Aurora terbangun dari tidurnya dan mendapati dirinya berada di dunia asing yang begitu indah, penuh dengan keajaiban dan dikelilingi oleh pria-pria tampan yang bukan manusia biasa. Saat berjalan menelusuri tempat itu, ia menemukan sehelai bulu yang begitu indah dan berkilauan.
Keinginannya untuk menemukan pemilik bulu tersebut membawanya pada seorang siluman burung tampan yang penuh misteri. Namun, pertemuan itu bukan sekadar kebetulan—bulu tersebut ternyata adalah kunci dari takdir yang akan mengubah kehidupan Aurora di dunia siluman, membuatnya terlibat dalam rahasia besar yang menghubungkan dirinya dengan dunia yang baru saja ia masuki.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wardha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pewaris kerajaan
Aurora terbangun dalam kegelapan. Udara di sekitarnya dingin, dan dia merasakan sesuatu yang berat membelenggu pergelangan tangannya. Suara tetesan air terdengar dari kejauhan, menggema di dalam ruangan yang luas dan sunyi.
Dia mencoba bergerak, tetapi rantai kegelapan yang melilitnya menahan tubuhnya. Energi dingin menjalar dari rantai itu, meresap ke dalam kulitnya, seolah menguras kekuatannya.
"Di mana aku?"
Langkah kaki terdengar mendekat. Dari bayangan, Black Vesper muncul dengan senyum puas. Mata merahnya bersinar dalam kegelapan.
"Akhirnya kau bangun, pewaris Buku Emas," katanya dengan nada merendahkan.
Aurora menatapnya dengan ngeri. "Aku bukan pewaris apa pun! Aku bahkan tidak tahu kenapa aku ada di sini!"
Black Vesper tertawa kecil. "Oh, kau akan segera mengetahuinya. Buku Emas tidak akan memilih manusia biasa. Kau adalah kunci kekuatan yang telah tersembunyi selama ribuan tahun."
Aurora menggeleng, mencoba melawan ketakutan yang menyelimuti dirinya. "Jika aku benar-benar memiliki kekuatan, aku akan menggunakannya untuk menghentikanmu."
Black Vesper mendekat, mengangkat dagunya dengan satu jari. "Sayangnya, kau belum menyadari siapa dirimu sebenarnya. Tapi jangan khawatir, aku akan membantumu ... dengan caraku sendiri."
Seketika, mata Black Vesper berkilat, dan lingkaran sihir berwarna hitam muncul di bawah kaki Aurora. Rasa sakit menusuk dadanya, seolah ada sesuatu yang sedang dipaksa keluar dari dalam dirinya.
Aurora berteriak.
Di saat yang sama, jauh di langit kerajaan siluman burung, Raviel mengepakkan sayapnya dengan cepat, matanya dipenuhi tekad. Dia tidak akan membiarkan Black Vesper menang.
"Aku akan menyelamatkanmu, Aurora. Tidak peduli apa pun yang terjadi."
Aurora merasakan dadanya seperti terbakar. Energi gelap dari lingkaran sihir di bawahnya mengalir masuk ke tubuhnya, mencoba memaksa sesuatu keluar.
"Apa yang sedang dia lakukan padaku?!"
Dia menggigit bibirnya, menahan rasa sakit yang luar biasa. Tapi tiba-tiba, di tengah kepedihannya, sesuatu di dalam dirinya merespons. Dari dalam dadanya, sebuah cahaya keemasan mulai berpendar, bergetar seolah hendak meledak.
Black Vesper terkejut dan melangkah mundur. "Tidak mungkin... Ini terlalu cepat!"
Aurora tidak tahu apa yang terjadi, tetapi cahaya itu semakin kuat, hingga rantai kegelapan yang membelenggunya mulai retak.
BRAK!
Dengan ledakan cahaya yang menyilaukan, rantai itu hancur berkeping-keping. Aurora jatuh ke tanah, terengah-engah. Tangannya bergetar, tetapi ia bisa merasakan kekuatan yang berbeda mengalir dalam darahnya.
Black Vesper menyipitkan mata, mengamati Aurora dengan waspada. "Jadi ini kekuatan pewaris sejati ...."
Aurora mendongak. Cahaya keemasan masih menyelimuti tubuhnya, seperti api yang menari di sekelilingnya. Mata birunya kini memantulkan kilauan emas, dan dia bisa merasakan sesuatu yang baru dalam dirinya—sebuah kekuatan yang telah lama tersegel.
"Aku tidak tahu siapa aku sebenarnya," katanya dengan suara gemetar, tetapi penuh tekad. "Tapi aku tahu satu hal—aku tidak akan membiarkanmu mengendalikan hidupku!"
Black Vesper tersenyum tipis. "Menarik. Tapi masih terlalu dini bagimu untuk melawanku."
Dengan satu gerakan tangan, bayangan melesat dari sekeliling ruangan, membentuk cakar hitam raksasa yang siap menerkam Aurora.
Namun, sebelum serangan itu mencapai dirinya—sebuah kilatan emas melesat dari kejauhan.
"AURORA!"
Dari langit-langit gua, Raviel menerobos masuk dengan kecepatan luar biasa, pedang bersayapnya berkilauan dalam cahaya suci. Dengan satu tebasan, cakar bayangan Black Vesper hancur berantakan.
Aurora menatapnya dengan mata membelalak. "Raviel!"
Raviel mendarat di depannya, melindunginya dengan sayap lebarnya. Matanya yang berwarna emas bertemu dengan mata merah Black Vesper, penuh kemarahan dan tekad.
"Kau tidak akan menyentuhnya lagi, Black Vesper," katanya dingin.
Black Vesper tersenyum sinis. "Kita lihat saja ... apakah pewaris Buku Emas benar-benar bisa bertahan di dunia ini."
Aurora menatap punggung Raviel, merasakan sesuatu yang baru tumbuh dalam dirinya—sebuah takdir yang tak bisa ia hindari.
Aurora merasakan kehangatan di dadanya, cahaya keemasan dari tubuhnya masih berpendar samar. Dia belum sepenuhnya memahami apa yang terjadi, tapi satu hal yang pasti—ada sesuatu di dalam dirinya yang tidak bisa lagi ia abaikan.
Raviel berdiri tegap di depannya, sayap emasnya terbentang, melindungi Aurora dari tatapan tajam Black Vesper.
"Kau membuat kesalahan besar dengan menculiknya," kata Raviel dingin.
Black Vesper terkekeh. "Kesalahan? Tidak, Raviel. Aku hanya mempercepat apa yang seharusnya terjadi. Pewaris Buku Emas akhirnya mulai terbangun."
Aurora menelan ludah. "Kenapa kau terus menyebutku pewaris? Aku bahkan tidak tahu apa maksudnya!"
Black Vesper menatapnya, senyumnya semakin melebar. "Kau benar-benar tidak tahu, ya?" Dia melangkah mendekat, meskipun Raviel segera mengangkat pedangnya sebagai peringatan. "Aurora, kau bukan manusia biasa. Kau berasal dari garis keturunan kuno, keturunan yang telah lama hilang dari dunia ini."
Aurora mengerutkan kening. "Apa maksudmu?"
"Kau adalah keturunan terakhir dari penguasa pertama kerajaan siluman burung," lanjut Black Vesper. "Buku Emas tidak hanya memilihmu—itu milikmu sejak awal. Kau adalah pewaris sejati tahta ini, lebih berhak atas kerajaan ini daripada Raviel sendiri."
Aurora merasa kepalanya berputar. "Itu. .. tidak mungkin!"
Dia mencoba mengingat kehidupannya di dunia manusia. Ia selalu merasa berbeda, selalu merasa ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. Tapi mendengar bahwa dia adalah bagian dari dunia ini? Pewaris kerajaan siluman burung? Itu terlalu sulit untuk diterima.
Raviel menegang. "Dia berbohong, Aurora. Jangan percaya kata-katanya."
Black Vesper tertawa kecil. "Benarkah, Pangeran? Apakah kau benar-benar tidak tahu... atau hanya tidak ingin dia tahu?"
Aurora menatap Raviel dengan penuh kebingungan. "Raviel... apakah ini benar?"
Raviel terdiam. Sorot matanya menunjukkan bahwa dia menyembunyikan sesuatu.
Black Vesper tersenyum puas. "Lihat? Bahkan dia tidak bisa menyangkalnya."
Tiba-tiba, cahaya dari tubuh Aurora semakin bersinar, seolah merespons kata-kata Black Vesper. Angin berputar di sekelilingnya, dan sejenak, dia melihat bayangan seseorang di dalam pikirannya—seorang wanita bersayap emas yang berdiri di atas awan, dengan mahkota bercahaya di kepalanya.
Sebuah suara berbisik di dalam benaknya:
"Aurora ... bangkitlah."
Seketika, seluruh gua bergetar.
Black Vesper menyipitkan mata. "Menarik... Sepertinya waktunya lebih cepat dari yang kuduga."
Sebelum Aurora bisa bertanya apa yang terjadi, Black Vesper mengangkat tangannya dan bayangan pekat menyelimuti tubuhnya. "Kita akan bertemu lagi, Aurora. Dan saat itu tiba, kau akan tahu bahwa tempatmu bukan di sisi Raviel."
Dengan satu ledakan gelap, Black Vesper menghilang, meninggalkan mereka dalam keheningan.
Aurora masih terengah-engah, jantungnya berdegup kencang. Dia menoleh ke Raviel. "Katakan yang sebenarnya. Apa yang dia katakan... benarkah aku bukan manusia biasa?"
Raviel menatapnya lama sebelum akhirnya menghela napas. "Ya, Aurora ... Kau memang bukan manusia biasa. Kau adalah pewaris terakhir dari garis keturunan kerajaan siluman burung."
Aurora merasa lututnya melemas. Hidupnya yang biasa, dunianya yang selama ini ia kenal—semuanya baru saja berubah dalam sekejap.
Dan kini, dia harus memilih.
Tetap menjadi gadis biasa yang ingin kembali ke dunia manusia ... atau menerima takdirnya sebagai pewaris Buku Emas.
Aurora merasakan dadanya sesak. Kata-kata Raviel masih terngiang di telinganya.
"Kau adalah pewaris terakhir dari garis keturunan kerajaan siluman burung."
Dia menggelengkan kepalanya, mencoba menolak kenyataan yang baru saja diungkapkan. "Tidak ... Itu tidak mungkin. Aku hanya gadis biasa, aku tidak pernah memiliki sayap, aku bahkan tidak tahu dunia ini ada!"
Raviel menatapnya dalam, matanya penuh dengan perasaan yang sulit diartikan. "Aku juga ingin menyangkalnya, Aurora. Aku ingin percaya bahwa kau hanyalah manusia biasa yang kebetulan menemukan Buku Emas. Tapi kenyataannya... tidak sesederhana itu."
Aurora menelan ludah. "Lalu kenapa aku? Kenapa sekarang?"
Raviel menghela napas dan menoleh ke langit yang kini terbuka di atas mereka. "Karena Buku Emas tidak pernah memilih sembarangan. Ia selalu kembali kepada pewaris sahnya. Selama bertahun-tahun, tak ada satu pun di kerajaan ini yang bisa membangkitkan kekuatannya... sampai kau datang."
Aurora memeluk tubuhnya sendiri, merasakan dingin yang menjalar meskipun cahaya keemasan masih samar berpendar di tangannya. Jika semua ini benar, maka hidupnya di dunia manusia... hanyalah kebohongan?
Sebelum ia bisa berkata lagi, suara gemuruh terdengar dari langit. Awan berputar, dan dari kejauhan, sekelompok siluman burung bersayap perak mendekat dengan cepat.
Raviel mengerutkan kening. "Para tetua kerajaan datang!"
Tak butuh waktu lama sebelum mereka mendarat di depan Aurora dan Raviel. Seorang pria tua bersayap putih melangkah maju. Matanya yang tajam menatap langsung ke arah Aurora, menilai dirinya dengan penuh kehati-hatian.
"Aurora," katanya dengan suara dalam dan penuh wibawa. "Kau telah kembali."
Aurora menegang. "Kembali? Aku bahkan tidak tahu aku pernah berada di sini."
Tetua itu tersenyum tipis. "Tentu saja kau tidak ingat. Kekuasaan kerajaan telah lama berusaha menyembunyikan keberadaanmu... bahkan dari dirimu sendiri."
Aurora menoleh ke Raviel dengan tatapan bingung. "Apa maksudnya?"
Raviel mengepalkan tangannya. "Dia benar... Bertahun-tahun yang lalu, kerajaan ini berada dalam ancaman besar dari Black Vesper. Ramalan mengatakan bahwa hanya pewaris sejati Buku Emas yang bisa menghentikannya. Untuk melindungimu, orang tuamu mengirimkanmu ke dunia manusia, menyegel ingatan dan kekuatanmu agar Black Vesper tidak bisa menemukannya."
Aurora merasakan tubuhnya gemetar. "Jadi selama ini ... aku hidup dalam kebohongan?"
Tetua itu mengangguk. "Dan sekarang, segel itu telah pecah. Black Vesper mengetahuinya, dan dia tidak akan berhenti sampai dia mendapatkanmu ... atau menghancurkanmu."
Aurora menggigit bibirnya. Semua ini terlalu cepat. Terlalu mendadak. Dia baru saja menemukan dunia ini, dan sekarang dia harus menerima bahwa dirinya adalah pewaris kerajaan?
Raviel meletakkan tangan di bahunya, suaranya lembut tapi penuh keyakinan. "Aku tahu ini sulit bagimu, Aurora. Tapi kau tidak sendirian. Aku akan melindungimu, apa pun yang terjadi."
Aurora menatapnya dalam. Di balik ketakutannya, ada sesuatu di dalam dirinya yang perlahan mulai menerima kenyataan ini.
Dia bukan lagi gadis biasa. Dia adalah pewaris terakhir kerajaan siluman burung.
Dan kini, ia harus memutuskan—melarikan diri dari takdirnya, atau berdiri dan menghadapi apa yang telah menunggunya.