Varsha memiliki arti hujan menghiasi hidup seseorang dengan derai air mata.
Seorang wanita muslimah berdarah Indonesia harus dijodohkan dengan pria asing tidak dikenalnya. Pria kejam memakai kursi roda meluluh lantahkah perasaan seorang Varsha, seolah ia barang yang bisa dipermainkan seenaknya.
Rania Varsha Hafizha, harus hidup dengan Tuan Muda kejam bernama Park Jim-in, asal Negara Ginseng.
Kesabaran yang dimilikinya mengharuskan ia berurusan dengan pria dingin seperti Jim-in. Balas budi yang harus dilakukan untuk keluarga Park tersebut membuat Rania terkurung dalam sangkar emas bernama kemewahan. Ditambah dengan kehadiran orang ketiga membuat rumah tangga mereka semakin berantakan.
“Aku tidak mencintaimu, hanya Yuuna... wanita yang kucintai.”
“Aku tidak bisa mengubah mu menjadi baik, tetapi, aku akan ada di sampingmu sampai Tuan jatuh cinta padaku. Aku siap terluka jika untuk membuatmu berubah lebih baik.”
Bisakah Rania keluar dari masalah pelik tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agustine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 34
...🌦️...
...🌦️...
...🌦️...
Setelah mendapatkan keberadaan mereka, Nyonya Besar itu segera menyusun rencana untuk kembali membawa sang anak. Sudah hampir satu bulan lamanya Park Jim-in meninggalkan mansion dan juga melepaskan tanggungjawab sebagai wakil presdir di perusahaan. Gyeong semakin murka tat kala tahu jika sekarang kehidupan anaknya begitu sederhana.
Jim-in membantu Rania berjualan kue untuk keberlangsungan hidup mereka. Namun, bukan berjualan keliling seperti yang dipikirkan Gyeong, pria itu punya seribu macam cara untuk melariskan dagangannya.
Begitulah pemikiran yang mengendap wanita paruh baya tersebut. Gyeong tidak bisa membiarkan anak semata wayangnya kesusahan.
"Awas saja. Wanita itu bisa-bisanya membiarkan anakku kesusahan!!" kilatan kemarahan mencuat dalam sorot matanya.
Tidak lama berselang Gyeong pun meninggalkan ruangan kebesarannya.
Jam menunjukan pukul 10 pagi. Cakrawala membentang indah dengan berhias awan putih di atas sana. Sesekali Rania tersenyum hangat melihat kreasinya yang semakin beragam. Hari ini ia tengah sendirian di rumah. Beberapa saat lalu sang suami pergi bermaksud untuk mencari perlombaan memanah. Lumayan, jika hadiah lomba tersebut bisa ia manfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari. Itulah yang dipikirkan pria itu.
Rania bersyukur Jim-in kembali bersemangat dalam melakoni hobinya yang sudah lama terkubur.
"Ya Allah, semoga ini menjadi awal yang baik bagi keluarga kecil kami... aamiin." Bisiknya dalam kesendirian.
Ia pun kembali melanjutkan pekerjaannya. Adonan kue bolu yang tengah diaduknya bercampur rata lalu dituangkan ke dalam loyang dan kemudian dipanggang dalam suhu tertentu. Rania senang usaha kue rumahannya berjalan lancar. Bahkan kini sudah mempunyai nama, 'kue bolu Harsha.' Tentu, sang suami yang memberikan nama tersebut.
Namun, keheningan dalam kedamaiannya pun harus kandas saat 10 menit berlalu.
Brakkk!!
Pintu depannya dibuka paksa membuat Rania tersentak kaget hingga menjatuhkan loyang kosong dan menimbulkan suara nyaring. Tidak berselang lama senyum penuh keangkuhan dari Nyonya Besar itu terlihat. Netra bulannya melebar dengan mulut menganga sempurna.
Degup jantung bertalu kencang saat sorot kebencian itu menatapnya. Rania tidak tahu kenapa mertuanya memberikan tatapan nyalang. Sejak kedatangannya ke rumah tersebut sang suami tidak pernah menjelaskan bagaimana keadaan ibunya. Dan sekarang tiba-tiba saja mertuanya mendatanginya begitu saja.
"Eo...eommanim."
"Eommanim? Hei, kamu sudah lupa yah? Saya ini Nyonya Besar. Panggil saya Nyonya." Ucapnya lalu berjalan cepat ke arah Rania.
Tanpa diduga, tanpa disangka wanita berusia 50 tahunan itu menjambak hijab belakang sang menantu sampai kain tersebut tertarik. Rania dipaksa mendongak ke atas dan bertatapan langsung dengan netra yang tengah menyulutkan api kemarahan.
"Gara-gara kamu anak saya pergi dan meninggalkan tanggungjawab. Jim-in lebih memilihmu daripada ibunya sendiri. Apa yang sudah kamu lakukan padanya sampai dia begitu tertarik padamu, HAH? Saya menyesal sudah menyetujui keinginan konyolnya waktu itu. Kau tahu dia itu pewaris tunggal kekayaan keluarga Park. Bagaimana bisa wanita miskin sepertimu bersanding dengannya? Menyerahlah dan enyah dari kehidupan anak saya." Kata-kata yang keluar dari mulut merahnya penuh penekanan.
Rania tidak kuasa membendung air matanya. Cairan itu tumpah tanpa isakan. "Sa....saya minta maaf nyonya. Sa....saya tidak bermaksud membuat Tuan Muda kesulitan."
"Omong kosong. Pasti kamu sengaja menghasutnya untuk kau manfaatkan. Kau menginginkan hartanya, kan? Berapa yang kau inginkan HAH? Akan saya beri sekarang juga asal kau MENINGGALKANNYA. Jim-in tidak terbisa hidup ditempat rendah seperti ini." Lagi-lagi perkataan yang meluncur dari wanita disebut mertuanya ini membuat hatinya benar-benar terluka.
"Sa....saya tidak menginginkan harta. Sa...saya benar-benar mencintai Tuan Muda tanpa pamrih. Sa..saya mohon jangan pisahkan kami." Ucapnya dengan nada memohon.
"Cih, dasar tidak tahu malu. Apa kamu tuli, tidak mendengar apa yang baru saja tadi saya katakan? Dengarkan baik-baik, tinggalkan anak saya atau kau akan menyesal?! Jangan salahkan saya jika melakukan hal buruk!!" ancaman itu terdengar tidak main-main. Rania menegang ditempat saat kata-kata terakhir itu Gyeong ucapkan tepat di samping telinga kanannya.
Beberapa saat kemudian Gyeong pun melepaskan jambakannya lalu memberikan senyum mengejek. "Kau melakukan usaha kue?" tanyanya. Belum sempat Rania menjawab perkataannya kembali membuat bola mata itu melebar sempurna. "Hancurkan apapun yang ada di ruangan ini. Termasuk kue-kue itu." Tunjuk Gyeong pada beberapa loyang yang tersusun rapih dimeja makan.
Dua orang pria berbaju serba hitam yang ikut bersamanya masuk ke dalam pun mengangguk. Setelah mendengar perintah itu mereka langsung melakukannya tanpa ampun. Rania kelabakan, memohon, meminta agar tempat dan kuenya tidak dirusak.
"Saya mohon jangan lakukan ini. Nyonya saya mohon... tu...tuan-tuan saya mohon jangan lakukan itu" Rania memohon dengan sangat pada wanita arogan tersebut lalu menghampiri dua pria itu berharap ucapannya bisa didengar.
Namun, mau memohon sampai bagaimana pun tetap saja tidak diindahkan oleh mereka. Gyeong melihat tubuh mungil tersebut bergetar nampak putus asa. Nyonya Besar itu menampilkan seringaiannya lalu melenggang pergi dari sana.
Tidak membutuhkan waktu lama bagi mereka untuk melakukan aksinya. Kini ruangan itu benar-benar berantakan, hancur seperti habis terkena badai. Selesai melakukan tugasnya kedua pria tadi pergi menyusul sang tuan.
Rania sudah tidak bisa menahan berat badannya sendiri. Tubuhnya ambruk di antara ceceran bahan-bahan kue. Derai air mata menganak bagaikan sungai. Tetes demi tetes membasahi lantai dapur yang diingin. Sakit rasanya mendapatkan kejadian yang baru saja menimpa.
"Ya Allah sampai kapan mertua hamba seperti ini? Kenapa beliau sangat membenci hamba? Ya Allah berikanlah hidayah pada ibu Gyeong." Lirihnya seraya menahan kepedihan.
Begitulah Rania. Di saat dirinya dizalimi ia masih memberikan do'a-do'a yang terbaik untuk si pelaku. Ia tidak mau mempunyai dendam apapun. Meskipun sakit yang dirasakannya sangatlah besar.
'Ya Allah sabarkanlah hati hamba untuk tidak mendo'akan yang buruk terhadap orang yang zalim. Hamba yakin dibalik kesabaran itu Engkau tengah menyiapkan sesuatu yang terbaik. Hamba hanya bertawakal kepada-Mu ya Rabb. Hamba sadar masih banyak kekurangan hingga mengalami kejadian seperti ini. Ya Rabb bantulah hamba untuk mengatasi permasalahan yang selalu menimpa....' Bisik hati terdalam seorang Rania.
...🌦️🌦️🌦️...
Tepat pukul 7 malam pintu depan terbuka menampilkan raut lelah sang suami. Bertepatan dengan itu pula kekacauan yang terjadi siang tadi sudah selesai Rania bersihkan. Senyum paksa pun mengembang diwajah ayunya. Jim-in yang baru masuk pun mengerutkan dahi heran saat netranya menangkap bola mata sang istri memerah.
Binar yang selalu menghiasi kecantikannya seakan redup seiring menghilangnya lengkungan bulan sabit itu. Perlahan Jim-in pun mendekati Rania lalu kedua tangannya mendarat halus di sisi kanan kiri lengan wanitannya.
"Apa yang terjadi?" pertanyaan yang ingin dihindari Rania terucap jelas dari suaminya.
Gelengan pelan pun diberikan. Mana mungkin ia bisa berkata jujur mengenai kejadian tadi. Bisa-bisa hubungan anak dan ibu itu berujung perpecahan. Rania tidak mau sampai itu terjadi.
"Tidak ada. Apa yang oppa katakan?" tanyanya balik tanpa sedikit pun menatap iris kecoklatan milik pria itu.
"Tatap mataku Rania. Hei, yeobo." Jim-in sedikit mengguncang bahunya pelan. "Katakan sekali lagi kalau tidak ada yang terjadi dan tatap mataku." Pintanya sekali lagi.
Dengan enggan Rania pun mencoba mendongak menatap ke arah matanya. "Tidak ada yang terjadi oppa. Aku..... baik-baik saja." Balasnya dengan suara yang semakin kecil.
Brukhh!!
Bukan jawaban yang diterimanya, melainkan dekapan hangat yang diberikan sang suami. Tangan kekarnya mengusap sayang kepala berhijab itu.
"Sudah ku katakan jangan berbohong padaku. Aku tahu semua yang terjadi siang tadi. Mianhae, lagi-lagi aku tidak ada bersamamu saat eomma menyakitimu."
Degg!! Kini giliran jantungnya berdegup kencang.
"Ba...bagaimana op_" ucapannya terhenti saat sadar jika mungkin suaminya ini memerintahkan seseorang untuk mengawasinya.
"Yah seperti yang kamu pikirkan, aku menyuruh Nam Joon hyung untuk mengawasimu. Mianhae, jeongmal mianhaeo." Sesalnya sekali lagi.
"Tidak apa. Oppa jangan merasa bersalah. Aku baik-baik saja." Bisiknya mencoba meyakinkan.
Jim-in pun semakin mengeratkan pelukannya. 'Eomma.....' benaknya.
...🌦️KEDATANGAN🌦️...
GAK ETIS LANJUTIN NOVEL YANG SEHARUSNYA UDAH TAMAT, TAMAT YAH TAMAT JANGAN DI LANJUTIN. JADI KELUAR DARI ALUR.
makasih buat karyanya thor ,bunga sekebon buat thor 💜😍
rania itu jgn2 thor ya ,gpp thor semangat 😘