tentang seorang anak yang lahir dari seorang ibu, yang ditinggalkan oleh sang suaminya sejak dari dalam kandungan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jordi Vandanu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Tak Percaya.
"i-ini apa maksudnya Put? Yah? Ma? " Jeni bertanya pada setiap orang. Melati tersenyum ramah .
"Dian adalah adek satu ayahnya Dika, dari bu Diana. " jawab Melati. Jeni masih belum mengerti.
"maksudnya ayah selingkuh? Anak pelakor? " tanya Jeni tajam. Semua orang dalam ruangan itu sangat kaget mendengar pertanyaan Jeni, yang sungguh di luar nalar.
"jaga mulutmu Jeni! Dian adalah anak ayah titik! " seru Yudi keras. Jeni tergeragap.
Dian mengalihkan pandangan ke arah lain, terasa ada sesuatu yang menyayat hatinya. Perih!. Itu adalah teriakan teman temannya dulu, termasuk Deva.
"anak pelakor! Anak pelakor! " serasa suara Deva dan teman temannya berseliweran di telinga Dian. Wajahnya memerah menahan airmata. Dika bergegas menarik tangan Jeni keluar ruangan. Melati dan Yudi langsung mendekat ke arah Dian.
"jangan di dengarkan perkataan itu nak, kamu adalah anak ayah Yudi dan ibu Diana.. "
Dian tersenyum pahit.
"Dian sudah mendengar kata kata itu selama puluhan tahun ma, yah.. sudah berusaha menerima keadaan dan kenyataan, tapi tetap juga sakit. " bisik Dian dengan nada terluka.
"ya Allah nak, mama dan ayah serta kakak dan abangmu... Sumpah! Demi Allah.. Kami tidak pernah berprasangka begitu. Kamu adalah anak ayah Yudi, dari ibu Diana titik. " kata Melati. Semua sangat takut melihat raut sedih itu lagi.
"apa apaan kamu bicara seperti itu di hadapan Diandra Jen? " tanya Dika, dia membawa Jeni ke bawah tangga.
"lah benar dong Dik, kalau dia anak ayah dari wanita lain, berarti ayah kamu selingkuh? Terus punya anak dari pelakor itu, dan kalian menerima begitu saja? Dia hadir baru baru ini kan? Dan langsung mengakui kalau dia anak ayahmu, kalian yakin? Kalau aku mah nggak yakin sih. " jawab Jeni tanpa rasa bersalah. Dika terpana, tak menyangka kalau mulut Jeni sangat tajam.
"kami sangat yakin 1000 persen, terus kamu kira kami akan percaya dengan ketidak yakinan kamu itu? Sebepengaruh apa sih kamu dalam keluargaku? Kami tidak perlu memberi tahu kamu proses untuk menemukan adekku itu? Kenapa?? Karena kamu bukan siapa siapa dalam keluarga kami, jadi jaga mulut kamu itu, sekali lagi ku dengar berkata yang jelek tentang Dian, kamu akan tahu akibatnya. " kecam Dika. Jeni terpana.
"kamu mengancam aku Dik. "
"coba sajalah kalau kamu tak percaya. Dan kamu tahu? Kenapa kamu tak dilibatkan dalam acara keluarga ini? Ya.. Karena kamu bukan siapa siapa Jeni! " ucap Dika lagi, lalu beranjak kembali menuju ke ruangannya. Menatap Putra dan Dian yang sedang duduk berhadapan.
Dian tersenyum menatap Dika. Ada luka kembali di senyum itu.
"jangan bilang kalau kalian tidak jadi lamaran. " ucap Dika penuh rasa takut.
"jadi mas, ayah sama mama langsung pulang menyiapkan segala sesuatunya, kami mau keluar dulu membeli cincin tunangan. " jawab Dian.
"apa kamu gak lelah deƙׁׅ? Baru datang sudah kemana mana? "
Dian menggeleng.
"hari ini kamu bebas Put, pergilah cari cincinnya, awas kalau kamu beliin yang murah. " kata Dika. Putra tertawa kencang.
"setoko tokonya kubelikan nanti Dik, kamu meragukan kemampuanku? " tanya Putra nyengir. Dika mengacungkan jempolnya. Putra meleletkan lidah.
Jeni masih terpaku di dalam mobilnya, terasa berat meninggalkan halaman kantor Dika.
"setelah kenal hampir 15 tahun, dan Dika masih belum menganggap aku keluarga? Bahkan sebagai sahabat pun hanya sekadarnya saja. Sementara Jeni melimpahkan semua rasa pada tiga laki laki tampan dan mapan itu, terutama pada Dika. Sedangkan Dika jangankan membalas perasaan Jeni, terkadang Dika membalas pesan pun ogah ogahan.
" dan cewek kampung itu malah akan menikah dengan salah satu sahabat aku? Dan aku tidak diberi tahu? Bahkan hal besar, seperti Dian, yang ternyata adalah adek kandung Dika? "Jeni mengusap wajahnya kasar. Dian emang terlihat sangat cantik dan modis dengan hijabnya sekarang. Dan Jeni seperti menyadari sesuatu.
" mata dan hidung gadis itu sangat mirip dengan Dika dan ayah Yudi, pantas aku sangat familiar dengan wajahnya. Kenapa mama mau mau saja menerima anak pelakor itu ya? Apa beliau dalam tekanan ayah dan Dika?? Mmm... Menarik, perlu di selidiki ini. "gumam Jeni. Dan matanya berbinar melihat Melati keluar dari dalam kantor Dika, berjalan menuju ke parkiran.
" mama! "seru Jeni sambil mendekat.
Melati menghentikan langkahnya. Menatap Jeni lembut, ciri khas Melati. Menatap lawan bicara dengan lembut dan ramah.
" ya Jen kenapa? "
Jeni menatap mata Melati. Tak ada riak terluka disana, malah lebih terlihat bersinar dan bahagia.
"apa bener si kamp.. Eh si Dian itu anak ayah dari perempuan lain? Dan kalian percaya begitu saja? Siapa tahu dia utusan musuh ayah yang sedang mencari celah untuk menjatuhkan beliau. " tanya Jeni. Dan Jeni melihat kilat amarah dimata Melati, menatap iris mata Jeni dengan tajam.
"kamu tahu Jen? Saya sangat terluka mendengar perkataan kamu, satu yang saya sesali selama ini. "
"apa itu ma? Menyesal kan sudah mengakui dia sebagai anak ayah? " buru Jeni bersemangat.
"saya menyesalkan kalau anak saya, Dika.. Punya sahabat kayak kamu, permisi. " ucap Melati dingin.
Jeni berdiri kaku.
"apa yang terjadi dengan semua orang? Kenapa mendadak pada ngebelain anak kampungan itu, apa istimewanya? " gumam Jeni.
Jeni melihat Yogi juga keluar dari kantor.
"Gi! " seru Jeni. Yogi menghentikan langkahnya.
"kenapa Eni? " tanya Yogi, dia selalu memanggil Jeni beda sendiri.
"kenapa semua orang? Apa yang tidak aku ketahui Gi? " Jeni balik nanya.
"nantilah aku cerita En, Amara sudah menunggu untuk lunch bareng,, bye.. " Yogi melangkah terburu.
Jeni mendengus kesal.
sepusing2nya mereka mencari plngan pake orang suruhan😂