.

"Entahlah! Biarkan waktu yang menjawab saja." Jawab Zidan dengan santai.

"Zidan, Fahmi. Jangan bahas tentang hal ini didepan Ayana, sampai keputusan itu benar-benar ada!" Pinta Bu Fatimah kepada Zidan dan Fahmi.

"Baik, Bu." Jawab Zidan dan Fahmi dengan kompak.

"Jam berapa ini ya? Apakah Ayana sudah tidur?" Ucap Bu Fatimah.

Fahmi langsung mengecek jam pada pergelangan tangannya.

"Jam sepuluh malam, Bu. Aku sudah chat Ayana, tapi tidak dibalas. Mungkin dia sudah tidur!" Jawab Fahmi.

"Ya sudah kalau begitu, biarkan saja. Mungkin dia kelelahan mengurus Pesantren seharian ini." Jawab Bu Fatimah.

***

"Bagaimana, Sarah? Kira-kira kamu memilih Fahmi atau Zidan?" Kyai Haji Hasan tampak menikmati sebuah kopi hitam panas dikala pagi hari yang indah dan sejuk.

Pagi itu, Sarah baru saja menyelesaikan mandi dan segera membantu Umi Naima untuk meracik bahan-bahan masak.

Disebuah meja kayu berada diantara ruang tengah dan dapur, Sarah sedang memetik beberapa sayur mayur.

"Sarah semalam sudah sholat istikharah, Abi." Jawab Sarah dengan nada yang lembut.

Kyai Haji Hasan mengerutkan dahinya.

"Lalu? Apa hasilnya?" Tanya Kyai Haji Hasan penasaran.

"Hasilnya masih buram, Abi. Tapi, dipersimpangan jalan aku bertemu dengan Fahmi." Jelas Sarah tentang mimpinya.

"Jadi, kemungkinan petunjuk dari hasil sholat istikharah kamu itu, berarti si Fahmi. Tapi, kamu coba lagi saja sampai dua kali percobaan kembali. Siapa tahu, hasilnya berbeda." Perintah Kyai Haji Hasan kepada Sarah.

Sarah mengangguk.

"Baik, Abi. Nanti akan Sarah coba kembali." Jawab Sarah seraya membuang sampah-sampah bekas sayuran.

"Kalau nanti hasilnya masih sama saja, Abi akan segera menghubungi Bu Fatimah. Tapi, kamu bersedia kan jika dengan cara ini kamu akan Abi jodohkan?" Tanya Kyai Haji Hasan kembali.

"Insya Allah, apapun keputusan Abi dan Umi, adalah keputusan Allah juga. Jadi, Sarah akan menerimanya dengan senang hati dan ikhlas." Jelas Sarah.

Sarah memang tipe wanita penurut. Hatinya lembut, jarang sekali membantah atau berkomentar apabila tidak diminta untuk berkomentar.

Ia lebih banyak memendamnya dalam hati, segala tindakan atau ucapan yang tidak ia sukai, ia lebih memilih untuk ia simpan sendiri. Karena prinsipnya, ia tidak ingin menyakiti hati sesama kaum muslim.

Sarah anak yang cantik dan lembut. Murah senyum dan pintar. Ia baru saja menyelesaikan study di Jawa Timur sekaligus Pesantren di daerah Jawa Timur juga. Ia adalah lulusan Strata satu hafidz quran.

"Masya Allah, anak Abi. Sudah besar ternyata ya. Abi bangga sekali denganmu, Nak. Semoga kamu mendapatkan hal-hal baik dan keberkahan dunia akhirat." Ucap Kyai Haji Hasan.

"Alhamdulillah, aamiiiin yaa robbal'alamin, Abi."

***

"Mas, hari ini kamu berangkat tugas jam berapa?" Ayana terlihat sibuk berdandan karena sebentar lagi ia akan berangkat untuk mengajar.

Fahmi yang sedang menikmati secangkir kopi didalam kamar, seketika menoleh kearah Ayana.

"Hmm.. Aku tugas malam, Dek. Ada apa?" Jawab Fahmi berakhir dengan pertanyaan.

Ayana menghentikan aktifitasnya.

"Bagaimana kalau Mas antar dan jemput aku? Atau, Mas bisa stay saja di Pesantren. Ada ruangan untuk istirahat kok kalau nanti kamu bete." Pinta Ayana kepada Fahmi.

"Mungkin aku hanya bisa antar saja, Dek. Tapi, kalau untuk jemput sepertinya tidak bisa. Takutnya mepet." Jawab Fahmi.

Ayana memanyunkan mulutnya. Ada sedikit kekecewaan pada diri Ayana.

"Ya sudah, Mas antarkan aku saja. Lalu stay sebentar saja, bagaimana?" Ayana kembali memberikan saran kepada Fahmi.

"Lihat nanti ya, Dek. Aku butuh istirahat juga." Jawab Fahmi dengan tubuh yang memang dirasa kurang fit.

"Baiklah, sebentar lagi aku berangkat. Benar bisa kan antar aku?" Tanya Ayana kembali.

"Bisa, sayang. Bisa!" Sahut Fahmi.

Ayana pun sedikit bahagia, akhirnya setelah sekian lama, Fahmi akan berkunjung ke Pesantren walaupun nantinya hanya sebentar saja.

"Aku bilang ke Kak Zidan dulu ya!" Ucap Ayana setengah berlari dengan pakaian gamisnya yang melayang-melayang terkena angin.

Fahmi mengangguk.

Ayana berjalan menuju dimana Zidan berada.

Ternyata Zidan berada di ruang tengah, ia sedang menyiapkan beberapa barang yang akan ia bawa.

"Kak Zidan!" Panggil Ayana.

"Ada apa, Za?" Tanya Zidan tanpa mengalihkan pandangannya dari barang-barangnya.

"Aku hari ini tidak menumpang kamu, Kak. Aku akan diantar oleh Mas Fahmi. Tidak apa-apa kan? Mumpung Mas Fahmi bisa antar aku."

1
Tika Kar Tika
alahhhhhh jadi cinta kan kamu fahmi sama
sarahh
udahh lepasin ayana kasian dia
Mahkota Pena: Hehehe, jangan dilepas dong Ayana nya 🤭
total 1 replies
Tika Kar Tika
geramm banget sama sarah dan ibunya sarahhhh huhhhhhhh panaass
Mahkota Pena: hihihi thank you ya kak sudah mampir 🙏

aduh jangan panas" atuh, dinginin pakai es teh kak biar adem 🤭
total 1 replies
Tika Kartika
udah aja ayana cerai sama fahmi, terus nikah sama zidan, katanya orang ngerti agama kurang pantas aja gitu sering berduaan
Mahkota Pena: hihihi, sabar ya Bun. ayo lanjutkan membaca, terima kasih sudah mampir ☺🙏
total 1 replies
♡Ñùř♡
kmu kurang garcep sih,mk nya keduluan fahmi😁
Mahkota Pena: hihihi iya nih 😁
total 1 replies
♡Ñùř♡
aku mampir thor...
Mahkota Pena: thank you yaa.. semoga terhibur dengan alur ceritanya ☺
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!