Keluarga Wezumo adalah salah satu keluarga paling berkuasa di Asia. Mereka menguasai pasar bisnis dan memiliki perusahaan raksasa yang bergerak di bidang otomotif, Fashion dan properti.
Darrel, putra sulung keluarga Wezumo terpaksa menikahi Hope Emilia, putri seorang sopir keluarganya. Dua tahun menikah, Darrel tidak pernah menyentuh Hope, hingga Darrel tidak sengaja meminum obat perangsang malam itu.
Hubungan keduanya makin dekat saat Darrel mengangkat Hope menjadi asisten dikantornya. Namun kemunculan seorang pria tampan yang amat berbahaya di dekat Hope memicu kesalahpahaman di antara keduanya.
Belum lagi Hope tidak sengaja mendengar fakta sebenarnya dibalik pernikahan mereka. Membuatnya berada dalam pilihan yang sulit. Meninggalkan Darrel, atau mempertahankan pria itu bersama anak Darrel yang ada dalam kandungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 26
Hari jumat, Hope tidak ikut Darrel ke kantor. Jadwalnya bekerja hanya sampai hari rabu seperti yang diatur oleh suaminya. Hari kamis-jumat, dia ada jadwal belajar. Mulai dari jam satu siang sampai jam lima sore. Sabtu minggu Hope bebas melakukan apa saja. Mas Darrel juga jarang masuk kerja dua hari itu. Kecuali ada pekerjaan penting sekali.
Hope ingat sabtu besok mereka akan pergi liburan. Ia makin tidak sabar. Bahkan ingatan Hope hanya terfokus di liburan besok, bukan pada wanita yang tadi menjelaskan materi pelajaran padanya.
"Hufft ..."
Hope bernapas lega. Akhirnya selesai juga pelajaran hari ini. Dua perempuan yang mengajarinya tadi sudah pulang. Hope sempat menawari mereka minum tapi langsung ditolak. Sepertinya mereka tidak enak merepotkan Hope. Apalagi mereka bilang sendiri kalau suaminya memberi bayaran yang sangat mahal ke mereka dengan catatan jangan sampai membuat repot istrinya.
Hope heran. Suaminya bersikap sangat dingin lebih dari dua tahun berjalan ini, pulang jam 9 atau jam 10 malam saja itu sudah terbilang sangat cepat. Dan mereka sangat jarang berkomunikasi.
Tapi akhir-akhir ini Hope merasakan perubahan yang cukup drastis. Sikap mas Darrel jauh berbeda dari sebelum-sebelumnya. Walau terkadang masih dingin, tapi sisi lembut suaminya bisa dia rasakan. Selama hampir dua minggu ini berada di Surabaya, lelaki itu hampir tidak pernah pulang kemalaman.
Kalau pun telat, pasti paling lambatnya jam sepuluh malam. Itu pun mas Darrel akan memberitahunya. Hope membuka galeri hapenya dan melihat gambar suaminya yang dia foto diam-diam saat lelaki itu tidur. Wanita itu senyum-senyum sendiri sembari mengusap-usap gambar suaminya di layar.
"Apa mas Darrel udah mulai buka hati buat aku?" katanya tak melepaskan pandangannya sedetikpun dari gambar tersebut. Ia berharap perkataannya benar. Ia berharap suaminya akan membuka hatinya dan menerimanya, mencintainya, dan mereka menjalani hidup selayaknya suami istri yang saling mencintai. Sampai melahirkan anak.
Memikirkan jika suatu hari nanti dia hamil anak dari suaminya, Hope tersipu. Bukan tidak mungkin bukan? Mereka sudah dua kali melakukan hubungan badan. Tanpa pelindung juga, suaminya pun membuang semuanya di dalam. Jadi, kalau dia sampai hamil itu adalah hal yang sangat wajar.
Masalahnya adalah Hope tidak tahu respon mas Darrel bagaimana. Lelaki itu mau dia melahirkan anaknya atau tidak, apalagi Hope sangat ingat kata-kata ibu mertuanya waktu itu. Sang mertua mengatakan dengan jelas tidak ingin Hope sampai hamil anak putranya. Hope mendesah panjang.
Karena terlalu senang dengan perubahan suaminya, ia jadi lupa kalau dirinya masih harus menghadapi keluarga dari pria itu.
Klek.
Terdengar pintu depan dibuka. Suaminya sudah pulang. Karena bibi yang biasa bersih-bersih dan masakin makan malam mereka sudah pulang barengan jam pulangnya dua guru perempuan yang mengajarnya tadi.
Hope cepat-cepat berdiri, berjalan ke arah pintu. Ingin menyambut suaminya.
"Mas, udah pulang?" ia heran suaminya pulang secepat ini. Padahal baru mau jam enam sore.
"Mm." lelaki itu menjawab. Wajahnya terlihat merah dan ...
Hope mengamati suaminya. Ada yang berbeda dari pria itu. Hope maju selangkah lebih dekat. Benar, ada yang tidak beres. Mas Darrel terlihat lemah, tidak seperti biasanya yang selalu bugar.
"Mas, mas kenapa?" telapak tangan Hope ia tempelkan di dahi Darrel untuk mengecek suhu tubuhnya. Cukup panas. Tapi kalau demam, kenapa wajah mas Darrel dan kulit tangannya merah semua?
"Mas, ini kenapa?" tangan Hope menyentuh pipi Darrel yang sangat merah dan mulai tumbuh bintik-bintik kecil.
"Mas!"
Hope panik. Jelaslah panik. Apalagi saat Darrel jatuh menyambar badannya. Tubuh Hope yang jauh lebih kecil tidak mampu menahan berat badan suaminya. Untung ada bangku di dekat situ hingga badan Hope terduduk di bangku itu.
Kepala Darrel sudah terbenam di dadanya, nyaris tidak sadarkan diri. Kondisinya sangat lemah.
"Mas Darrel," lirih Hope, sebelah tangannya menyentuh kepala suaminya dan sebelahnya lagi mengusap-usap punggung pria itu. Dia tidak tahu itu berguna atau tidak, tapi ia tetap melakukannya.
"Mas, tolong jangan nakutin aku ... Bangun mas ..." gumam Hope lagi. Matanya berkaca-kaca dan suaranya bergetar. Sebenarnya suaminya kenapa sih?
Dengan sekuat tenaga Hope berusaha berdiri, tapi tubuh suaminya yang sedang menindihnya sangat berat. Kalau dia mau memapah, setidaknya mas Darrel harus bangun dulu. Hope merasa sangat kesulitan. Tidak dapat melakukan apapun dengan posisi begitu.
Hampir sepuluh menit posisi mereka seperti itu. Mana hape Hope ada di ruang tamu lagi, dia tidak bisa memanggil siapapun. Ah! Hape mas Darrel. Kenapa dia lupa sih.
Tangan Hope pun meluncur masuk ke saku celana suaminya, mencari kalau ponsel pria itu ada di sana atau tidak.
Ada
Hope mengeluarkan benda pipih tersebut dari saku celana suaminya.
Apa password-nya ya?
Wanita itu berpikir keras. Sesaat kemudian ia mencoba menulis password yang sama dengan password apartemen.
Terbuka.
Hope tersenyum. Namun sebelum ia berhasil mencari nomor Keno yang ingin dia telpon, ia merasakan pergerakan mas Darrel. Pria itu membuka mata.
"Mau telpon siapa?" lelaki itu mendongak ke Hope dan bertanya dengan suara lemah.
"K ... Kak Keno."
"Tidak usah, jangan merepotkan orang lain." mata Darrel setengah tertutup, menahan rasa sakit. Napasnya terengah-engah.
"Papah aku." gumam Darrel lagi. Ia berusaha berdiri dengan sisa-sisa kekuatannya. Hope pun cepat-cepat memapah sang suami, masuk ke dalam kamar. Kekuatan Darrel benar-benar hilang. Ia langsung jatuh terbaring ke atas tempat tidur. Namun lelaki itu tetap berusaha terjaga, dia tidak mau Hope cemas berlebihan.
"Buka kemejaku." ucapnya. Hope mengangguk. Matanya melebar melihat ada banyak bintik-bintik merah di sana.
"I ... Ini kenapa sebenarnya mas?" tanyanya cemas.
"Alergi, aku tidak sengaja makan makanan yang ada kacangnya." sahut Darrel.
Hope baru mengerti. Ia tahu suaminya alergi kacang. Pantas timbul merah-merah begini.
"Aku harus menelpon ambulance. Aku takut alergi mas makin parah, aku takut ..."
"Hei, hei ..." tangan Darrel menyentuh pipi Hope. Tenaganya sudah tidak selemah tadi. Mungkin obat yang dia minum sebelum pulang mulai bereaksi.
"Jangan cemas, aku sudah minum obat. Satu atau dua jam lagi pasti hilang." gumamnya. Sudah beberapa kali Darrel mengalami reaksi alergi seperti ini. Dan memang biasanya alerginya akan hilang dalam satu sampai dua jam setelah dirinya minum obat.
"Tapi ..."
"Berbaringlah di sampingku." tangannya menggapai pergelangan tangan Hope. Mau tak mau Hope menurut. Ia berbaring berhadapan dengan sang suami. Tanpa ragu tangannya terangkat mengusap-usap lembut pipi lelaki itu.
Merah-merah di pipi Darrel mulai menurun. Tidak semerah tadi. Bintik-bintiknya pun perlahan menghilang. Meski begitu Hope masih cemas, karena alergi suaminya belum sembuh seratus persen.
"Mas merasa pusing? Kepala mas sakit?" ia bertanya. Darrel menggeleng.
"Bagaimana pelajaranmu hari ini, ada kesulitan?" lelaki itu balas bertanya.
Hope menggeleng.
"Sejauh ini aku masih bisa mengerti." sahut Hope.
"Kalau ada yang tidak mengerti, tanyakan saja padaku."
"Mm."
"Nyanyikanlah sebuah lagu untukku." ucap Darrel lagi sontak membuat mata Hope membulat lebar.