NovelToon NovelToon
Takdir Yang Berbelit: Dari Mata-Mata Menjadi Duchess

Takdir Yang Berbelit: Dari Mata-Mata Menjadi Duchess

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Romansa Fantasi / Cinta Paksa / Mengubah Takdir / Fantasi Wanita / Bercocok tanam
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: d06

Prolog

Hujan deras mengguyur malam itu, membasahi jalanan berbatu yang dipenuhi genangan air. Siena terengah-engah, tangannya berlumuran darah saat ia berlari melewati gang-gang sempit, mencoba melarikan diri dari kematian yang telah menunggunya. Betrayal—pengkhianatan yang selama ini ia curigai akhirnya menjadi kenyataan. Ivana, seseorang yang ia anggap teman, telah menjebaknya. Dengan tubuh yang mulai melemah, Siena terjatuh di tengah hujan, napasnya tersengal saat tatapan dinginnya masih memancarkan tekad. Namun, sebelum kesadarannya benar-benar menghilang, satu hal yang ia tahu pasti—ia tidak akan mati begitu saja.

Di tempat lain, Eleanor Roosevelt menatap kosong ke luar jendela. Tubuhnya kurus, wajahnya pucat tanpa kehidupan, seolah dunia telah menghabisinya tanpa ampun. Sebagai istri dari Duke Cedric, ia seharusnya hidup dalam kemewahan, namun yang ia dapatkan hanyalah kesepian dan penderitaan. Kabar bahwa suaminya membawa wanita lain pulang menghantamnya seperti belati di dada

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon d06, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8: Siapa yang Mengemis?

Suasana di kediaman Duke Cedric sore itu terasa tegang, terutama bagi Carolet. Dengan langkah cepat dan penuh amarah, ia berjalan menuju ruangan Eleanor. Rambutnya yang berkilau bergoyang mengikuti gerakannya, dan sorot matanya penuh dengan kemarahan yang sudah tidak bisa ia bendung lagi.

Begitu tiba di depan ruangan Eleanor, tanpa basa-basi Carolet langsung mendorong pintu hingga terbuka lebar.

“Eleanor!” serunya dengan suara penuh emosi.

Eleanor, yang sedang duduk dengan tenang sambil membaca dokumen, hanya melirik sekilas ke arah wanita itu. Melihat Carolet yang begitu marah, ia bisa menebak dengan mudah alasan kedatangannya.

Carolet melangkah lebih dekat dengan ekspresi penuh kemarahan. “Kenapa kau belum juga memberikan izin untuk pernikahanku dan Cedric?! Apa kau sengaja ingin menghalanginya?!”

Eleanor menutup dokumennya dengan gerakan santai, lalu mengangkat wajahnya untuk menatap Carolet. Bukannya marah atau tersinggung, ia justru tersenyum tipis.

“Lihat siapa sekarang yang suka mengemis,” katanya dengan nada lembut namun menusuk. “Aku atau dirimu?”

Carolet mengerutkan keningnya, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. “Apa maksudmu?!”

Eleanor berdiri perlahan, langkahnya anggun dan penuh kepercayaan diri. “Bukan aku yang tidak memberi izin, tapi calon suamimu yang bahkan belum secara resmi meminta izin kepadaku sebagai istri pertama. Bukankah itu lucu? Kau datang kepadaku dan memohon izin, sementara pria yang kau sebut calon suamimu bahkan belum melakukannya sendiri.”

Mata Carolet membulat, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. “Itu… itu bukan masalahnya! Cedric pasti punya alasan!”

Eleanor mengangkat bahunya acuh. “Mungkin. Tapi, dengan situasi seperti ini, sekarang siapa yang sebenarnya mempersulit pernikahanmu? Aku, atau calon suamimu sendiri?”

Kata-kata itu membuat wajah Carolet memerah karena malu sekaligus marah. Ia ingin membalas, tapi tidak tahu harus berkata apa. Untuk pertama kalinya, Eleanor tidak terlihat seperti wanita lemah yang bisa ia injak-injak.

Eleanor tersenyum tipis lalu kembali duduk, mengambil dokumennya lagi seolah percakapan ini tidak lebih dari sekadar gangguan kecil baginya.

“Jika kau ingin menikah begitu cepat, sebaiknya pastikan Cedric yang datang langsung kepadaku.”

Carolet menggigit bibirnya, sebelum akhirnya menghembuskan napas kasar dan berbalik pergi dengan penuh amarah.

Sementara itu, Eleanor hanya menatap punggungnya dengan pandangan penuh arti.

...***...

Bab 8: Siapa yang Mengemis? (Lanjutan)

Carolet melangkah keluar dengan ekspresi marah yang sulit ia sembunyikan. Genggaman tangannya begitu erat hingga kuku-kukunya hampir menembus telapak tangannya sendiri. Dia tidak percaya bahwa Eleanor yang dulu bisa ia remehkan kini berbicara seperti itu—tenang, dingin, dan penuh sindiran tajam.

Seorang pelayan yang berdiri di lorong tanpa sengaja bertemu pandang dengan Carolet dan segera menundukkan kepala, takut melihat ekspresi mengerikan wanita itu. Carolet menghela napas kasar dan melangkah cepat menuju ruang tamu tempat Duchess Rosamund, ibu Cedric, biasanya berada.

Saat Carolet tiba di sana, benar saja, Duchess Rosamund sedang duduk anggun sambil menikmati teh mahalnya. Ia mengangkat alis ketika melihat Carolet datang dengan ekspresi masam.

“Apa yang terjadi?” tanyanya dengan suara tenang, tapi penuh wibawa.

Carolet berusaha menenangkan dirinya sebelum menjawab. “Duchess, aku tidak mengerti mengapa wanita seperti Eleanor masih dibiarkan di sini. Dia begitu keras kepala dan tidak mau memberikan izin untuk pernikahanku dengan Cedric! Bahkan dia berani mengejekku!”

Duchess Rosamund menaruh cangkir tehnya dengan lembut. “Dia berkata apa?”

Carolet menghela napas sebelum mengulangi kata-kata Eleanor tadi, meskipun ia menambahkan sedikit dramatisasi. “Dia bilang bahwa aku yang mengemis untuk pernikahan ini! Seolah-olah aku ini wanita yang tidak berharga dan putus asa!”

Duchess Rosamund mendengus kecil. “Hmph. Perempuan bodoh itu semakin berani.”

Ia mengusap pelan pelipisnya, berpikir. Sejak kapan Eleanor bisa berbicara seperti itu? Biasanya dia hanya akan menunduk dengan wajah pucat, tersenyum malu-malu, dan menerima segala hinaan tanpa perlawanan. Tetapi sekarang? Ada sesuatu yang berbeda.

Duchess Rosamund menatap Carolet, matanya tajam. “Tidak usah terlalu dipikirkan. Cedric pasti akan menyelesaikan ini. Eleanor tidak akan bertahan lama.”

Mendengar itu, Carolet mengangkat dagunya, merasa lebih baik. “Aku harap begitu. Aku tidak akan membiarkan wanita rendahan itu menghalangi jalanku.”

Sementara itu, di ruangan Eleanor, wanita yang disebut ‘rendahan’ itu hanya tersenyum tipis sambil memandangi langit sore dari balik jendela.

‘Dulu aku mungkin memang wanita lemah yang bisa mereka injak-injak. Tapi sekarang? Aku bukan lagi Eleanor yang dulu.’

Eleanor menutup matanya sebentar, mengingat kembali kehidupan sebelumnya sebagai Siena. Sebagai seorang mata-mata, dia sudah terbiasa menghadapi musuh yang lebih licik dan berbahaya dibanding Carolet maupun Duchess Rosamund.

‘Jika mereka menganggap aku akan terus diam dan membiarkan mereka mengendalikan hidupku, mereka salah besar.’

Perlahan, senyum dinginnya semakin melebar.

...***...

Carolet melangkah cepat menuju ruang kerja Cedric dengan wajah kesal. Gaun mahalnya berkibar saat ia membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dahulu.

“Cedric, aku ingin berbicara denganmu!” serunya tanpa basa-basi.

Cedric, yang sedang sibuk membaca laporan, mengangkat alis sekilas. Tanpa menghentikan aktivitasnya, dia hanya menjawab dengan suara datar, “Aku sedang sibuk.”

Carolet tidak peduli. Ia berjalan mendekat, berdiri tepat di depan meja besar yang dipenuhi dokumen. “Aku lelah menunggu! Kapan kau akan meminta izin kepada Eleanor? Aku ingin pernikahan kita segera dilaksanakan.”

Cedric akhirnya menutup dokumen yang sedang dibacanya. Matanya yang tajam menatap Carolet dengan ekspresi tanpa emosi. “Itu bisa menunggu.”

Jawaban itu seperti tamparan bagi Carolet. Rasa kesalnya semakin memuncak. “Menunggu? Cedric, aku sudah menunggu terlalu lama! Kau tahu aku tidak suka menunda sesuatu. Semakin lama kau diam, semakin banyak orang yang mulai bertanya-tanya tentang posisiku di sisi—”

Cedric memotongnya dengan nada yang lebih tegas. “Pernikahan bukan prioritas utamaku saat ini.”

Carolet terdiam sejenak, rahangnya mengeras. Ia menatap Cedric dengan penuh ketidakpercayaan. “Jadi kau lebih peduli dengan dokumen-dokumen ini daripada aku?”

Cedric menatapnya datar. “Aku lebih peduli pada urusan yang lebih penting.”

Carolet mengepalkan tangannya di samping gaunnya, berusaha menahan amarah. “Jangan bilang ini karena Eleanor. Jangan bilang kau masih mempertahankan pernikahan itu hanya karena dia.”

Cedric menyandarkan punggungnya ke kursi, menatap Carolet dengan tenang. “Aku tidak punya waktu untuk membahas hal ini. Jika kau ingin menikahiku, kau harus bersabar.”

Kemarahan Carolet semakin menjadi. Ia menatap Cedric seolah tidak percaya bahwa pria ini begitu santai terhadap masalah ini. Dia sudah bertaruh segalanya demi status sebagai istri Duke, dan sekarang Cedric malah bersikap seolah hal ini tidak penting?

Dengan wajah memerah karena amarah, Carolet berbalik dan melangkah keluar dengan kasar, menutup pintu dengan keras.

Cedric hanya menghela napas pelan sebelum kembali pada pekerjaannya. Sejujurnya, ia tidak peduli dengan pernikahan ini. Ia hanya ingin menyelesaikan urusan yang lebih penting.

Tanpa disadari, pikirannya teringat kembali pada Eleanor—lebih tepatnya, perubahan sikap Eleanor. Ada sesuatu yang berbeda dari wanita itu akhir-akhir ini. Sesuatu yang membuatnya mulai memerhatikannya tanpa sadar.

1
Khanza Safira
Hai Aku mampir
dea febriani: hai, terimakasih sudah menyempatkan waktu untuk membaca cerita ini❤️
total 1 replies
masria hanum
kak ini ceritanya bagus banget lho, cerita yang lain2 juga bagus2 semoga viewers nya makin banyak ya...

suka banget sama alurnya, pelan tapi ada aja kejutan di tiap bab...
dea febriani: MasyaAllah Tabarakallah, terima kasih banyak! Komentar kamu benar-benar bikin aku semangat. Semoga kamu juga selalu diberkahi dan tetap menikmati ceritaku! 💖
total 1 replies
Sribundanya Gifran
lanjut thor
Sribundanya Gifran
eleanor rubahlah dirimu jgn krn cinta kau lemah, tingglkan yg tak menginginkanmu dan buatlah benteng yg kuat untuk dirimu.
lanjut up lagi thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!