Arabella Brianna Catlin Hamilton saat ini tengah tersenyum sumringah dan perasaanya amat sangat bergembira.
Bagaimana tidak? Hari adalah hari anniversary kedelapan dari hubungannya dengan kekasih sekaligus teman masa kecilnya— Kenan Kelvin Narendra.
Namun, hatinya tiba-tiba hancur berkeping-keping ketika Kenan memutuskan hubungan dengannya tanpa alasan yang jelas. Kemudian, Bella mengetahui bahwa lelaki itu meninggalkannya demi wanita lain— seseorang dari keluarga kaya raya.
Karena tidak tahan dengan pengkhianatan itu, Bella menghilang tanpa jejak.
Dan enam tahun kemudian, Bella kembali sebagai seorang pengacara terkenal dan berusaha balas dendam kepada mereka yang berbuat salah padanya— keluarga si mantan.
**
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24
Bella menangis terisak didalam pelukan Kenan, tangannya mencengkram sisi kemeja Kenan erat-erat.
Bella terus menangis begitu keras hingga dia akhirnya membasahi kemeja Kenan dengan air matanya, jantungnya berdebar kencang karena rasa sakit yang sangat mencekik yang dia rasakan.
Tidak ada rasa sakit yang bisa dibandingkan dengan rasa sakit yang Bella rasakan saat itu. Pemikiran akan kehilangan anaknya membuatnya takut.
Kenan memeluk Bella dengan sangat erat, menariknya lebih dekat kedalam pelukannya yang menenangkan.
"Maafkan aku, sayang. Seharusnya aku melindungi kalian berdua." Bisik Kenan, membelai rambut Bella dengan salah satu tangannya, sementara tangannya yang lain memeluk Bella dengan protektif.
Hatinya berdebar melihat Bella yang terpuruk.
"Dia masih kecil... kenapa ada orang yang menculik anak kecil?." Kata Bella terisak, tubuhnya bergetar. Lututnya terasa lemas dan dia hampir jatuh ke langit jika Kenan tidak menahan tubuhnya.
Untuk saat ini, Bella lupa dengan Kebenciannya dan menyambut kenyamanan Kenan yang mampu memberinya harapan, sebuah harapan bahwa dia akan segera melihat putrinya. Bagaimana juga, Kenan adalah pria yang kuat.
Merasakan tubuh Bella bergetar, Kenan sedikit menjauh dan menangkup wajah Bella. Lelaki itu kemudian menundukkan kepalanya dan memberikan ciuman lembut dibawah mata Kenan, menghilangkan air matanya.
"Tidak butuh waktu lama sebelum kita menemukannya... aku akan membawanya kembali padamu." Kata Kenan dengan suaranya yang lembut hingga mampu meluluhkan hati Bella.
Jika Bella tidak terlalu mengkhawatirkan putrinya, jantungnya akan berdebar kencang. Namun, hanya itu yang bisa Bella pikirkan, menemukan Stevia dan lelaki yang berdiri dihadapannya adalah satu-satunya harapannya.
Beberapa helikopter muncul dari bayang-bayang di atas dan suara baling-baling helikopter menganggu Kenan dan Bella, membuat Bella menjauh dan mendongak menatap langit yang gelap.
"Apa yang mereka lakukan, kenapa ada banyak helikopter?." Tanya Bella pada lelaki yang kini memegangi lengannya dan mengusapnya dengan lembut.
Ada sekitar sepuluh helikopter yang berpencar dan berputar-putar di atas kota Brentwood, mencari di setiap sudut kota, gang dan beberapa bangunan kosong yang mencurigakan. Itu semua hanya untuk mencari keberadaan Stevia.
Kenan menganggukkan kepalanya. "Ya, aku menelpon beberapa orang. Akan lebih cepat menemukanya dengan cara seperti ini."
Mata Bella kembali berair, dia sadar jika dirinya seharusnya memberitahu Kenan lebih awal agar mereka bisa segera menemukan Stevia.
Tiba-tiba ponsel Kenan berdering dan lelaki itu terpaksa sedikit menjauh dari Bella untuk menjawab panggilan tersebut. Nama Dante tertera dilayar ponselnya.
Kenan segera mengangkatnya dan menempelkan benda pipih itu disamping telinganya. "Apa kamu sudah menemukannya?."
Jantung Bella berdebar kencang dalan antisipasi, secercah harapan menyala dihatinya.
"Ya, aku sudah menemukannya. Tetapi dia takut dan syok melihat orang asing. Jadi cepat datang ke sini dan ajak ibunya." Balas Dante dari seberang sana.
Kenan menoleh kearah Bella. "Mereka sudah menemukannya, aku kita pergi dan menjemputnya."
"Apa aku boleh ikut?." Suara Nita tiba-tiba terdengar membuat Kenan dan Bella menoleh.
Nita terlihat baru saja keluar, mendengar jika Stevia telah ditemukan, membuat dia ingin berada disana saat mereka menjemputnya. Nita merasa jika semua ini adalah kesalahannya, jadi dia ingin membantu sebanyak yang dia bisa.
Bella menoleh kearah Kenan dan lelaki itu menganggukkan kepalanya. "Tentu, ayo pergi."
Mereka bertiga pun melanjutkan perjalanan menuju lokasi ditemukannya Stevia. Suasana didalam mobil terasa kental dengan ketegangan. Meski Kenan sudah mempercepat laju kendaraannya, Bella masih terus meminta Kenan agar lebih cepat lagi, wanita itu sangat ingin segera bertemu dengan putrinya.
Tak butuh waktu yang lama bagi mereka untuk akhirnya sampai disebuah gedung yang terletak dipinggiran kota. Terlihat, Stevia berdiri disamping seorang lelaki jangkung dengan rambut hitam. Sepertinya hanya dialah satu-satunya orang yang bisa membuat Stevia merasa nyaman sementara yang berdiri tak jauh dari mereka untuk mencari petunjuk tentang penculiknya.
"Dante." Panggil Kenan pada lelaki yang menggandeng tangan Stevia.
Mendengar suara berat Kenan, Stevia menoleh dan mendapati jika Kenan dan Bella berlari kearah mereka. Saat melihat ibunya, gadis kecil itu mulai menangis. Namun, saat bibir kecilnya terbuka, Stevia justru memanggil orang lain.
"Daddy!." Stevia menangis sembari mengulurkan kedua tangannya pada Kenan yang tiba-tiba berhenti. Lelaki itu tiba-tiba mengingat perkataan Bella saat wanita itu meminta tolong padanya.
'Tolong selamatkan putri kita!.'
Jantungnya seketika berdebar kencang. 'putri kita? Apakah mungkin Stevia adalah anakku?.' Kenan bertanya pada dirinya sendiri, lalu bergegas berjalan mendekati Stevia sebelum akhirnya menggendong gadis kecil itu.
"Daddy!." Seru Stevia, menempel didada bidang Kenan.
Pikiran Kenan berputar-putar saat dia menggendong Stevia. Ada banyak pertanyaan di kepalanya, dia pun menoleh kearah Bella yang sedang menatap Stevia dengan raut wajah bersedihnya.
Dia ingin bertanya tentang apa yang sudah Bella katakan.... tentang apakah Stevia adalah putrinya?. Namun, melihat tatapan bingung dimata Bella, Kenan jika dirinya harus menunggu sampai Bella tenang..
"Stevia, Mommy juga ingin memelukmu." Kata Kenan. "Kamu aman sekarang, paman akan selalu melindungi kamu, oke?."
Stevia mengangguk lalu dia menoleh kearah Bella, merentangkan kedua tangannya kearah Bella agar ibunya itu bisa menggendongnya.
"Mommy, jangan menangis. Aku baik-baik saja." Kata Stevia saat Bella mulai terisak.
"Maafkan Mommy, sayang. Mommy minta maaf." Kata Bella sembari memeluk erat tubuh putrinya.
Kenan merasakan sesuatu saat dia melihat Bella dan Stevia berpelukan, memberi mereka waktu sebelum dirinya dapat berbicara dengan Bella.
Dante berjalan dan berdiri disamping Kenan, memperhatikan ibu dan anak itu sebelum akhirnya berbicara pada Kenan. "Kak Bella punya anak perempuan? Apa gadis kecil itu juga anakmu?."
"Aku harap begitu." Jawab Kenan, jantungnya berdegup kencang karena antisipasi dengan kenyataan yang sebenarnya akan dia dengar dan sedikit kegembiraan. Kenan telah mendengar apa yang Bella katakan ketika wanita itu menelponnya, tetapi Kenan ingin memastikan sekarang karena dia sudah sadar dari kepanikan yang sebelumnya.
Sembari menunggu Bella bertemu dengan putrinya, Kenan berdiskusi dengan Dante tentang insiden penculikan tersebut.
"Dimana orang yang melakukan ini?." Tanya Kenan.
"Dia berhasil melarikan diri, anak buahku mengejarnya, tetapi bajingan itu berhasil melarikan diri. Kami masih mencoba mencari dia dan orang yang menjadi dalang dibalik penculikan ini." Kata Dante sembari menyugarkan rambutnya kebelakang.
"Aku ingin mereka segera ditemukan dan tangani ini semua secepatnya." Perintah Kenan.
"Jadi, apakah kakak dan kak Bella sudah kembali bersama sekarang?." Tanya Dante memandang Kenan.
Kenan adalah kakak bagi semuanya, Dante, Aria, si kembar dan Evelina sangat menghormati Kenan. Apalagi Dante sering bermain dikediaman Narendra ketika libur sekolah. Dia dan Evelina bersahabat seperti orang tua mereka.
Kenan tersenyum meski ada gejolak didalam hatinya. Dia menganggukkan kepalanya. "Hanya dia yang satu-satunya bisa menjadi istriku."
Ketikan Bella akhirnya tenang, Kenan berjalan mendekati Bella. "Bisakah kita bicara?."
Kenan tidak bisa sabar lagi sampai mereka kembali ke rumah. Ini adalah masalah penting dan dia perlu mengetahui kebenarannya.
Bella tahu jika Kenan tidak sabar untuk berbicara dengannya. Jadi, Bella membiarkan Nita mengajak Stevia duduk didalam mobil, sementara diri mengobrol bersama dengan Kenan. Dia menggigit bibir bawahnya, jantungnya berdebar kencang melihat konfrontasi yang akan terjadi.
Kenan menatap kearah Bella. "Siapa ayah Stevia, Bella?."
Bella menarik napasnya dalam-dalam, matanya terpejam karena merasa bersalah.
Pada saat yang sama, napas Kenan tertahan, bertanya-tanya apakah Bella akan mengatakan yang sebenarnya.
Bella menatap mata Kenan yang seolah menatap jauh kedalam jiwanya. "Kamu adalah Daddynya. Dia putrimu."
Jantung Kenan berdegup, dia memegangi sisi kiri dadanya. "D-dia milikku? Dia putriku?."
Rasanya seperti mimpi. Dia adalah seorang ayah?.
Bella menganggukkan kepalanya, mengalihkan pandangannya. Dia benci konfrontasi. Dan jauh dari lubuk hatinya, Bella merasa sedikit takut bagaimana Kenan akan menerima informasi ini.
Keheningan menyelimuti mereka dan tiba-tiba Kenan tertawa. Itu bukanlah tawa mengejek, tetapi tawa yang menunjukan jika dia kegembiraannya.
"Hahah! Aku punya anak perempuan! Stevia adalah putriku! Aku tidak pernah...." Kenan terengah-engah, terlalu bersemangat untuk berbicara dengan jelas. "Aku tidak pernah membayangkan kalau aku ternyata memiliki seorang putri. Ini adalah kabar terbaik yang pernah aku dengar dalam hidupku!."
Senyuman Kenan tiba-tiba memudar dan kilatan rasa sakit terlintas dimatanya ketika dia sadar bahwa dia memiliki seorang anak, tetapi dia bahkan baru mengetahuinya.
Dia tidak menyukai cara Bella yang menyembunyikan kebenaran itu darinya. Selama lima tahun, dia memiliki seorang gadis kecil yang menjadi bagian dari dia dan dia tidak lebih bijaksana... dia tidak bersama Bella ketika Stevia lahir... tidak mengganti popoknya dan tidak menemaninya tidur.
Rasa sakit yang menusuk yang menerpa dirinya saat menyadari bahwa ia sudah melewatkan banyak waktu bersama putrinya, hampir membuatnya bertekuk lutut, rasa bersalah memenuhi hatinya.
Kenan menatap kearah Bella. "Kenapa kamu tidak memberitahu ku?." Tanya Kenan dengan suara rendahnya.
"Kamu memutuskan hubungan kita, bagaimana aku bisa memberitahu mu?." Tanya Bella, dahinya mengernyit ketika dia teringat dengan masa lalu.
"Tetap saja, kamu seharusnya memberitahu ku bahwa aku telah menjadi seorang Ayah, kamu seharusnya memberitahu ku bahwa malam terakhir kita menghabiskan waktu bersama menyebabkan kamu hamil. Bella, apakah kamu tahu bagaimana perasaanku ketika aku membayangkan keadaanmu yang sendirian dalam keadaan hamil dan tidak ada siapapun yang menemani atau mendukungmu? Aku berhak mengetahuinya, tapi kamu justru memilih untuk menyembunyikan hal ini." Kata kenan, air matanya menetes.
Kenan bahkan tidak bisa membayangkan betapa menderitanya Bella. Malvin selalu ada untuk Elena ketika ibunya itu hamil dan Kenan bersumpah akan seperti ayahnya ketika dia sudah dewasa. Namun, momen ketika bersama dengan anaknya ketika baru saja lahir telah lenyap.
"Apa yang harus aku lakukan ketika kamu bersikeras mengusirku didepan banyak orang? Kamu memutuskan hubungan kita dan menolakku... kamu memintaku untuk tidak menemui mu lagi. Aku hanya melakukan apa yang kamu minta—"
"Itu bukan tanpa alasan, Bella. Ya, aku akui, aku memang menyakitimu, aku tidak pernah menyangkal hal itu. Tidak perduli dengan alasan mengapa aku melakukan, apa yang aku lakukan padamu enam tahun yang lalu, fakta bahwa aku telah menyakitimu tidak akan pernah berubah. Tapi, kamu seharusnya memberitahuku ketika kamu mengetahui bahwa kamu hamil daripada menyembunyikan ini semua dan pergi entah kemana. Kamu mengatakan pada putri kita bahwa ayahnya sudah meninggal, itu sangat kejam bagi Stevia yang masih kecil! Kamu membuatku seolah-olah aku terlihat seperti lelaki yang tidak bertanggung jawab karena telah menelantarkan anaknya...." Kata Kenan, tercekat ketika Bella mendongak menatapnya, jantungnya berdebar ketika melihat air mata Bella mengalir di pipinya.
Kenan tidak menangis, dia hanya meneteskan sedikit air mata. Dia adalah lelaki kuat yang Bella kenal. Namun lelaki itu terlihat sangat hancur, emosinya semakin menguasai dirinya. Bella merasa bersalah ketika dia melihat kehancuran dalam diri Kenan.
"Aku bukanlah lelaki yang tidak bertanggung jawab, Bella. Aku akan menjagamu dan Stevia.... aku sudah mencarimu selama enam tahun terakhir, tapi sepertinya kamu sangat pandai bersembunyi dariku." Kata Kenan.
"Lalu kenapa kamu memutuskan hubungan Kita?." Tanya Bella. "Apakah kamu akan menemui ku kalau kamu berada diposisi ku saat itu? Kamu telah menyakitiku... aku dipermalukan didepan semua orang. Bagaimana aku bisa memberitahukan hal ini kepada lelaki yang telah menolakku dengan begitu Kejam?."
Kenan menelan salivanya, dia mengacak-acak rambutnya.
"Aku akui, aku dengan sangat kejam memutuskan mu. Kamu tidak pantas mendapatkan perilaku kurang baik dariku. Aku menyesalinya setelah aku melakukannya, tapi aku memiliki alasan tersendiri saat itu, alasan yang tidak bisa aku bicarakan saat ini. Kemarahanmu padaku tidak bisa dihindari. Aku telah menjadi orang yang sangat menyebalkan bagimu. Tapi Bella, kamu seharusnya tidak melibatkan anak yang tidak bersalah dalam kemarahan dan kebencianmu padaku. Stevia harus mengetahui siapa ayahnya... dia selalu berpikir kalau ayahnya ada di surga." Kenan dengan cepat menghapus airmata sebelum menetes di pipinya.
Putrinya mengira jika ayahnya sudah mati, padahal kenyataannya dia masih hidup.
Keheningan terjadi diantara mereka. Bella tahu jika dirinya salah dalam hal ini, dia seharusnya tidak berbohong pada putrinya.
Wanita itu kembali mendongak untuk menatap Kenan. "Aku memang membencimu, tapi putriku berhak tau siapa ayahnya. Jadi, aku akan mengatakan yang sebenarnya pada Stevia."