Pencarian nya untuk mendapatkan wanita idaman yang bisa menerima diri dan anak-anak nya, melalui proses panjang. Tidak heran hambatan dan ujian harus ia hadapi. Termasuk persaingan diantara wanita-wanita yang mengejar dirinya karena dia termasuk pria yang mapan, tampan dan punya banyak aset yang berharga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naim Nurbanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Erlina merasa terkejut dan bingung ketika Tuan Zidan mengajaknya untuk pergi liburan ke Jakarta. Pria berusia sekitar 55 tahun itu seharusnya fokus pada istrinya yang sedang sakit stroke, tetapi malah ingin menghabiskan akhir pekan bersamanya. Dia mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya ada di pikiran pria tua itu.
"Kenapa dia mengajakku liburan ke Jakarta? Apakah dia tidak merasa bersalah pada istrinya?" batin Erlina dengan rasa penasaran dan cemas.
Bayaran yang dijanjikan membuatnya tertarik, namun sekaligus juga menimbulkan kekhawatiran. Erlina sempat terpikirkan kalau Tuan Zidan mungkin mengajak wanita 'nakal' lainnya, bukan dirinya. Namun, ia tidak bisa menyingkirkan pikiran bahwa pria itu akan membawanya naik pesawat untuk pergi ke Jakarta. Jelas tujuannya adalah untuk bersenang-senang di kota besar tersebut.
"Apakah aku harus menerima ajakannya? Apa yang akan terjadi nanti?" Pertanyaan-pertanyaan itu terus muncul dalam pikiran Erlina, membuat hatinya semakin resah. Dia sadar bahwa keputusan yang diambil akan membawa konsekuensi, baik untuk dirinya maupun orang lain yang terlibat.
Erlina, dengan perasaan campur aduk, akhirnya memutuskan untuk menerima tawaran menggiurkan dari Tuan Zidan untuk liburan ke ibu kota Jakarta. Di satu sisi, dia merasa beruntung bisa pergi ke kota yang selama ini hanya ada dalam angannya, tetapi di sisi lain, dia juga merasa cemas dan ragu.
"Apakah aku akan menyesal karena menerima tawaran ini? Tapi, ini kesempatan langka yang tak bisa kulewatkan," gumam Erlina sambil mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini adalah keputusan yang tepat. Keberanian dan rasa ingin tahu yang mendalam mempengaruhi keputusannya. Akan tetapi, pertanyaan akan keselamatan dan kepercayaan terhadap Tuan Zidan tetap menghantui pikirannya.
Saat ini, aku dan Tuan Zidan telah menginjakkan kaki kami di kota metropolitan yang penuh kenangan ini. Dengan tangan yang saling bergandengan mesra, kami menuju hotel berbintang di pusat kota untuk check-in. Ada perasaan bahagia yang meluap ketika kembali berada di kota yang menyimpan begitu banyak kenangan manis dalam hidupku. Namun, di saat yang bersamaan, ada rasa traumatik yang juga menghantui hatiku.\nAku merasa traumatik karena kota ini adalah tempat dimana rumah tanggaku pernah hancur berantakan. Aku terjebak oleh tipu daya seseorang yang membuat kehidupan pernikahanku berubah menjadi neraka.
"Bagaimana jika kejadian itu terulang kembali? Apakah aku akan sanggup menghadapinya?" pikirku dengan cemas. Namun, di sisi lain, aku juga percaya bahwa dengan Tuan Zidan di sisiku, aku bisa menghadapi apapun yang akan terjadi. Mungkin, kali ini, aku bisa menciptakan kenangan yang lebih indah di kota ini, menggantikan luka yang pernah ada. Aku memandang Tuan Zidan dengan senyum penuh harap,
"Semoga kita bisa melupakan masa lalu yang kelam dan menciptakan masa depan yang lebih cerah bersama-sama," gumamku dalam hati.
Erlina merasa tertekan dan hancur ketika suaminya menggugat cerai padanya, dengan tuduhan berselingkuh dan bermain cinta dengan pria asing di kamar hotel berbintang. Padahal, semua itu adalah rencana jahat seseorang yang ingin menghancurkan keluarganya dan mengusirnya dari rumah.
"Kenapa harus aku yang menjadi korban? Apakah aku benar-benar terlihat seburuk itu?" Erlina merutuki nasibnya, seraya menahan amarah dan kesedihannya. Sosok yang menjadi dalang dari kesengsaraannya adalah Vievie, wanita licik yang dulunya adalah istri kedua suaminya, Fauzan. Erlina merasa bahwa wanita itu memiliki hati sekeras batu dan racun mematikan seperti ular.
"Bagaimana mungkin dia tega melakukan ini padaku? Apa yang telah kulakukan padanya?" Batin Erlina penuh penyesalan dan kebingungan. Namun, di dalam hati Erlina, dia berjanji pada diri sendiri untuk tidak menyerah begitu saja dan membuktikan bahwa tuduhan yang dilemparkan padanya hanyalah fitnah belaka.
"Aku tidak akan membiarkan Vievie mendapatkan apa yang dia inginkan. Aku akan melawan dan membuktikan kebenaran. Semoga Tuhan membimbingku dalam menjalani cobaan ini," ujar Erlina dalam hati, mencoba untuk membangun kekuatan dan keyakinan demi menghadapi badai yang sedang mengguncang hidupnya.
"Ayo Erlina sayang! Kenapa sejak tadi aku melihat mu melamun saja? Ada apa, Hem? Kamu tidak suka kamar hotel ini?" Tuan Zidan memeluk pinggang ramping Erlina. Erlina membalikkan tubuhnya hingga keduanya sama-sama saling berhadapan.
"Tidak om Zidan! Aku sangat suka sekali, om Zidan mengajak ku liburan di kota besar ini," sahut Erlina yang berusaha tetap tersenyum walaupun hatinya terasa sedih karena harus berhubungan bersama dengan seorang pria yang selalu tidak dia cintai. Melakukan hubungan seksual one night stand dan mendapatkan bayaran adalah sudah menjadi pekerjaan Erlina.
"Tapi om, bagaimana kalau kita jalan-jalan dulu ke kota besar ini sambil mencari makanan. Sebelum kita menghabiskan waktu untuk bersenang-senang malam ini," ajak Erlina. Tuan Zidan tersenyum tanda setuju. Pria tua itu akhirnya mengangguk cepat dan mengajak Erlina menghirup udara Kota Jakarta sore itu.
*****
Menjelang magrib dan berbuka puasa, jalanan begitu padat dan macet. Orang-orang beramai-ramai mencari jajanan untuk berbuka puasa. Namun, di tengah keramaian itu, Erlina merasa sangat terasing. Sebagai seorang wanita yang sudah tidak menjalankan ibadah puasa, perasaan tak pantas dan kotor terasa begitu menyelimuti hati dan pikirannya. Erlina hanya bisa menghela nafas panjang,
"Apakah aku sudah begitu hina di mata Tuhan?" ungkapnya dalam hati. Ia tahu bahwa perjalanannya ke Jakarta bukanlah untuk hal yang baik.
Tujuannya hanya untuk memenuhi keinginan pelanggannya menikmati weekend di kota besar itu, dan itu membuat hatinya semakin gundah. Menantang hiruk-pikuk kota, Erlina mencoba menemukan jati dirinya kembali, namun rasa kotor dan hina itu terus menghantui. Di sudut hatinya, ia berharap suatu hari nanti, ia bisa membebaskan diri dari jerat hidup yang membuatnya merasa jauh dari rasa kemanusiaan yang sejati.
Di tengah keramaian yang menyelimuti jalanan itu, Erlina dan Tuan Zidan masih duduk di dalam mobil sewaan, mencoba menyesuaikan diri dengan situasi sekitar. Entah mengapa, pandangan Erlina tiba-tiba tertuju pada sosok yang dikenalnya. Benarkah itu Sabrina yang sedang berjalan kaki bersama Mak Sarina, sambil menikmati aktivitas berbelanja jajanan kue di tepi jalan?
"Apakah ini angan-angan semata, atau memang benar yang kulihat?" batin Erlina.
Dia segera berusaha memastikan apa yang dia lihat adalah kenyataan, bukan sekedar permainan indera. Wajah Sabrina masih tergambar jelas dalam ingatannya, begitu juga dengan gaya jalan dan senyumannya yang khas. Namun, pikiran yang ragu mulai menggerogoti keyakinannya.
"Sabrina, semoga kamu bahagia bersama dengan mas Fauzan. Aku yakin mamak Sarina sangat senang bisa memiliki menantu seperti kamu yang sangat menyayangi anak-anak mas Fauzan," pikir Erlina sambil mengamati dari jauh.
Dia tidak ingin terburu-buru membuat kesimpulan, namun perasaan ingin tahu yang kian membuncah di dada, seolah ingin segera menemukan jawaban misteri yang ada di depan matanya ini. Erlina mencoba tenang, mencari keberanian untuk memastikan apa yang dia lihat memang benar. Setidaknya, dia bisa mencoba menghubungi Sabrina atau Mak Sarina, untuk mencari tahu apakah mereka benar-benar di lokasi itu. Kalaupun bukan Sabrina dan Mak Sarina, setidaknya Erlina tak perlu merasa khawatir dan bingung dalam penasaran yang menghantui pikirannya.
"Aku yakin kalau mas Fauzan telah menikah kembali. Dan wanita itu adalah Sabrina. Syukurlah, apa yang diceritakan oleh mamak Sarina benar adanya. Mas Fauzan benar-benar telah menemukan Sabrina dan menikahinya," pikir Erlina.
"Erlina, sayang! Kamu ngapain lihat jajanan murahan itu? Apa kamu juga ingin beli jajanan di pinggir jalan itu?" Tiba-tiba tuan Zidan mencolek hidung Erlina hingga wanita itu menjadi terkejut karena sejak tadi pikirannya memang melalangbuana kemana-mana.
"Em tidak om! Kita cari soto Betawi saja om yang banyak daging dan jeroannya," sahut Erlina sambil bergelayut manja pada pria tua itu. Tuan Zidan tersenyum lebar melihat Erlina yang bisa membuatnya senang hatinya.