Kapan lagi baca novel bisa dapat hadiah?
Mampir yuk gaes, baca novelnya dan menangkan hadiah menarik dari Author 🥰
-------------------
"Aku akan mendapatkan peringkat satu pada ujian besok, Bu. Tapi syaratnya, Bu Anja harus berkencan denganku."
Anja adalah seorang guru SMA cantik yang masih jomblo meski usianya sudah hampir 30 tahun. Hidupnya yang biasa-biasa saja berubah saat ia bertemu kembali dengan Nathan, mantan muridnya dulu. Tak disangka, Nathan malah mengungkapkan cinta pada Anja!
Bagaimana kelanjutan kisah antara mantan murid dan guru itu? Akankah perbedaan usia di antara keduanya menghalangi cinta mereka? Ikuti kisah mereka di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Nathan Dikeluarkan
Bu Kepala Sekolah tertegun sejenak mendengar ucapan Nathan. Ia lalu menghela napas panjang sebelum berbicara.
"Baiklah kalau itu maumu. Kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk merahasiakan hal ini dari Bu Anja. Lalu, untuk masalah Pak Suryo.." Bu Kepala Sekolah mengalihkan pandangannya ke arah Pak Suryo. "Kami akan memutuskan setelah mendengar pendapat dari dewan pengawas serta pihak kepolisian."
Wajah Pak Suryo berubah tegang. Tapi ia tak berani berkata apa-apa. Ia hanya bisa menundukkan kepalanya lebih dalam, dan wajahnya semakin pucat.
Bu Kepala Sekolah menatap keduanya sesaat, lalu berdiri. "Pak Suryo, Anda boleh pergi sekarang. Saya akan mengatur pertemuan dengan dewan pengawas dan pihak berwenang. Semua konsekuensinya akan diputuskan sesegera mungkin."
Pak Suryo bangkit dengan langkah gontai, nyaris terseret-seret saat ia meninggalkan ruangan tanpa satu pun kata terucap. Ketika pintu tertutup, hanya tersisa Nathan dan Bu Kepala Sekolah di dalam ruangan.
"Nathan," Bu Kepala Sekolah menatap Nathan, kali ini suaranya lebih lembut. "Sekarang, Ibu minta kamu untuk menghubungi orang tuamu. Kita perlu mendiskusikan masalah ini dengan mereka."
"Tidak perlu Bu," geleng Nathan. "Lagipula orang tua saya sudah tidak ada. Saya sudah menerima keputusan ini, jadi tidak ada yang perlu didiskusikan lagi."
Bu Kepala Sekolah tampak terkejut mendengar ucapan Nathan. "Apa kamu tidak punya wali yang bisa mewakilkan orangtuamu?"
"Tidak ada Bu," Nathan lagi-lagi menggeleng. "Saya hanya tinggal bersama nenek saya yang sudah tua. Kalau kita membicarakan hal ini, takutnya Nenek malah kena serangan jantung."
Raut wajah Bu Kepala Sekolah tampak makin kebingungan. "Kalau begitu, kami akan mengeluarkan surat rekomendasi pindah sekolah untukmu. Surat itu bisa kamu pakai untuk mendaftar ke sekolah lain,"
Nathan mengangguk pelan. "Terima kasih, Bu."
Ketika Nathan hendak bangkit dari kursinya, Bu Kepala Sekolah menatapnya dengan penuh arti. "Saya mengerti kenapa kamu melakukan ini, Nathan. Kamu ingin melindungi Bu Anja. Tapi kekerasan, apapun alasannya, tidak bisa dibiarkan. Maafkan Ibu. Keputusan ini pun rasanya berat bagi kami."
Nathan menunduk,mengangguk singkat. "Saya paham, Bu. Tapi saya tidak menyesali ini. Pak Suryo memang harus dipukul supaya tidak melakukan kesalahan yang sama."
Ibu Kepala Sekolah hanya bisa terdiam mendengar ucapan Nathan. Lalu dengan langkah pelan, Nathan keluar dari ruang kepala sekolah. Di luar, Anja sudah menunggunya dengan wajah khawatir.
"Nathan, apa yang terjadi?" tanyanya cemas.
Nathan tersenyum tipis. "Semua sudah selesai, Bu. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
Anja memandangnya dengan tatapan penuh pertanyaan. "Kamu tidak dihukum, kan?"
Nathan menatap Anja sambil menghela napas panjang. "Sekolah memutuskan untuk mengeluarkan aku Bu,"
"Apa?!" Anja terbelalak. "Tunggu. Kenapa kamu dikeluarkan? Nathan, sebenarnya apa yang terjadi? Katakan pada Ibu. Biar Ibu yang menyampaikan ke Kepala sekolah. Kamu pasti punya alasan kenapa melakukan itu. Iya, kan?"
Nathan menggelengkan kepalanya perlahan. "Keputusan itu sudah final Bu. Dan aku pun menerima keputusan itu,"
Tubuh Anja seketika langsung terasa lemas.
"Maafkan aku Bu Anja. Padahal selama ini Bu Anja sudah susah payah mengupayakan supaya aku tidak dikeluarkan dari sekolah, tapi aku malah membuat masalah. Aku benar-benar berterimakasih, karena selama ini Bu Anja sudah memperhatikan aku," Nathan menganggukkan kepalanya singkat, lantas ia melangkah pergi.
Anja menatap punggung Nathan yang semakin menjauh. Anja ingin mengejar, ingin memaksa Nathan untuk menjelaskan semuanya, tapi kakinya terasa berat.
"Tidak, ini tidak benar," Anja merasa ada yang Nathan sembunyikan darinya. "Aku harus meminta penjelasan dari Kepala sekolah."
Anja berbalik badan, mempercepat langkahnya menuju ruang kepala sekolah. Sampai di sana, ia langsung membuka pintu tanpa repot-repot mengetuk.
"Bu, saya butuh penjelasan," todong Anja dengan napas terengah-engah. "Kenapa Nathan bisa dikeluarkan? Sebenarnya apa yang terjadi?"
Ibu Kepala Sekolah menghela napas panjang, lalu menyesap tehnya dengan tenang. Setelah itu, ia meletakkan kembali cangkir teh itu ke atas meja.
"Bu Anja kan juga sudah tau, Nathan sudah melakukan banyak pelanggaran. Kali ini, dia bahkan sudah berani memukul gurunya sendiri. Keputusan ini diambil sesuai dengan aturan sekolah,"
"Tapi, pasti ada alasannya kan Bu? Tidak mungkin Nathan tiba-tiba memukul Pak Suryo tanpa alasan. Kita harus mendengarkan alasannya dulu kan, Bu?"
"Nathan sudah memberitahukannya kepada saya,"
"Jadi, apa alasannya Bu? Kenapa Nathan sampai memukul Pak Suryo?"
Bu Kepala Sekolah menghela napas panjang. "Saya tidak bisa memberitahukan detailnya kepada Bu Anja. Ini adalah permintaan Nathan sendiri,"
Hati Anja mencelos mendengarnya. Ternyata benar ada yang disembunyikan Nathan darinya.
"Bu, saya perlu tau, karena saya adalah wali kelasnya," Anja berusaha membujuk.
Sayangnya, Ibu Kepala Sekolah tetap menggeleng. "Maaf, ini adalah janji yang sudah saya buat dengan Nathan. Saya tidak bisa mengingkarinya Bu Anja,"
Anja terdiam. Batinnya bergejolak.
Kenapa, Nathan? Kenapa kamu harus merahasiakannya? Bukankah selama ini kita sudah semakin dekat? Apa itu cuma perasaanku saja?
"Baik Bu," Dengan berat hati, Anja menundukkan kepala pada Ibu Kepala Sekolah. "Terima kasih atas waktunya. Maaf jika saya mengganggu,"
"Sama-sama Bu Anja," balas Ibu Kepala Sekolah.
Lalu dengan langkah gontai, Anja keluar dari ruangan itu. Ibu Kepala Sekolah hanya bisa menatap kepergiannya dengan penuh simpati.
Namun, Anja tidak mau menyerah begitu saja. Dia merasa perlu mendengar alasan Nathan langsung dari mulutnya. Sore harinya, Anja memutuskan untuk pergi ke rumah Nathan.
Sesampainya di sana, ia disambut oleh nenek. Tapi Nathan tidak ada di rumah, dan Anja tau ia tak mungkin membicarakan masalah ini dengan sang nenek—takut membuatnya khawatir. Setelah berpamitan, Anja melanjutkan pencariannya.
Dia mencoba mendatangi restoran tempat Nathan biasa bekerja paruh waktu. Tapi pelayan di sana mengatakan bahwa Nathan tidak masuk kerja hari ini. Tak ingin menyerah, Anja lalu menuju toko kelontong yang juga sering mempekerjakan Nathan. Lagi-lagi, hasilnya nihil.
Anja merasa frustrasi, tapi ia tak ingin cepat menyerah.
Jadi esok harinya sepulang sekolah, dia kembali ke rumah Nathan.
Sampai di sana, Anja merasa heran. Kenapa ada bendera kuning yang berkibar di depan rumah Nathan? Terlihat pula ada banyak warga berkumpul di sana.
Bendera kuning? Anja membatin. Siapa yang meninggal?
"Maaf Bu," Anja mendekati seorang ibu-ibu berjilbab lebar. "Siapa yang meninggal, ya?"
Ibu-ibu itu tampak menatap Anja sejenak dari ujung rambut hingga kaki. "Oh, mbak ini gurunya Nathan, ya?"
"Iya Bu," Anja menjawab dengan tidak sabar. "Siapa yang meninggal ya Bu?" tanyanya lagi.
"Oh, itu loh, neneknya Nathan. Tadi pagi dia meninggal. Kasihan sekali ya si Nathan. Sudah Ibunya meninggal, bapaknya minggat, kakeknya meninggal, sekarang neneknya juga ikut meninggal."
"Apa?" Anja berseru tertahan.
"Kasihan kan Bu? Makanya, saya tuh pengen rasanya bantuin dia, tapi—"
Anja tidak mendengarkan ocehan Ibu-ibu itu lagi, karena dia memilih untuk segera masuk ke dalam rumah. Di sana, terlihat Nathan duduk di atas lantai dengan tatapan kosong.
"Nathan..." bisik Anja lirih, tapi Nathan mendengarnya. Melihat kedatangan Anja, sontak air matanya mengalir deras.
kamu g tahu aj sebucin apa Nathan