Rizki Bayu Saputra adalah seorang anak yang di besarkan oleh kakeknya yang merupakan pensiunan angkatan bersenjata.
Sebelum Kakeknya wafat dia telah menitipkan amanat bahwa dia harus mencari sebuah kebenaran di salah satu kota besar di negara tersebut.
apakah Rizki mampu menyelesaikan amanat mendiang kakeknya?
serta mendapatkan kebenaran tentang semuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Frans Teguh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebahagiaan untuk semua orang
Tiba tiba Rizki sudah kembali menyerang.
Sebuah tendangan dari Rizki yang diarahkan langsung kearah kepala Bryan.
Namun tepat sebelum mengenai kepala Bryan.
Tendangan itu berhasil di tahan oleh Bagas dengan tangannya.
Namun karena kerasnya tendangan Rizki.
Membuat pergelangan tangan Bagas patah karena telah menangkap tendangan Rizki yang sangat keras.
“hentikan, aku mohon kau berhenti menyerang kami!" ujar Bagas dengan pelan.
"kami semua mengaku kalah!” ujar Bagas yang membuat semua orang terkejut.
Bryan yang bingung dengan ucapan Bagas menjadi sedikit bertanya tanya dengan keputusan Bagas.
"tuan apa maksudnya ini?!" ujar Bryan dengan cemas.
"kita bisa mengalahkannya!" tambah Bryan kepada Bagas.
Bagas yang mendengar ucapan Bryan langsung menggelengkan kepalanya sedikit.
Sebagai pertanda bahwa semua ini tidak perlu di lanjutkan.
Rizki pun menghentikan serangannya dengan tersenyum kearah Bagas.
Bagas yang melihat itu hanya membalas dengan sedikit mengangguk dan tersenyum.
Rizki pun berbalik berjalan mendekati Dina yang sedari tadi terkejut dengan peristiwa yang terjadi tadi.
"siapa Rizki sesungguhnya?!" gumam Dina dalam hati.
Rizki yang melihat Dina hanya duduk diam saja.
Langsung berinisiatif menggendong Dina dan berjalan menuju mobil Dina.
“apa kau sudah melihat dan menyadari siapa aku sebenarnya!’ ucap Rizki dengan tersenyum.
Dina yang melihat senyuman Rizki, tiba tiba merasa salah tingkah dengan semua perlakuan Rizki kepadanya.
“aku tidak menyangka bahwa Rizki terlihat sangat tampan jika tanpa kacamata!” gumam Dina dengan pipinya yang mulai berwarna merah.
Rizki yang melihat pipi Dina menjadi merah pun menjadi bingung.
Apa yang terjadi dengan Dina, apa dia tiba tiba demam?
“hey kenapa wajahmu memerah seperti apel, apa kau sakit?!” tanya Rizki yang meletakan Dina di kursi penumpang dan memegang kening Dina.
Dina yang tersadar dengan pertanyaan Rizki menjadi salah tingkah.
“apa maksudmu, apa wajahku terlihat bulat makanya kau menyebut wajahku seperti apel?!” tanya Dina dengan marah.
Rizki pun hanya tertawa dan menuju ke kursi kemudi.
“hey anak muda, siapa nama mu?!” ucap Bagas dengan berteriak.
“Rizki Bayu Saputra, tolong maafkan aku karena mematahkan tangan mu!” ujar Rizki yang menunduk menyesal.
“tidak apa apa, maafkan kami yang telah mengganggu pacarmu!” ujar Bagas dengan tersenyum.
“ahh dia bukan pacarku, hanya teman saja!” jawab Rizki cepat dan masuk kedalam mobil.
Saat mobil Rizki dan Dina sudah pergi.
Bagas langsung menoleh kearah Bryan dan langsung tertawa.
Bryan yang melihat tingkah laku Bagas pun menjadi sedikit bingung.
Karena tuannya tidak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya.
“Bryan segera masuk dan kita pulang untuk merayakannya!” ujar Bagas dengan semangat kepada Bryan.
Ucapan Bagas itu menyadarkan Bryan dari lamunannya.
"Baik tuan!!" ujar Bryan yang langsung masuk kedalam mobil.
“oh iya tolong suruh Ernest mencari tahu semua informasi tentang keponakan ku!” ucap Bagas dengan bahagia.
“baik tuan, segera!!” jawab Bryan dengan tegas.
"apa tangan tuan tidak apa apa?!" tanya Bryan kepada Bagas.
"tidak apa apa, rasa sakit ini tidak sebanding dengan bahagia ku!" ujar Bagas dengan tersenyum.
Setelah percakapannya dengan Bagas selesai.
“bagaimana jadinya kepala ku jika tendangan itu tidak di tahan oleh tuan Bagas!” gumam Bryan dalam hati.
“pergelangan tangan tuan Bagas saja bisa patah hanya menahannya saja!" tambah Bryan yang memikirkannya.
"selama ini aku mengikuti tuan Bagas belum ada orang lain yang bisa melukai dirinya sampai seperti itu!” tambah Bryan dalam hatinya.
Tiba tiba Bryan pun bergidik ngeri dengan kekuatan Rizki.
***
Sementara itu di dalam mobil yang dikendarai Rizki bersama Dina.
Dina tidak berhenti memandang Rizki dengan tersenyum manis.
“apa kau demam? Dari tadi wajahmu memerah dan terlihat seperti apel!” tanya Rizki yang khawatir.
Dina yang mendengar itu menjadi sedikit kesal karena Rizki tidak menyadari perubahan sikap Dina.
“dari banyak pria yang mendekati ku, kau adalah yang paling menyebalkan!” ujar Dina dengan kesal.
“apa yang salah, lagipula siapa yang sedang mendekatimu?!” ucap Rizki dengan mengejek.
Dina yang mendengar hal itu pun meluapkan emosinya dengan mencubit perut Rizki.
“aarrghh apa yang kau lakukan?!” ujar Rizki yang merasa sakit di bagian perutnya.
Akhirnya di sepanjang perjalanan menuju rumah Dina.
Rizki dan Dina pun tidak ada interaksi atau komunikasi.
Dina pun tiba di depan rumahnya.
“aku hanya mengantarmu sampai sini saja!” ucap Rizki dengan merapikan kembali pakaiannya.
“kau harus berjanji untuk menjaga rahasia ku, aku tidak ingin terlalu mencolok!” tambah Rizki yang sudah memakai kacamatanya kembali.
“apa ada sesuatu yang sedang kau cari tahu di kota ini?!” tanya Dina penasaran.
“maafkan aku karena tidak bisa memberi tahu mu, selamat malam gadis cengeng!” ujar Rizki dengan mengusap rambut Dina dan berjalan pulang.
Dina yang mendengar penjelasan Rizki seketika merasa sedikit sakit di hatinya.
Entah kenapa Dina merasa bahwa Rizki sedang memendam amarah saat dia bertarung tadi.
***
Sementara dikediaman Bagas.
“apa yang terjadi dengan tuan Bagas?!” tanya salah seorang pria.
“entahlah sepertinya tuan Bagas sedang bahagia sekali!” jawab temannya dengan cepat.
Sementara Bagas saat ini sedang dirawat oleh dokter keluarga Saputra.
Karena patah tulang yang dia alami karena menahan serangan keponakannya.
“Bryan ajak semua orang berpesta, kalian boleh makan dan minum sepuasnya!” perintah Bagas kepada Bryan.
“baik tuan akan saya laksanakan!” ujar Bryan dengan cepat.
“apa kah ada kabar baik? Sehingga anda sangat bahagia meskipun sedang terluka?!” tanya sang Dokter yang merawat tangan Bagas.
“apa kau ingat dengan Amelia dan Haris, dr. Wang?!” tanya Bagas dengan sopan.
“ahh aku ingat, apa kasus kakakmu sudah menemui titik terangnya?!” tanya dr. Wang dengan ramah.
“bisa dibilang ini lebih berharga dibandingkan yang tadi kau sebutkan!” jawab Bagas dengan tersenyum.
“apapun itu semoga menjadi kabar yang sangat baik untuk seluruh keluarga Saputra!” ujar dr. Wang dengan bijaksana sambil menyelesaikan gips untuk tangan Bagas yang patah.