~♡Cinta ini bukan terlalu cepat bersemayam di dada
Tidak juga terlalu cepat mematri namamu di sana
Hanya saja semesta terlambat mempertemukan kita
Sayang, rindu ini bukannya ******
yang tak tahu diri meski terlarang.
Maka ...
Jangan paksa aku melupakan
sungguh aku belum lapang~♡
"Aku tahu dan menyadari ini salah, tapi Aku tidak bisa menghentikannya, jika ini adalah takdir, bukankah hal yang sia-sia jika Aku menghindarinya, sekuat apapun Aku menghindar tetap saja Aku tidak akan pernah bisa lari dari perasaan ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wanudya dahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perasaan yang asing
Malam mulai larut, jam sudah menunjukkan pukul 9 lebih, makan malam penuh kejutan untuk Kirana akhirnya selesai juga, Satya pun kemudian mengantar Kirana pulang ke rumah.
Sepanjang perjalanan Satya selalu menggenggam tangan Kirana sambil sesekali mengecup tangan kekasih yang baru dilamarnya itu.
Sesampainya di rumah, masih di dalam mobil, Satya mengatakan pada Kirana betapa bahagianya dia malam ini.
Kemudian dia membelai wajah Kirana dan mengecup lembut bibir gadis itu. Setelahnya dia mengatakan.
"Terimakasih Sayang, kamu sudah buat aku bahagia sekali malam ini,".
Kirana hanya tersenyum datar menanggapinya, Seungguhnya ia merasa bersalah pada Satya karena perasaan ini. Satya sekali lagi mengecup lembut bibir gadis di hadapannya itu, berharap Kirana membalas ciumannya kali ini, tapi reaksi Kirana justru sebaliknya, entah kenapa bagi Kirana ciuman itu rasanya hambar sekali, tidak ada rasa apapun yang ia rasakan di hatinya.
Suasana pun menjadi canggung di antara mereka berdua.
Setelah tidak ada reaksi apa pun dari Kirana, Satya akhirnya sedikit menarik jarak dari gadis itu, dan kemudian Kirana buru-buru pamit masuk ke dalam rumah, ia sebenarnya merasa tidak enak hati sendiri dengan sikapnya terhadap Satya, ia menyadari sikapnya sudah sangat keterlaluan, pikirnya saat itu.
Satya mengantar Kirana hanya sampai depan pintu, dia tidak ikut masuk sebab malam sudah cukup larut.
Dan akhirnya Satya pun undur diri dari hadapan Kirana setelah sebelumnya dia mengecup kening Kirana dengan lembut,
"Aku pulang dulu, kamu langsung istirahat, selamat malam," kemudian Kirana tersenyum dan melambaikan tangannya pada Satya.
Begitu Satya tidak nampak lagi, Kirana langsung masuk ke dalam kamar dan tanpa mengganti baju terlebih dahulu ia langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.
dipandanginya cincin di jari manisnya sambil menarik nafas panjang ia bergumam sendiri.
"Semoga ini yang terbaik," sambil memejamkan matanya, ia meresapi setiap kalimat itu untuk mensugesti dirinya sendiri bahwa memang inilah keputusan terbaik untuk hubungannya dengan Satya.
Sesaat kemudian Kirana mengambil ponselnya, dan seperti biasa ia langsung membuka pesan di ponselnya.
Ada beberapa chat dari Rangga yang masuk sejak sore tadi dan Kirana belum sempat membacanya.
Kirana mengetik pada ponselnya untuk membalas chat dari Rangga tersebut, berharap laki-laki tersebut masih terjaga malam ini.
("Malem ... Mas Rangga, sudah tidur, ya?")
Tidak perlu menunggu lama ponsel Kirana bergetar, pertanda seseorang di seberang sana memang tengah menanti pesan tersebut.
Rangga membalas pesan dari Kirana begitu pesan itu masuk ke ponselnya, karena memang sudah sejak dari tadi Rangga menunggu kabar dari gadis itu.
("Malam juga, Ki, aku mana bisa tidur sebelum nyapa kamu.")
balas Rangga dengan emoji hati merah.
("Bisa saja jamu, Mas.") dengan emoji senyum.
("Kamu habis dari mana, Ki? dari tadi tidak membalas chat dariku,")
Kirana kemudian membalas pesan dari Rangga dengan sebuah foto yang langsung ia ambil saat itu juga, sebuah foto jari yang di antaranya tersemat sebuah cincin, kemudian dia menambahkan caption.
("Aku tadi dilamar,")
Membaca pesan itu tangan Rangga terasa bergetar, hatinya seolah dijatuhi ribuan belati dengan sengaja, perih sekali rasanya.
Dia tidak mengerti mengapa rasanya bisa sakit sekali di hati bahkan dadanya tiba-tiba terasa sesak.
Bukankah itu sudah bisa ditebak dengan mudah dari awal mula, wajar saja jika hubungan Kirana dan Kekasihnya akhirnya sampai di titik yang seserius ini.
Selama ini Rangga juga sudah tahu seserius apa hubungan mereka. Kirana sudah memiliki seorang kekasih bahkan jauh sebelum Rangga mengenalnya, tapi tetap saja rasa sesak di dadanya tidak bisa dia bendung, sakit di hatinya terasa nyata, ada ketidak relaan yang mengisi sebagian besar hatinya seolah sesuatu tengah direbut paksa dari genggamannya.
Rangga hanya terpaku, sambil menghembuskan nafas kasar berkali-kali, dipandanginya ponsel yang berada di genggaman tangannya tanpa bisa berkata-kata lagi.
Sementara di sisi lain Kirana merasa bingung kenapa Rangga tiba-tiba menghilang dari percakapan dengannya tanpa berpamitan terlebih dulu.
Kirana masih menatap ponselnya, berharap Rangga masih akan menghubunginya atau paling tidak membalas pesannya, namun sekian waktu berlalu ponselnya tetap mati, sunyi, seperti perasaan hatinya saat ini.
Sementara Rangga masih dengan posisi yang sama, sejak tadi terdiam seperti kehilangan sebuah harapan.
Dia bahkan tidak sanggup lagi membalas pesan dari Kirana, dia tidak tahu apa yang harus dikatakannya, haruskah dia mengucapkan selamat, dan mengatakan bahwa dia turut bahagia, yang artinya dia harus berpura-pura tidak ada masalah dengan perasaan hatinya, jadi Rangga memutuskan untuk mengabaikan saja Kirana malam ini, biar dia menata dulu hatinya untuk saat ini.
Dan setelahnya Rangga menghabiskan sepanjang malamnya dengan rasa yang bergemuruh di dadanya.
Rasa cemburu dan rasa tidak rela bercampur menjadi satu dan menyita
lelapnya malam ini.