Terpaksa menikah karena persoalan resleting yang tersangkut pada rambut seorang gadis bernama Laras ketika Polisi Intel itu sedang melaksanakan tugas mengejar pengedar narkoba. Polisi Intel itu menyembunyikan identitasnya dari sang Istri, ia mengaku sebagai seorang Ojol. Karena gagal menyelesaikan tugasnya. Aliando Putra Perdana hendak dipindah tugaskan ke Papua.
Tanpa Ali sadari, ia sengaja dikirim ke sana oleh sang Ayah demi menghindari fitnah kejam dari oknum polisi yang menyalahgunakan kekuasan. Ada mafia dalam institusi kepolisian. Ternyata, kasus narkoba berhubungan erat dengan perdagangan manusia yang dilakukan oleh oknum polisi di tempat Aliando bertugas.
Ingat! Bukan cerita komedi, bukan pula dark romance. Selamat menikmati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pilips, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Minta Kelon
Setelah upacara selesai. Prass buru-buru kembali ke ruangannya. Hari ini, ia akan segera kembali mencuci otak Baskara. Setelah itu, ia berniat meracuni Lolly seperti yang dilakukan Andra tempo hari terhadap salah satu tahanan pengedar narkoboy tersebut.
Ringgg!
Ponsel Baskara berdering dan segera ia menepi meninggalkan perbincangan dengan rekan seruangannya.
Bola matanya terlihat sangat cokelat ketika matahari pagi menerpa manik mata indah milik Baskara. Ia memicing. “Ya, ada apa?”
(Hari ini, kau jadi mempertemukan dua keluarga?)
“Hm, jadi, Prass. Kenapa?”
(Aku yang akan mengantar Bella ke pertemuan makan malam.)
“Loh, Tante dan Paman kemana memangnya?”
(Biasa, sibuk. Mereka lagi otw ke London.)
“Oh.”
Aliando yang berdiri tak jauh dari tempat Baskara menelfon, entah mengapa, ia mendekati Bass dan mendengar pembicaraan polisi yang usianya lebih muda setahun darinya.
“Oke, sampai jumpa,” kata Baskara kemudian mengakhiri panggilan. Ketika ia berbalik, ia kaget oleh kehadiran Aliando.
“Duh, ngapain lo? Nguping, ya?” tuduhan Bass berdasar. Ia merasa kurang nyaman.
“Tidak sengaja,” jawab Ali santai.
“Lagian ngapain sih pakai acara diem kek patung di belakang gue? Mata-mata lu ya?” Tunjuk pria dengan pahatan badan aduhay. Namun, bentuk tubuh Ali masih jauh lebih sempurna.
“Ngomong ama Prass?” tanya Ali langsung, malas jika harus menghadapi sikap kekanak-kanakan Baskara.
“Nah, ‘kan, lo nguping, agh!” kesal Bass.
“Sejak kapan akrab begitu sama, Prass?”
“Bukan urusan lo!” Baskara segera menghindari Ali dan sengaja saling menubrukkan bahu mereka. Duh, sialan, bahunya keras banget, busettt.
Sementara itu, Aliando memiliki semacam perasaan tidak enak. Akhir-akhir ini pula, Prass terkesan sangat aneh dan tidak biasanya. Ali meyakini bahwa sahabatnya itu menyembunyikan sesuatu darinya.
***
Makan malam akan dilaksanakan satu jam ke depan dan Ali mengomel karena baru saja di beritahu.
“Mah, kenapa sih, baru bilang?”
“Ya Baskara tuh, adek kamu. Dia juga baru ngomong sore tadi.”
“Ya udah sih, Al. Kamu siap-siap aja cepet, jangan lupa ajak Laras,” ujar Pak Abraham.
Aliando segera masuk ke dalam kamar dan mengatakan pada Laras untuk ikut makan malam sebab Baskara akan melamar kekasihnya.
“Hah? Kak Bas mau nikah? Sama siapa? Kenal di mana? Kok bisa?” beo Laras panjang lebar sehingga suaminya menjadi makin kesal.
“Jadi kamu cemburu?”
Mulut Laras membola. “Maksud?”
“Kamu gak seneng kalau Baskara nikah? Gitu, ‘kan?”
Aliando geleng-geleng. Ia membuka lemari dan mendapati seluruh baju kemeja dan celana kainnya tersetrika dengan sangat rapih. Untuk sesaat, dia merasa kesal pada dirinya sendiri karena terlalu posesif.
Ketika ia menoleh hendak berterimakasih. Dirinya mendapati istri mungilnya sedang duduk di pinggir ranjang sambil menitikkan air matanya.
Ali mendengus dan buru-buru berjongkok. “Ras …?”
“Hiks …, hiks.”
“Laras?” Ali meraih ke dua tangan istrinya lalu ditempelkan ke sisi pipinya. “Maafin aku, ya, udah ngomong yang enggak-enggak.”
“Hiks ….” Laras mengusap air matanya.”Emang aku kelihatan begitu, ya, Mas?”
“Maaf …, tapi …, iya. Mas ngerasa cemburu lihat kamu sedih mendengar kalau Baskara mau nikah.”
Laras menarik napasnya, masih sambil menangis, ia berkata, “sebenarnya aku suka sama kak Baskara sejak pertemuan pertama, Mas Al. Tapi …, setelah aku cerna baik-baik, aku gak jatuh cinta sama kak Bass. Laras cuma …., kagum.”
Penjelasan yang meluncur dari bibir mungil istrinya terdengar begitu memuaskan di hati Aliando. Hatinya lega, ternyata kecemburuannya selama ini tidak benar.
“Jadi …, kamu mau ikut, ‘kan, di acara makan malamnya Baskara?”
Istrinya cukup mengangguk dengan mata yang basah. Karena Aliando sangat mencintai wanita itu, ia usap bawah matanya Laras dengan ibu jarinya. “Kamu ada baju?”
“Gak ada, Mas,” ujar Laras lirih.
“Mas beliin baju cantik, ya?”
“Boleh.”
Senyum Ali merekah. Kini, ia mulai memesan baju semacam dress dan berbagai gaun cantik. Meski mahal, ia tak perduli.
Ketika jarinya meng-checkout semua barang pesanannya. Ia baru saja sadar jika dirinya tidak pernah memberi Laras nafkah!
“Oh, ya ampun!” Tepok Ali pada jidatnya.
“Eung? Mas Al, kenapa?”
Wajah Aliando nampak begitu merasa bersalah. “Laras …, Mas minta maaf lagi, ya?”
“Ada apa sih?” bingung Laras.
“Kenapa kamu gak pernah negur Mas kalau Mas gak kasih kamu nafkah?”
Laras mencebik, ia melirik suaminya. “Mas Al aja tuh yang gak peka, hih.”
Aliando mengusap wajahnya. Lantas, ia berdiri dan membuka sebuah laci. Tangan besarnya mengambil satu kartu berwarna hitam keemasan. “Nih, buat istriku yang imut.”
Laras mendongak, ia terima kartu atm tersebut. “Ada isinya, ‘kan?” dengan polosnya ia bertanya.
Aliando menghela napas lalu tersenyum. “Ya adalah, sayangku. Kartu itu bisa kamu pakai sesuka kamu. No Limit.”
Mata Laras melebar seperti piring. Untung saja ia sabar menahan diri untuk minta jatah uang bulanan. Ya, dia merasa masih malu jika mau minta langsung. Ia menunggu suaminya sadar dan syukur saja, apa yang Laras dapatkan lebih dari apa yang dia mau.
“Kamu senang?” Ali membelai lembut kepala istrinya. Ia kecup pundak mungil Laras dengan penuh sayang. “Kalau kamu mau sesuatu yang lain, cukup minta sama Mas, ya? Apa pun itu.”
“Kalau Laras mau anu ….”
Tiba-tiba saja sisi nakal Laras muncul ke permukaan. Siapa juga yang tidak senang diperlakukan seperti ratu oleh seorang pria tampan rupawan seperti Ali? Mana duitnya ternyata banyak pun dia seorang polisi intel! Senangnya dalam hati.
“Mau apa?” tanya Ali dengan sabar menantikan lanjutan perkataan istrinya.
Laras yang duduk menyebelahi suaminya, sontak mengulaikan kepalanya, bersandar manjah di bahu lebar sang Suami. “Kalau Laras minta di kelon, emang Mas Al, mau?”
Mata Aliando seketika bergerak-gerak, ia menelan salivanya sekaligus tersenyum manis. Wajahnya merah sekali saat ini.
“Mau gak?” Desak Laras menyenggol betis suaminya.
“Ya ma … mau, lah. Masa, Mas nolak?”
Kini, keduanya tersenyum. Namun, ide minta kelon Laras harus ditunda beberapa jam ke depan. Sebab, mereka harus segera bersiap mengikuti makan malam di hotel bintang lima.
“Terus …, kapan baju aku dateng, Mas?” tanya Laras dengan nada manjanya bukan main.
“Ini …, bentar lagi tiba.” Ponsel Ali terlihat gemetaran. Ia nervous mendengar permintaan berani yang keluar dari mulut sang Istri. “Sekitar, lima menit lagi. Sabar ya, sayang.”
“Mas mau enggak bantu masangin bajunya?”
“Oh …, bo … boleh, dong.”
Laras bangki dan memperhatikan wajah suaminya. Ia mendapati muka Ali sangat merah seperti kepiting rebus. Jiwa Laras yang nakal seketika membelai pipi suami intelnya. “Tapi Laras gak mau lama-lama, ya, di sana.” Pintanya memasang mulut manyun seperti bebek gemas.
“I … iya, Mas juga mau istirahat cepet,” jawab Ali tanpa menoleh.
“Terus kelonnya? Jadi, ‘kan?” goda Laras kali ini berhasil memegang kendali penuh.
“Hm.” Angguk Aliando seperti robot. “Jadi, sayang …, jadi.”