NovelToon NovelToon
Pasutri Bobrok

Pasutri Bobrok

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Nikahmuda / Dikelilingi wanita cantik / Tunangan Sejak Bayi / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Rrnsnti

Cegil? itulah sebutan yang pantas untuk Chilla yang sering mengejar-ngejar Raja.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rrnsnti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

malam pertama

Siang itu suasana kamar terasa begitu tenang, hanya terdengar suara angin yang berhembus dari celah pintu balkon. Chilla duduk di tempat tidur dengan wajah bosan, mengayunkan kakinya sambil memandangi Raja yang sedang duduk di balkon. Lelaki itu tampak santai, menghisap rokoknya dalam-dalam sambil menatap pemandangan luar.

Chilla menghela napas panjang. “Duh, gabut banget sih hari ini,” gumamnya pelan. Ia memandang Raja, berpikir untuk mengusili pria itu demi mengusir rasa bosannya.

Dengan langkah pelan, Chilla berjalan menuju balkon. Raja masih tidak menyadari kedatangannya. Tanpa ragu, Chilla langsung menjatuhkan dirinya ke pangkuan Raja. “Raja...” panggilnya dengan nada manja.

Raja melirik Chilla sekilas, lalu kembali fokus menghisap rokoknya. Ia menghembuskan asap ke arah lain, memastikan agar tidak Mengenai gadis di pangkuannya. Namun, Raja tidak menjawab apa pun, membuat Chilla merasa diabaikan.

Chilla mendesah kecil, tangannya mulai bergerak iseng, mengukir-ngukir sembarangan di bahu Raja menggunakan jarinya. “Raja, aku ngomong, lho. Jawab dong...” katanya sambil memajukan bibir, mengerucutkan bibirnya seolah-olah ngambek.

Akhirnya, Raja memutuskan untuk menanggapi. Ia membuang rokoknya ke asbak dan menoleh ke Chilla. “Kenapa?” tanyanya, suaranya terdengar santai seperti biasa.

Chilla mengalungkan tangannya di leher Raja, wajahnya terlihat serius namun masih ada senyuman kecil di sudut bibirnya. “Sayang... aku pengen ke pantai,” ucapnya, menatap Raja dengan mata berbinar.

Raja mengangkat alis, memikirkan sejenak permintaan itu. “Jam berapa sekarang?” tanyanya sambil melirik ke arah jam dinding di kamar.

“Jam setengah empat,” jawab Chilla dengan malas, seolah-olah waktu itu bukan masalah besar baginya.

Raja tersenyum kecil dan mengangguk. “Ayok,” ajaknya sederhana.

Chilla langsung menatapnya penuh antusias. “Beneran? Serius nih?” tanyanya memastikan, takut kalau Raja hanya bercanda.

“Iya, beneran. Ayok, siap-siap,” sahut Raja dengan nada tenang.

Tanpa pikir panjang, Chilla bangkit dari pangkuan Raja dengan semangat yang meluap-luap. Namun, gerakannya terlalu cepat sehingga tubuhnya nyaris terhuyung ke belakang. Refleks, Raja menangkap pinggang Chilla dengan tangannya yang kuat.

“Hati-hati dong, jangan sembrono. Kalau jatuh gimana?” tegur Raja sambil menarik Chilla kembali ke posisi tegak.

Chilla terkekeh kecil, menatap Raja dengan tatapan penuh rasa terima kasih. “Maaf, aku terlalu semangat,” katanya dengan senyum lebar.

Raja hanya menggelengkan kepala, merasa gadis ini memang tidak pernah berubah. “Udah, sana ganti baju. Jangan lama-lama ya,” ucapnya sambil berdiri, lalu berbalik masuk ke kamar untuk bersiap.

Chilla melompat kecil ke kamar mandi, menyiapkan pakaian yang cocok untuk pergi ke pantai. Dalam waktu singkat, ia sudah mengenakan kaus putih longgar yang dipadukan dengan celana pendek denim. Rambutnya diikat rapi menjadi ekor kuda.

Ketika ia keluar, Raja sudah siap dengan kaus hitam dan celana pendek sederhana, membuatnya terlihat santai tapi tetap memukau. Raja memandangi Chilla dari ujung kepala hingga ujung kaki, lalu tersenyum tipis. “Cantik,” pujinya tanpa basa-basi.

Chilla tersenyum lebar, meraih tangan Raja. “Ayo, sekarang kita ke pantai!”

Raja hanya mengangguk sambil menggenggam tangan Chilla erat. Mereka keluar dari kamar, berjalan bersama menuju mobil. Semangat Chilla benar-benar terasa, sementara Raja tetap terlihat tenang, namun diam-diam senyum kecil di wajahnya tidak bisa disembunyikan. Hari itu, keduanya memutuskan untuk menciptakan kenangan manis yang baru di pantai.

******

Sore itu, suara debur ombak yang tenang menyapa telinga mereka, sementara angin sepoi-sepoi menari di sepanjang pantai. Raja dan Chilla duduk di bibir pantai, di bawah langit bertabur bintang. Pasir lembut di bawah mereka seolah menjadi alas sempurna untuk momen yang damai ini. Raja duduk selonjoran, tubuhnya bersandar sedikit ke belakang dengan tangan yang menopang tubuhnya. Chilla duduk di depan Raja, memanfaatkan dadanya sebagai sandaran kepala. Ia menggenggam tangan Raja dan menariknya agar memeluknya erat dari belakang.

Raja menghela napas pelan, menikmati keheningan di antara mereka. Ia tahu Chilla sangat senang dengan momen-momen seperti ini. Tanpa kata-kata, ia membiarkan gadis itu bersandar dengan nyaman. Tangan Raja melingkar di pinggang Chilla, memberikan rasa aman yang tidak pernah ia akui sebelumnya.

"Makasih udah turutin permintaan aku," ujar Chilla dengan suara lembut. Ia menoleh sedikit ke arah Raja, matanya berbinar dengan kehangatan.

Raja hanya mengangguk, wajahnya tetap tenang meski bibirnya membentuk senyuman tipis. Ia tahu betapa pentingnya momen ini bagi Chilla. Akhir-akhir ini, ia memang mulai memahami Chilla lebih baik. Gadis yang dulu ia anggap menyebalkan dengan semua tingkah mesumnya, ternyata memiliki sisi manis yang perlahan meluluhkan hatinya.

Chilla menggenggam tangan Raja yang melingkar di pinggangnya, lalu mulai berbicara dengan nada serius. "Maaf kalo semua kelakuan aku bikin kamu risih. Aku cuma mau menarik perhatian kamu aja dengan tingkah aku yang kadang mesum sama kamu. Kadang aku sadar aku udah kayak cewek gila juga." Chilla tertawa kecil di akhir kalimatnya, meski tawa itu terdengar getir.

Raja menatap Chilla dengan alis sedikit terangkat. Ia tidak menyangka gadis itu akan membahas hal seperti ini di tengah suasana romantis mereka. Namun, ia tidak menyela. Ia membiarkan Chilla melanjutkan.

"Mungkin aku juga sering bikin kamu malu karena kelakuan aku. Maaf juga, mungkin kamu putus sama Sandra gara-gara aku," lanjut Chilla dengan nada yang lebih pelan. Ia menunduk, memainkan jari-jarinya di atas pasir. "Aku juga salah karena bikin kamu nikah sama aku. Tapi, aku bersumpah, Raja, kalo masalah pernikahan ini bukan aku yang rencanain. Aku nggak tahu apa-apa. Orang tua kita yang atur semua ini."

Raja terdiam. Kata-kata Chilla terasa seperti beban yang sudah lama dipendam dan baru malam ini ia berani mengungkapkannya. Ia merasakan rasa bersalah di balik nada suara Chilla, sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Raja menarik napas dalam, lalu menunduk sedikit agar bisa melihat wajah Chilla yang masih menunduk.

"Chilla," panggilnya pelan, tapi penuh ketegasan. Gadis itu menoleh, menatap Raja dengan mata yang sedikit berkaca-kaca. "Aku nggak pernah menyalahkan kamu atas apa yang terjadi. Tentang Sandra, tentang pernikahan kita, itu semua udah terjadi. Dan aku yakin, ini bukan salah kamu."

Chilla menggigit bibir bawahnya, menahan emosi yang mulai menyeruak. Ia tidak pernah menyangka Raja akan mengatakan hal seperti itu. Biasanya, Raja selalu keras dan to the point. Tapi malam ini, nada suaranya berbeda. Ada ketulusan yang membuat hati Chilla terasa hangat.

"Aku tahu kamu suka bertingkah aneh. Kadang mesum, kadang nyebelin. Tapi... aku juga sadar, itu cuma cara kamu buat deket sama aku." Raja tersenyum kecil, tangannya mengusap rambut Chilla dengan lembut. "Dan kalau aku kelihatan marah-marah dulu, itu bukan karena aku benci kamu. Aku cuma... nggak ngerti gimana harus ngadepin kamu."

Chilla tersenyum kecil, air mata yang tadi ia tahan akhirnya jatuh juga. Ia mengusap matanya cepat-cepat, tidak mau terlihat cengeng di depan Raja. "Jadi... kamu nggak benci aku?" tanyanya, suaranya terdengar sedikit serak.

Raja menggeleng pelan. "Aku nggak pernah benci kamu, Chilla. Mungkin dulu aku nggak suka sama cara kamu. Tapi sekarang... aku ngerti kalau kamu cuma jadi diri kamu sendiri. Dan aku mulai... belajar nerima itu."

Mendengar itu, Chilla tidak bisa menahan dirinya lagi. Ia memeluk Raja erat, membenamkan wajahnya di dada pria itu. "Makasih, Raja. Aku janji, aku bakal jadi istri yang lebih baik buat kamu," bisiknya pelan.

Raja hanya tersenyum, membiarkan Chilla menumpahkan emosinya. Ia memeluk gadis itu erat, menikmati momen di bawah langit malam yang tenang. Sesaat, ia merasa bahwa semua yang terjadi memang sudah seharusnya.

.Setelah pulang dari pantai, mereka membersihkan diri masing-masing. Chilla keluar dari kamar mandi dengan rambut basah yang terurai, mengenakan gaun tidur santai berwarna pastel. Sementara itu, Raja sudah lebih dulu mengganti bajunya menjadi piyama lengan pendek. Mereka berdua rebahan di atas ranjang apartemen yang nyaman, menikmati keheningan malam.

Chilla menatap langit-langit kamar dengan senyum kecil di bibirnya. Hari ini adalah salah satu hari terbaik baginya. Raja memenuhi permintaannya ke pantai, bersikap manis sepanjang hari, dan bahkan membiarkan dirinya bersandar tanpa protes seperti biasanya. Semakin hari, Chilla merasa hubungan mereka berubah ke arah yang lebih baik.

Raja, yang juga berbaring di sebelahnya, memiringkan tubuh hingga kini ia menghadap Chilla. “Kenapa senyum-senyum sendiri? Capek?” tanyanya sambil mengusap pipi Chilla dengan ujung jarinya.

“Enggak, aku cuma senang aja. Hari ini seru banget. Makasih, Raja.”

Raja mengangguk kecil, lalu mengusap rambut Chilla yang masih basah. “Kamu harus keringkan rambutmu dulu. Nanti masuk angin,” ucapnya, menunjukkan sisi perhatiannya yang membuat hati Chilla menghangat.

Chilla tertawa pelan, lalu memiringkan tubuhnya sehingga wajahnya kini berada di dekat Raja. Ia menatap pria itu dalam-dalam, seperti sedang berusaha membaca pikirannya.

“Kenapa?” tanya Raja lagi, merasa sedikit gugup dengan tatapan intens Chilla.

Chilla tidak menjawab. Sebaliknya, dia merapatkan tubuhnya ke Raja dan menyandarkan kepalanya di dada pria itu. Dia menarik tangan Raja dan melingkarkannya di tubuhnya, seperti sedang mencari kehangatan.

“Raja...” panggilnya pelan.

“Hm?” Raja menjawab sambil memeluk Chilla lebih erat.

“Kamu tahu, aku bahagia banget sekarang. Aku nggak tahu gimana cara ngungkapinnya. Kamu selalu bilang kita beda, kita nggak cocok. Tapi aku rasa, kamu adalah hal terbaik yang pernah terjadi dalam hidup aku.”

Raja terdiam sejenak. Kata-katA Chilla meresap ke dalam hatinya, membuat ia menyadari bahwa gadis itu benar-benar tulus. Dia menunduk sedikit, lalu mengecup puncak kepala Chilla.

“Aku juga, Chilla. Aku tahu hubungan kita dimulai dengan cara yang... nggak biasa. Tapi aku akan belajar menerima semuanya. Aku janji,” jawabnya dengan nada serius.

Chilla mengangkat kepalanya dari dada Raja, lalu menatap pria itu dengan senyum lebar. “Kamu janji nggak bakal nyakitin aku lagi?”

Raja mengangguk, lalu tanpa ragu, dia menundukkan wajahnya untuk mencium bibir Chilla. Ciumannya lembut, seperti ingin meyakinkan Chilla bahwa dia sungguh-sungguh dengan ucapannya. Chilla membalas ciuman itu, membiarkan rasa hangat dan nyaman menyelimuti dirinya.

Ketika Raja menghentikan ciumannya, ia menatap Chilla dengan mata yang penuh kelembutan. “Aku nggak akan nyakitin kamu lagi. Aku akan berusaha jadi suami yang lebih baik,” ucapnya pelan.

Chilla tidak bisa menahan senyum bahagianya. Dia mendekatkan wajahnya lagi dan mencium pipi Raja sebelum menyandarkan kepalanya di bahu pria itu.

“Aku percaya sama kamu, Raja,” gumamnya.

Raja tertawa kecil, lalu memindahkan tubuhnya sehingga ia bisa memeluk Chilla lebih erat. “Sekarang, kamu mau tidur atau masih mau ngobrol?” tanyanya sambil mengusap punggung Chilla dengan lembut.

Chilla menggeleng kecil. “Aku nggak mau tidur. Aku mau kita habiskan malam ini bareng.”

Raja mengangkat alis, sedikit terkejut dengan jawaban Chilla. “Malam ini? Kamu nggak capek?”

Chilla menggeleng lagi, lalu mengalungkan tangannya di leher Raja. “Aku pengen kita lebih dekat lagi, Raja. Aku pengen kamu.”

Raja terdiam sesaat. Chilla selalu berhasil membuatnya kehilangan kata-kata. Namun, ia juga tahu bahwa apa yang dikatakan Chilla bukan sekadar keinginan fisik. Gadis itu benar-benar ingin merasa dicintai, dan Raja tahu ia harus menunjukkan bahwa ia pun memiliki perasaan yang sama.

Raja menundukkan wajahnya lagi, mencium bibir Chilla dengan lebih dalam. Tangannya mengusap lembut pipi gadis itu, sementara Chilla membalas ciumannya dengan penuh kehangatan.

*******

Pagi itu, suasana di apartemen Raja dan Chilla cukup hangat, meski dihiasi sedikit kekesalan dari Chilla. Gadis itu duduk di tepi tempat tidur sambil memegangi lehernya, sesekali melirik ke cermin kecil yang ada di tangannya. Raja yang baru selesai mengenakan kausnya menatap Chilla dengan ekspresi santai, meskipun jelas terlihat bahwa ia berusaha menahan tawa.

"Ish, aku gak bisa jalan, Raja," keluh Chilla sambil mengerucutkan bibir. Ia memijat lehernya pelan, mencoba mengurangi rasa pegal yang masih tersisa.

Raja mendekat, tangannya terlipat di dada sambil memandangi istrinya yang masih terlihat menggemaskan meski sedang kesal. "Kamu sendiri yang godain aku terus semalam, jadi jangan salahin aku sekarang," balas Raja santai, duduk di sisi ranjang sambil tersenyum kecil.

Mendengar itu, Chilla langsung menoleh tajam ke arah Raja. "Tapi kamu yang keterlaluan, Raja. Lihat nih, banyak kiss mark kamu di leher aku!" ujarnya sambil menunjuk beberapa tanda kemerahan di lehernya. "Gimana aku bisa berangkat sekolah kayak gini?!"

Raja menahan tawa, meskipun sedikit rasa bersalah terlintas di wajahnya. Ia mendekat, mencoba melihat lebih jelas. "Ya udah, gak usah sekolah hari ini. Nanti pulang sekolah aku beliin salep buat ngilangin itu," ucapnya sambil mengusap rambut Chilla dengan lembut.

"Nggak mau!" seru Chilla dengan nada manja. "Aku udah siap-siap gini malah disuruh gak berangkat. Kamu pasti mau ketemu mantan kamu kan?!" tuduhnya tiba-tiba, membuat Raja menghela napas panjang.

Raja menatap Chilla dengan tatapan datar. "Ck! Kamu tuh ya, selalu aja nyangkut-pautin masalah ke mantan aku. Aku udah nurutin semua mau kamu, Chilla. Kamu bilang pengen hubungan kita baik-baik aja, ya udah aku turutin. Jangan bahas-bahas yang enggak-enggak lagi," ucapnya, suaranya terdengar sedikit tegas.

Chilla terdiam sejenak, lalu mengalihkan pandangannya ke cermin di depannya. Ia masih memegang lehernya, merasa sedikit malu tapi tetap bersikukuh pada pendapatnya. "Ya aku cuma tanya. Siapa tahu kamu ada rencana lain. Kan aku harus tahu," katanya dengan nada pelan, setengah menggerutu.

Raja mendekat lagi, kini berdiri tepat di depan Chilla. Ia jongkok, menatap wajah istrinya yang masih terlihat kesal. Tangannya menyentuh dagu Chilla, mengangkat wajah gadis itu agar menatapnya. "Denger ya, aku gak peduli sama siapa pun di masa lalu. Yang aku peduliin sekarang cuma kamu," ucapnya dengan nada serius.

Chilla menatap mata Raja dalam-dalam, mencari kejujuran dalam ucapannya. Perlahan, ia merasa amarahnya mencair, meski masih ada sedikit gengsi yang membuatnya tidak langsung menunjukkan senyuman.

"Tapi tetep aja kamu nyebelin," gumam Chilla akhirnya, mencoba mempertahankan kesan bahwa ia masih marah.

Raja tersenyum tipis, lalu berdiri dan berjalan menuju dapur. "Kamu lapar? Aku bikin sarapan, deh," tawarnya, berusaha mengalihkan suasana.

Chilla mengangguk pelan, meski masih duduk di tempat tidur. Ia memerhatikan Raja yang sibuk mengambil bahan-bahan di dapur. Perlahan, senyuman kecil muncul di wajahnya. "Raja..." panggilnya pelan.

Raja menoleh, mengangkat alis. "Kenapa lagi?" tanyanya.

Chilla menghela napas panjang sebelum akhirnya tersenyum lebar. "Makasih ya... udah sabar sama aku," ucapnya, nadanya tulus.

Raja terdiam sejenak, lalu balas tersenyum. "Sabar itu bagian dari paket menikah sama kamu, Chilla," godanya ringan.

Chilla mendengus pelan, tapi hatinya terasa lebih ringan. Meski sering bertengkar kecil, ia tahu Raja selalu ada untuknya, apa pun yang terjadi. Hari itu, meskipun tidak jadi berangkat sekolah, Chilla merasa bahwa waktu bersama Raja di apartemen cukup untuk membuat harinya tetap istimewa.

1
Kelinciiiii
bersyukur ja
Ciaa
ayo lanjut seru juga ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!