Akay, pemuda yang kadang bermulut pedas, terjebak dalam pernikahan dengan Aylin, gadis badung yang keras kepala, setelah menabrak neneknya. Itu adalah permintaan terakhir sang nenek—dan mereka harus menandatangani perjanjian gila. Jika Akay menceraikan Aylin, ia harus membayar denda seratus miliar. Tapi jika Aylin yang meminta cerai, seluruh harta warisan neneknya akan jatuh ke tangan Akay!
Trauma dengan pengkhianatan ayahnya, Aylin menolak mengakui Akay sebagai suaminya. Setelah neneknya tiada, ia kabur. Tapi takdir mempertemukan mereka kembali di kota. Aylin menawarkan kesepakatan: hidup masing-masing meski tetap menikah.
Tapi apakah Akay akan setuju begitu saja? Atau justru ia punya cara lain untuk mengendalikan istri bandelnya yang suka tawuran dan balapan liar ini?
Apa yang akan terjadi saat perasaan yang dulu tak dianggap mulai tumbuh? Apakah pernikahan mereka hanya sekadar perjanjian, atau akan berubah menjadi sesuatu yang tak pernah mereka duga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15. Pagi yang Menyenangkan
Saat fajar menyingsing…
Langit perlahan berubah warna, abu-abu kebiruan yang lembut mulai menghiasi ufuk timur. Angin Muson timur berhembus perlahan, membawa udara dingin yang menusuk kulit.
Dalam tidurnya, Aylin menggigil, mencari kehangatan. Tubuhnya bergerak mendekat, naluri bawah sadarnya menuntunnya ke sumber kehangatan terdekat. Saat kulitnya bersentuhan dengan sesuatu yang hangat dan kokoh, rasa nyaman segera menyelimuti dirinya.
Namun, kehangatan itu terasa berbeda…
Dalam keadaan setengah sadar, Aylin mendengar suara detak jantung yang stabil, keras, dan dekat. Aroma yang tercium juga agak tak asing, maskulin, kuat, dan agak familiar.
Tubuhnya menegang.
Otaknya yang masih buram mulai bekerja, perlahan menyusun kepingan-kepingan kesadaran. Dan ketika akhirnya semuanya klik dalam pikirannya…
Aylin membelalakkan matanya!
Di hadapannya, dalam jarak yang begitu dekat, terlihat wajah seorang pria—Akay!
Jantungnya nyaris berhenti. Gelombang panik menyerang.
Dengan sekuat tenaga, Aylin mendorong tubuh Akay.
"AAAAA!!!"
Suara teriakannya menggema, membelah keheningan pagi yang masih hening.
Akay, yang tertidur pulas, langsung tersentak! Tanpa peringatan, tubuhnya terdorong keras ke tepi ranjang.
“SIAL! APA-APAAN, SIH?!” Akay mengumpat, matanya masih setengah tertutup, napasnya memburu akibat kaget dan hampir jatuh dari ranjang.
Aylin, yang kini duduk di ujung ranjang dengan napas tersengal, menatapnya dengan mata melebar dan wajah memerah, campuran antara marah, malu, dan panik.
"CABAI SETAN! KENAPA KAMU ADA DI SINI?!" bentaknya dengan suara bergetar.
Akay, yang baru saja terbangun, mengerjap beberapa kali sebelum menatap Aylin dengan tatapan bingung. Baru beberapa detik kemudian kesadarannya benar-benar kembali.
Dan ketika ia menyadari apa yang baru saja terjadi…
Alih-alih ikut panik, bibirnya justru melengkung dalam seringai jail.
“Harusnya aku yang tanya, Ayang.” suaranya rendah dan dalam. “KAMU yang tiba-tiba masuk ke kamarku, naik ke ranjangku, dan memelukku semalaman.”
Aylin terdiam. Matanya berkedip beberapa kali.
“H-hah?”
Pikirannya langsung kacau. "APA?! Aku—AKU TIDAK MUNGKIN MELAKUKAN ITU!"
Akay hanya mengangkat bahu dengan santai, tapi kilatan godaan di matanya semakin jelas.
"Kalau tidak percaya, coba tanyakan pada dirimu sendiri. Siapa yang tadi tidur di lenganku?"
Aylin makin merah padam. “KAU PEMBOHONG!”
Akay tertawa kecil. Pagi ini baru saja dimulai, tapi dia sudah mendapatkan hiburan terbaik.
Aylin masih terengah-engah, wajahnya merah padam, dan kepalanya penuh dengan ledakan pikiran kacau. Bagaimana mungkin dia bisa tidur di ranjang yang sama dengan pria ini?! Apa dia kesambet? Kesurupan?!
Sementara itu, Akay justru menikmati momen ini. Matanya penuh dengan godaan, bibirnya menyunggingkan senyum jail.
"Kamu yakin nggak ingat apa pun, Ayang?" tanyanya dengan suara santai, tapi jelas penuh jebakan.
Aylin yang masih panik langsung menjawab, "TENTU SAJA TIDAK!"
Akay berpura-pura menepuk dadanya dengan ekspresi terluka. "Wah, jadi aku cuma sekadar pelampiasan buat kamu, ya? Setelah semalaman kita tidur seranjang, kamu pura-pura lupa?"
Aylin langsung melemparkan bantal ke wajah Akay! "DIAM, CABAI SETAN!"
Tapi bukannya marah, Akay malah tertawa keras. Dia menangkap bantal itu dengan mudah, lalu menepuk-nepukkannya di paha. "Tapi serius deh, kamu sendiri yang masuk ke sini. Kenapa? Kangen aku?"
Aylin makin panas! "Mungkin aku ngelindur! Aku 'kan nggak mungkin sengaja masuk ke kamar LELAKI SEPERTIMU!"
Akay mengangkat alis. "Lelaki sepertiku? Maksudmu lelaki tampan, keren, dan suami sah kamu?"
Aylin buru-buru bangkit dari ranjang, wajahnya sudah mendidih seperti kepiting direbus.
"Aku nggak mau dengar omong kosongmu lagi!" katanya ketus. Dia berusaha kabur dari kamar, tapi baru beberapa langkah, kakinya malah tersandung ujung karpet.
Dan...
BRUK!
Aylin jatuh menabrak Akay yang masih duduk di tepi ranjang. Karena tak siap, Akay kehilangan keseimbangan dan jatuh telentang, dengan Aylin yang kini menindihnya di atas.
Suasana langsung membeku.
Aylin dan Akay saling menatap.
Jarak mereka… terlalu dekat.
Mata Aylin melebar, jantungnya berdebar tak karuan. Napas Akay yang hangat menyentuh wajahnya, dan tatapan pria itu… astaga, kenapa tatapannya jadi begini?!
Akay, di sisi lain, terdiam sejenak sebelum senyum jailnya muncul lagi.
"Wah… kalau mau tidur seranjang lagi, tinggal bilang, Ayang."
Aylin langsung melompat mundur! "KAU MENYEBALKAN, AKAY!"
Akay tergelak. "Dan kamu manis banget kalau lagi marah-marah begini."
Aylin buru-buru keluar dari kamar, meninggalkan Akay yang masih tertawa puas.
"Hari yang indah," gumam Akay dengan senyum tipis. Ia benar-benar menikmati kelakuan Aylin yang selalu saja loading. Gadis itu terlalu mudah percaya pada kata-katanya, sering kali refleks mengikuti apa yang ia ucapkan, lalu baru sadar belakangan dan langsung menggerutu atau marah-marah padanya.
Akay tertawa kecil, membayangkan kelakuan istrinya itu. "Sebentar lagi dia pasti masuk setelah sadar ini memang kamarnya," ujarnya dalam hati, menanti momen yang sudah bisa ia tebak.
Sementara itu, Aylin baru saja menghentikan langkahnya tepat di depan pintu. Matanya membelalak, berkedip beberapa kali, seolah memastikan dirinya tidak sedang berhalusinasi.
Tunggu dulu...
Ini 'kan kamarnya?!
Kenapa pria menyebalkan itu malah tidur dengan nyaman di sini, seolah ini benar-benar miliknya?! Dan lebih parahnya lagi, kenapa tadi ia begitu saja mempercayai ucapannya?!
Sesuai prediksi Akay, tak butuh waktu lama sebelum Aylin membuka pintu dengan gerakan cepat. Berdiri di ambang pintu dengan tangan bertolak pinggang, ekspresinya sudah jelas—badai kemarahan akan segera datang.
"AKAY! Keluar dari kamarku sekarang juga!" teriaknya dengan suara penuh kemarahan.
Akay, yang masih duduk santai di ranjang dan sudah menduga hal ini akan terjadi, hanya meliriknya dengan ekspresi malas. Bibirnya melengkung tipis, jelas menikmati situasi ini.
"Hmm? Kamarmu?" tanyanya dengan nada menggoda. "Kamu yakin?"
Aylin menunjuk ke segala penjuru kamar. "Jelas! Ini kamarku! Itu lemari bajuku, itu meja belajarku, dan itu…" Aylin menunjuk sesuatu di meja. "Itu boneka kesayanganku!"
Akay mengikuti arah jarinya dan melihat boneka beruang kecil berwarna cokelat dengan pita merah di lehernya. Alih-alih merasa bersalah, dia malah mengambil boneka itu dan mengangkatnya tinggi-tinggi.
"Oh, jadi kamu masih tidur dengan boneka?" godanya dengan tawa jail. "Lucu juga. Nggak nyangka si istri kecilku masih kekanakan begini."
"Jangan sentuh bonekaku!" Aylin melompat ke arahnya, berusaha merebut bonekanya. Tapi Akay dengan gesit menghindar, mengangkat boneka itu lebih tinggi.
"Ambil kalau bisa."
"Akay, aku serius! Jangan main-main!" Aylin menggeram, melompat lagi, tapi Akay dengan mudah menghindar.
Akay malah tertawa senang. "Kenapa? Boneka ini lebih penting dari suamimu sendiri?"
Aylin menggeretakkan giginya. "JANGAN PAKAI LOGIKA NGACO SEPERTI ITU! Boneka itu sudah menemaniku sejak kecil!"
Tapi Akay malah tertawa semakin keras. "Wah, berarti aku harus cemburu sama boneka ini?"
"AKAY!"
Akhirnya, dengan gerakan nekat, Aylin melompat ke atas ranjang, menarik kerah kaus Akay dan…
BRUK!
Mereka jatuh bersamaan di atas kasur!
Suasana langsung membeku.
Aylin tersadar posisinya sekarang berada di atas Akay, wajah mereka hanya berjarak beberapa sentimeter. Detak jantungnya menggila, dan dia bisa merasakan napas hangat pria itu menyentuh wajahnya.
Akay menatapnya lama, sudut bibirnya tertarik membentuk senyum setengah menggoda. "Wow, kalau kamu mau begini terus, kita bisa tidur seranjang lagi, Ayang."
Wajah Aylin langsung merah padam. Dengan panik, dia meraih bonekanya dan melompat turun dari ranjang.
"KELUAR DARI KAMARKU, DASAR PRIA TAK TAHU MALU!"
Akay malah tersenyum lebar, menyender santai di kepala ranjang. "Kenapa harus keluar? Istri dan suami 'kan seharusnya tinggal bersama."
Aylin benar-benar ingin melempar sesuatu ke arahnya. "KAU MENYEBALKAN!"
Aylin menggeram, lalu keluar dari kamar sambil membanting pintu, meninggalkan Akay yang kembali tertawa puas.
"Ah, pagi yang menyenangkan. Bersama Aylin itu benar-benar seru," gumamnya sambil tersenyum.
Tanpa sadar, Akay merasakan keseruan dan kebahagiaan setiap kali bersama Aylin. Gadis itu memang sering menyebalkan, tapi justru itulah yang membuatnya menarik. Kehadirannya mengusik ketenangan, mengubah hidup Akay yang monoton menjadi lebih berwarna dan penuh kejutan.
...🌟...
..."Dia adalah melodi lembut penuh irama, hadir perlahan di hidupku mengubah segalanya, menjadi simfoni yang indah penuh warna."...
..."Dia datang tanpa janji mengubah segalanya, namun perlahan menjadi alasan aku bahagia."...
..."Nana 17 Oktober"...
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍