Sinopsis:
Cerita ini hanyalah sebuah cerita ringan, minim akan konflik. Mengisahkan tentang kehidupan sehari-hari Bulbul. Gadis kecil berusia 4 tahun yang bernama lengkap Bulan Aneksa Anindira. Gadis ceria dengan segala tingkahnya yang selalu menggemaskan dan bisa membuat orang di sekitar geleng-geleng kepala akibat tingkahnya. Bulbul adalah anak kesayangan kedua orangtua dan juga Abangnya yang bernama Kenzo. Di kisah ini tidak hanya kisah seorang Bulbul saja, tentunya akan ada sepenggal-sepenggal kisah dari Kenzo yang ikut serta dalam cerita ini.
Walaupun hanya sebuah kisah ringan, di dominan dengan kisah akan tawa kebahagian di dalamnya. Akan tetapi, itu hanya awal, tetapi akhir? Belum tentu di akhir akan ada canda tawa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yuliani fadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 20 Endut
"Ihh! Lepan! Atit, lambut Bulbul dagan di talik-talik teluc!" pekik Bulbul memegangi kuncir rambutnya. Dan membalikan badannya mengarah kebelakang, menatap garang Revan.
Revan yang ditatap garang--eh jauh dari kata garang sih, tapi ya, sudahlah. Hanya menampilkan deretan giginya. "Lambut kamu kaya buntut kuda sih---" sahut Revan, tangannya kembali menarik salah satu kuncir rambut Bulbul. "Lucu. Tuing-tuing," lanjutnya masih menarik-narik rambut itu.
"Ihh! Lepan! Bulbul bilag dagan di talik-talik, atit!" ujar Bulbul kerkacak pinggang, dan tak lama Bulbul mendorong pelan tubuh Revan. "Lepan ahat! Nanti Bulbul bilagin Papa cama Bang Jojo, bial kamu dimalahin!"
Revan merotasikan bola matanya. "Apa sih Bul! Kamu kok aduan, sih!"
Bulbul mengendikan dagunya songong. "Bialin! Cuka-cuka Bulbul, dong!"
"Kamu ngeselin!" ujar Revan lagi.
"Bialin, wlekk!" Bulbul kembali menyahuti, gadis itu sembari menjulurkan lidahnya mengejek.
Edo yang baru saja datang menatap keduanya, sambil membawa sebuah jajanan ditangannya menghampiri bangkunya dan mendudukan bokongnya disana. "Endut, kemalin kamu kemana kok, gak sekolah?" tanya Edo seraya menyuapkan jajanan itu pada mulutnya. "Kamu alfa, ya?" lanjut Edo dengan memincingkan matanya.
Bulbul mengerucut bibirnya kesal menatap Edo yang memanggilnya dengan sebutan Endut. "Endak kok, Bulbul kemalin endak alpa buat cekulah!" sahutnya. Katanya dia gak suka dipanggil endut, tapi kok Edo sebut-sebut Endut malah nyaut. Gimana dah, Bul!
"Dangan co tau deh kamu, endut. Bulbul kemalin lagi males cekulah aja tau!" sambungnya menatap sinis Edo. Lalu mendudukan bokongnya pada bangku yang ditempatinya.
"Iya, kamu bolos sekolah itu endut," Edo menyahuti lagi.
Bulbul seketika melirik Edo tidak suka. "Endak! Bulbul endak alpa cekulah! Bulbul bilang, Bulbul cuma malec cekulah!"
"Kamu enapa cih! Pagil Bulbul, endut telus! Bulbul, kan endak endut. Kamu tuh, yang endut!" sambung Bulbul kesal.
"Kamu endut tau! Tanya aja si Levan!" Edo kembali menyahuti, kali ini anak itu membawa-bawa nama Revan yang sudah duduk anteng memainkan sesuatu di bangkunya yang berada dibelakang Bulbul.
Bulbul bersedekap dada, mengerucutkan bibirnya. "Endak, kamu cama ci Lepan, cama-cama nakal!"
"Mending cama ci Eful! Huhh!"
"Iya, kan, Epul, Bulbul endak endut?" sambung Bulbul bertanya pada Eful yang tengah memainkan pesawat kertasnya.
Eful menatap siapa yang bertanya. "Emm--enggak, Kamu gendut tapi gak terlalu gendut, kok, Bul."
"Tuh, dengel kata ci Eful!" ucap Bulbul, menatap Edo songong.
Edo mengerucutkan bibirnya, dia tidak lagi menyahuti perkataan Bulbul. Edo Malas jika harus teru-terusan berdebat dengan Bulbul yang merasa apa yang di katakannya selalu benar.
Tak lama setelah percakapan unfedah antara keduanya, eh--ralat ketiga bersama Eful. Bu Lisa datang, sembari membawa sebuah buku ditangannya.
••
"Ahh--ahhh, shitt! Pelan-pelan dong! sakit anjir!" racau Zeline, dengan mata yang merem melek, sambil terus meringis kesakitan.
Kenzo mendengkus, "Iye, ini juga pelan-pelan, ogeb!"
Keluarinya pelan-pelan Jo! Pake perasaan kenapa! Ahhh shtt ...," sewot Zeline. Kembali diiringi desahan dan ringisan di akhir ucapannya.
Kenzo menghela napasnya lelah, "Makannya diem dong jangan kebanyakan gerak!" perintah Kenzo menatap kesal Zeline.
"Gue buka nih, yah?" tanya Kenzo meminta ijin cewek itu terlebih dahulu, sebelum benar-bener membukanya.
Zeline menehan lengan Kenzo terlebih dahulu sebelum cowok itu bener-benar membukanya. "Iya, tapi Pelan-pelan, jangan kasar-kasar!"
Kenzo memutar bola matanya. "Iye! Lebay, lu!"
Decakan kembali terlontar dari bibir Kenzo, "Ck! Gue bilang jangan banyak gerak! Ogeb!" sewot Kenzo, pasalnya Zeline terus saja bergerak. Kapan selesainya kalau gini terus!
"Tuhkan! Darah lu kena baju gue!" sambungnya masih berujar sewot. Menatap bajunya yang terkena bercakkan darah
Zeline mendelik tajam. "Lu gak ngerasain sih gimana sakitnya! Ahh, shhtt ...."
"Iye, makannya diem!"
"Anjir! Baru ngeh gue, lu kok berbulu halus kek ginih!" ujar Kenzo menatap apa yang di maksudnya.
"Di--diem lu! Cepet selesaiin aja, aww!" sahut Zeline seraya memuta bola matanya sinis. Dan menggeplak lengan Kenzo yang hendak mencabut bulu-bulu halus itu. "Mau ngapain lu?!"
Kenzo mendengkus, ia telah selesai dengan kegiatannya dan ia hendak memasukan kembali apa yang sudah dikeluarkannya tadi. Namun, Zeline berhasil memberhentikan kembali kegiatannya.
"Weyy! Pelan-pelan masukinnya, jangan kasar-kasar---shhtt! Pake perasaan!" perintah Zeline menggigit bibir bagian dalamnya.
Kenzo mendengkus kesal, "Iye! Lebay amat sih lu! Orang tinggal masukin doang!" Kenzo kembali melanjutkan kegiatannya.
"Tahan ye, nikmati aje!"
"Pel--Aahhh! Ahh ... shtt! Gue bilang pelan-pelan, monyet!" kesal Zeline, setelah Kenzo berhasil memasukan kembali kakinya pada sepatu pantofelnya dengan sedikit kasar sampai rasa ngilu itu kembali. Cowok itu telah selesai mengobati luka pada jari kelingking kaki Zeline yang berdarah akibat tertimpa meja yang tengah di bawa oleh Kenzo tadi.
Satria dan Gibran menghela napasnya jengah, keduanya sedari tadi berdiri disebelah Kenzo, menyaksikan apa yang terjadi.
Plak!
Satria akhirnya menggeplak kepala Kenzo sampai-sampai membuat siempunya meringis. Mendengar ucapan demi ucapan yang keluar dari bibir kedua manusia itu.
"Banyak drama bener, lu berdua! Kek lagi nganu, lu pada tau gak!" sewot Satria.
Kenzo mengusap kepalanya. "Sakit anjir!" Dan berdiri dari jongkoknya.
"Lu juga kenapa, gak usah pake desah-desahan gituh, Alien! Lu, kira lagi diperkosa apa?!" tegur Gibran menatap kesal pada Zeline dan Kenzo. Pasalnya, siswa-siswi di sekitarnya menatap heran kearah mereka.
"Noh dia, kan, yang ngedesah!" Kenzo menujuk Zeline yang duduk di bangku depan kelas cewek itu. "Kenapa jadi gue yang kena geplakan! Sialan!"
Satria menampilkan deretan giginya. "Kan, dia cewek, ngab!"
"Sialan! Terus gue gituh yang ngewakilin?"
"Ya, kurang lebih kek gituh," sahut Satria terkekeh geli.
"Heh! Nama gue ZELINE, yah! Bukan Alien! Kenapa lu bertiga panggil gue Alien terus, sih!" celetuk Zeline kesal.
"Alien sama Zeline kagak beda jauh soalnya. Jadi lidah kita suka kepeleset," Kenzo menyahuti.
"Iye tuh, punya nama lagian kenapa harus Zeline, sih!" Gibran menimpali.
"Ribet!" Satria ikut menimpali.
"Ya, jangan salahin gue, lah! Nyokap, bokap gue yang kasih nama!" Zeline menyahuti kembali.
••