6 tahun mendapat perhatian lebih dari orang yang disukai membuat Kaila Mahya Kharisma menganggap jika Devan Aryana memiliki rasa yang sama dengannya. Namun, kenyataannya berbeda. Lelaki itu malah mencintai adiknya, yakni Lea.
Tak ingin mengulang kejadian ibu juga tantenya, Lala memilih untuk mundur dengan rasa sakit juga sedih yang dia simpan sendirian. Ketika kejujurannya ditolak, Lala tak bisa memaksa juga tak ingin egois. Melepaskan adalah jalan paling benar.
Akankah di masa transisi hati Lala akan menemukan orang baru? Atau malah orang lama yang tetap menjadi pemenangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Datang Di Waktu Tak Tepat
Wajah berseri Lala membuat Alfa mulai bertanya, "bahagia bener kayaknya."
Ya, Alfa sudah menjemput Lala. Kini, mereka berdua sudah berada di dalam mobil. Lala menoleh ke arah sang adik. Dia hanya tersenyum penuh arti.
"Gua sedang menciptakan kebahagiaan gua sendiri, Al. Gua udah buktiin bahwa gua juga bisa bahagia tanpa ada dia."
Enggan menyebut nama Devan. Lala sama sekali tak membenci sahabatnya itu, tapi Lala hanya tengah menghindari supaya perasaannya mati kepada sosok yang sudah enam tahun dia cintai.
Alfa tak membuka suara lagi. Kembali fokus pada jalanan. Dia tahu bagaimana sang kakak. Dia tak suka dipaksa dan Alfa hanya menunggu sampai Lala bercerita.
Memandang foto yang di perpustakaan nasional Lala ambil dengan sembunyi-sembunyi. Bibirnya melengkung dengan sempurna.
Mulai mencari aplikasi sosial media yang sudah sangat berdebu karena jarang Lala buka. Malam ini seperti ada dorongan supaya dia meng-upload sesuatu di sana. Jari jemari lentiknya mulai menari-nari di layar ponsel. Bibirnya melengkung dengan sempurna ketika dia sudah selesai mem-posting sesuatu.
.
Pagi hari di kampus mulai heboh. Devan yang baru sampai di kampus sudah dihadang Akbar.
"Liat X dah," ucapnya sudah tak sabar.
"Ada apa emang?" tanyanya sambil membuka helm.
Dia dan Akbar masih berada di parkiran. Devan mulai membuka X. Tubuhnya membeku di tempat ketika melihat postingan seseorang.
Devan tahu foto siapa yang Lala posting. Dia masih ingat siapa yang memakai jaket itu.
"Van," panggil Akbar.
Namun, lelaki itu masih menatap layar ponselnya tak berkedip. Mimik wajahnya sudah sangat berubah.
"Van! Lu enggak apa-apa kan?"
Akbar menepuk pundak Devan dan sahabatnya mulai merespon. Menghembuskan napas yang sangat kasar.
"Apa itu co--"
Devan meninggalkan Akbar karena tidak ingin mendengar kalimat lanjutan. Hatinya tiba-tiba perih.
Lala yang baru saja datang dibuat bingung ketika para mahasiswa terus menatap ke arahnya dengan begitu serius.
"Kenapa lagi?"
Lala meyakini jika akan ada berita terbaru lagi yang akan dia dengar. Harus menyiapkan telinga yang tebal juga hati yang sabar.
"Ditolak Devan malah nyari cogan yang lain."
"Mana punggungnya aja kekar banget. Yakin sih ganteng."
"Yakin juga sih dia yang bakal nembak duluan."
Lala hanya bisa tersenyum mendengarnya. Mereka tidak tahu kenapa Lala bisa sampai mengungkapkan perasaannya kepada Devan. Bukan karena dia murahan, tapi dia menginginkan sebuah ketenangan.
Namun, dia tidak bisa memaksa orang lain untuk mengerti posisinya. Orang di luaran sana hanya bisa menilai, tanpa tahu cerita sebenarnya.
Brian menatap sekilas wajah Lala yang tak seperti biasanya. Murung seperti ada yang tengah perempuan itu pikirkan.
Setelah kelas selesai, Lala yang baru keluar dari kelas sudah ditunggu Abang ojol pengantar makanan. Segelas cokelat panas yang dia terima.
"Kenapa murung? Perasan enggak mendung."
Lala menoleh ke arah belakang di mana Brian masih ada di dalam kelas sedang menatapnya. Lala mencoba untuk tersenyum dan menganggukkan kepala. Lalu, Pergi dari sana karena kalimat demi kalimat yang terlontar dari bibir mahasiswa begitu jahat.
Duduk sendiri di taman dekat kampus. Menatap layar ponselnya dengan begitu lamat.
"Kenapa orang-orang begitu mudah menilai?Apa semurah itukah diri ini di mata mereka?"
Postingan Lala di X mendapat banyak komenan, dan hampir delapan puluh persen komen hujatan untuk dirinya. Jangan ditanya berapa banyak orang yang menyebutnya cewek murahan.
Lala ingin menghapus postingan tersebut, tapi hati kecilnya melarang. Alhasil, Lala membiarkannya saja. Mempersilahkan semua orang berkomentar sesuka hati di postingannya.
Melihat wajah Lala yang begitu murung sedari pulang kuliah, Alfa menghampiri sang kakak yang tengah berada di balkon kamar.
"Ke King kafe yuk!"
Lala hanya menoleh sebentar, Lalu kembali menatap lurus ke depan.
"Lu butuh cokelat panas King Kafe."
"Udah tadi."
Alfa sedikit terkejut. Dia menatap serius ke arah sang kakak.
"Lu ke sana?"
"Dikasih."
"Siapa?" Alfa malah penasaran.
"Gua kira lu cuek, ternyata kepo juga."
"Siyalan!!"
.
Devan masih memantau postingan Lala ternyata belum dihapus juga. Dia hanya bisa menghela napas kasar.
"Harusnya kan gua bahagia? Kenapa gua malah gak terima?"
"Aarrghh!!"
Devan mulai menghubungi Lea, dan tak menunggu lama Lea menjawab sambungan teleponnya. Sungguh dia begitu bahagia. Apalagi Lea mengatakan jika dia sedang berada di jalan menuju Jakarta. Rasanya sulit percaya.
"See you di Jakarta, Le."
Rasa bahagia menyelimuti hati Devan. Dia akan menggunakan kesempatan dengan baik mumpung Lea sedang berada di Jakarta.
.
Pagi hari Lala dikejutkan dengan kehadiran Lea di meja makan. Senyum manis dia berikan kepada sang kakak.
"Kok lu kayak kaget gitu? Lu gak kangen gua?"
Lea sudah merentangkan tangan. Lala mulai tersenyum dan berhambur memeluk tubuh sang kembaran. Raut bahagia memang tak bisa terhindar, tapi ada rasa sedih juga di hati kecil Lala. Di mana Lea datang di saat yang tidak tepat. Dia sudah tahu apa yang akan terjadi ke depannya.
"Hari ini di rumah kan, Le?" tanya sang mama.
"Lea mau ke kampus Lala."
Lala tersedak makanan yang baru saja masuk ke dalam mulut. Alfa segera memberikan minum kepada sang kakak.
"Mau ngapain?" tanya sang papa.
"Lea ada janji sama seseorang."
Senyum Lea merekah dan itu tak luput dari pandangan Lala. Sudah bisa Lala tebak akan bertemu siapa sang adik ke kampusnya.
"Mau berangkat bareng gak?" tanya Alfa.
"Enggak, orangnya juga datang agak siang."
Lala tersenyum tipis. Hari ini jadwal kuliah Devan memang sedikit siang. Sudah pasti Devan yang akan Lea temui.
Tibanya di kampus, Lala terkejut ketika seseorang menempelkan kertas di tangannya.
"Ke ruangan Pak Brian sekarang."
Dahi Lala mengkerut. Sepagi ini dosen itu sudah memanggilnya. Lala sudah mengetuk pintu ruangan Brian, ternyata Brian sudah menunggu Lala di dalam.
"Ada ap--"
Tiket seminar sudah Brian berikan. Lala mulai menatap wajah segar sang dosen.
"Kamu saja membaca buku psikologi yang jelas enggak sesuai dengan jurusan study. Enggak ada salahnya datang ke acara seminar ini kan."
"Apalagi Papa kamu seorang dokter. Jadi, enggak ada salahnya cari ilmu baru."
Masih belum ada jawaban dari Lala.
"Pembicaranya teman saya."
"Dokter yang Pak Brian hubungi di--" Brian pun mengangguk.
"Selesai kelas saya, saya tunggu kamu di FK."
"Ta--"
"Saya tidak menerima penolakan."
.
Lea yang baru saja tiba di kampus sudah banyak yang mengenali. Bahkan ada juga yang menyapanya.
"Aslinya kamu cantik banget, ya."
Lea bingung karena baru kali ini dia datang ke kampus Lala. Tapi, semua mahasiswa mengenalinya.
Devan yang baru masuk area kampus dibuat terkejut ketika melihat Lea ada di dekat parkiran. Dia segera memarkirkan motor dan ingin segera menghampiri Lea.
"Lama gak nunggunya?"
Suara itu bukan suara Devan, melainkan seorang pria yang baru datang dan tersenyum ke arah Lea.
"Bukannya itu dokter Dewa?"
...*** BERSAMBUNG ***...
Ayo atuh kencengin komennya ...
next... pasti Lala makin posesif sama mas Bri , apalagi kalau ada feeling yang kurang baik .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
mkasih Thor Uda double up.....
semoga up lagi
semangat