Setelah lulus SMA, Syafana menikah siri dengan kekasihnya yang baru saja lulus Bintara TNI-AD. Sebagai pengikat bahwa Dallas dan Syafana sudah memiliki ikatan sah. Pernikahan itu dirahasiakan dari tetangga maupun kedinasan.
Baru beberapa hari pernikahan siri itu digelar, terpaksa Dallas harus mengikuti pendidikan selama dua tahun. Mereka berpisah untuk sementara.
"Nanti setelah Kakak selesai pendidikan dan masa dinas dua tahun, kakak janji akan membawa pernikahan kita menjadi pernikahan yang tercatat di secara negara," janji Dallas.
"Kak Dallas janji, harus jaga hati," balas Syafana.
Namun baru sebulan masa pendidikan, Dallas tiba-tiba saja menalak cerai Syafana. Syafana hilang kata-kata, sembari melepas Hp nya ke ubin, tangan Syafana mengusap perutnya yang kini sudah ditumbuhi janin. Tangis Syafana pecah seketika.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deyulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 Vidio Pernikahan Dallas dan Syafana yang Masih Tersimpan Rapi
Dallas membuka Hp nya, untuk melihat balasan WA dari Sakala. Dia tercengang dan berpikir keras dengan balasan dari Sakala.
"Maaf, Pak. Hari ini kebetulan mama saya kena musibah, kakinya terkilir tertimpa motor. Untuk itu saya tidak hadir, karena saya tidak mau meninggalkan mama saya sendiri di rumah dalam keadaan sakit."
"Mama? Mamanya Sakala sakit tertimpa motor? Kasihan sekali anak itu, tapi baktinya besar kepada seorang ibu sampai ia rela gugur dalam tes Catam yang hanya tinggal dua tahap lagi," gumam Dallas menyayangkan akan tetapi merasa bangga karena Sakala seorang anak yang berbakti.
Pikiran Dallas kembali ke masa 18 tahun lalu lebih, ketika dia dengan terpaksa menalak cerai Syafana lewat telpon. Dia masih terngiang kalimat yang diucapkan Syafana.
"Kabar Syafa, alhamdulillah baik Kak. Kakak bagaimana? Sayang sekali Kakak tidak bisa pulang, padahal Syafa punya kabar gembira buat Kakak." Kalimat itu masih membekas sampai kini.
"Kabar gembira apa yang dimaksud Syafana?" Dallas memutar otaknya, dia berandai-andai dan bermungkin-mungkin kabar yang akan disampaikan Syafana kurang lebih 19 tahun lalu itu tentang sebuah kabar bahagia.
"Kehamilan?" tebaknya sembari menerawang jauh membayangkan kembali kabar baik apa yang akan disampaikan Syafana kala itu.
"Maafkan kakak, Syafa. Demi apapun kakak terpaksa melakukan itu. Dan kini kakak sudah mendapat imbas dari perbuatan kakak. Kakak hidup dalam kehampaan." Dallas menyesal, bahkan sepanjang hidup setelah menalak Syafana lewat telpon, hidupnya benar-benar hampa dan tersiksa, terlebih pernikahan dengan Dista yang dilandasi hutang budi, ternyata ada sebuah kebohongan. Dallas diikat dengan hutang budi, sehingga bagaimanapun keadaan Dista, Dallas tidak bisa begitu saja lepas.
"Hahhhh." Dallas menghela nafas kasar. Dia merebahkan tubuhnya di kursi sembari membiarkan sebuah rekaman pernikahan sirinya dengan Syafana menyala. Rupanya Dallas masih menyimpan rapi vidio rekaman itu yang berhasil ia dokumentasikan 19 tahun lalu.
"Saya terima nikah dan kawinnya Syafana binti Syakir dengan mas kawin tersebut, tunai," terdengar jelas suara itu saat dirinya mengenang kembali pernikahan siri yang digelar cukup di depan seorang Ustadz dan saksi serta wali nikah, yakni ayah kandung Syafana.
"Jadi, dia perempuan yang pernah kamu nikahi secara siri dahulu sebelum mama dan papa menjodohkan kamu dengan Dista?"
Dallas tersentak mendengar suara sang mama yang tiba-tiba berkata. Dallas membuka matanya dan membenarkan posisi tubuhnya. Ia menoleh kepada Bu Delima lalu meraih kamera digital yang tadi dia nyalakan.
"Ma," sapanya seraya bermaksud mematikan rekaman itu.
"Jangan matikan rekaman itu, mama ingin melihatnya," mohon Bu Delima. Dallas tidak menggubris, karena ia tahu mamanya tidak akan senang melihatnya.
"Mama sudah tua. Saat ini, mama hanya ingin memperbaiki diri dan menikmati masa tua dengan tenang tanpa ada benci darimu, Als. Mama dan papa menyesal telah memaksamu dulu," ungkap Bu Delima seraya meraih kamera digital yang akan Dallas matikan. Dallas tidak bisa mengelak atau merebut kembali kamera itu, sebab bagaimanapun yang di hadapannya kini adalah mama kandungnya sendiri.
"Mama, bahkan menuduh dia hanya anak ingusan yang kesenangan karena menikah denganmu yang berseragam tentara. Mama menyesal, Als. Maafkan mama," ucap Bu Delima memohon diiringi derai air mata.
"Sudah terlambat, Ma. Bahkan sampai saat ini, Als tidak pernah menemukan jejaknya. Bahkan kedua orang tuanya tidak memberikan info sedikitpun tentang Syafana, mereka terlanjur sakit hati dengan perlakuan Dallas pada Syafana." Dallas berdiri, lalu meraih kamera digital yang dipegang sang mama. Kemudian ia berlalu dari ruangan itu, melewati sang papa yang ternyata berada di sana.
Bu Delima meraih Pak Dirham, lalu menangis di pelukan sang suami, menumpahkan rasa bersalah terhadap Dallas di sana. Dallas pun pergi dari ruangan itu, dia lebih memilih ke ruangan lain dan menyendiri di sana. Sepertinya memang tidak sopan membiarkan orang tua begitu saja yang baru saja datang ke rumahnya. Namun, rasa sakit hati Dallas memaksa dia melakukan itu, masih mending Dallas tidak durhaka dengan mengusir kedua orang tuanya dari rumah.
"Biarkan Dallas pergi, dia memang belum bisa memaafkan kesalahan kita dimasa lalu yang memaksa dia harus menalak gadis itu. Sekarang lebih baik kita pergi, kita doakan saja Dallas mau luluh dan memaafkan kita," bujuk Pak Dirham seraya mengajak Bu Delima pulang dari kediaman Dallas yang terasa sepi.
"Maafkan papa Als, sudah membuat hidupmu hampa. Di rumah ini yang seharusnya ramai oleh cucu-cucu papa, justru sepi karena keegoisan papa memaksamu menikah anak teman papa, atas nama balas budi," batin Pak Dirham tidak kalah menyesal seperti Bu Delima. Ia mengakui ia memang egois memaksa Dallas menikahi Dista yang tidak bisa memberikan keturunan untuk Dallas.
Pak Dirham dan Bu Delima akhirnya pulang dari rumah Dallas dengan kekecewaan, tadinya ia ingin menghibur Dallas dan bercengkrama. Tapi, sampai saat ini Dallas rupanya masih belum memaafkan mereka. Pak Dirham akhirnya melajukan mobilnya dari halaman rumah Dallas, dengan membawa hati yang kecewa.
Dallas bangkit dari duduknya dan menatap kepergian mobil kedua orang tuanya dengan sedih. "Maafkan Dallas ma, pa. Dallas belum bisa lapang ketika kalian mengungkit masa lalu yang bagi Dallas sangat menyakitkan," bisiknya seraya menatap sebuah foto kecil dari balik dompetnya. Foto Syafana saat masih SMA selalu tersimpan rapi di balik selipan dompet tanpa pernah ia lepaskan selama 19 tahun ini.
Di tempat berbeda. Sakala yang sempat merasa sedih karena harus gagal masuk Catam, kini ia bersemangat lagi untuk mempersiapkan pendaftaran bintara yang beberapa bulan lagi akan segera dibuka.
Syafana menghampiri sang putra semata wayang, dia masih geleng-geleng kepala dengan kegigihan Sakala yang masih kuat sampai dia melupakan beasiswa kuliah ke universitas yang telah ditentukan sekolah. Padahal kemarin pernah gugur Catam karena dia tidak hadir saat tes wawancara, tapi Saka tidak kapok.
"Tidak, Ma. Saka ingin fokus dulu daftar tentara. Kalau Saka masih belum diterima, tahun depan Saka pasti fokus dengan kuliah seperti apa yang Mama mau," ucap Sakala setengah memohon agar sang mama mau mengijinkan dia tahun ini fokus daftar tentara.
"Baiklah, tapi kamu jangan sampai ngoyo dan terlalu berambisi dengan militer, mama hanya takut saat kamu gagal lagi, kamu kecewa berat," ujar Syafana seraya meraih lembut bahu sang anak.
"Mama jangan khawatir. Saka hanya butuh doa Mama." Sakala meraih tangan Syafana lalu memeluk Syafana dengan penuh kasih sayang.
"Tuingggg."
Notifikasi pesan WA terdengar, membuat Sakala melerai pelukan sang mama. Sakala melihat siapa yang mengirimkan pesan WA itu.
"Dek, pendaftaran bintara dua bulan lagi dibuka. Kamu persiapkan diri kamu dengan baik. Jika kamu butuh info, jangan sungkan tanyakan pada saya."
Senyum Sakala mengembang seketika setelah ia selesai membaca pesan dari orang tersebut.
"Siapa, Ka? Jangan katakan kamu mendapat pesan dari pacar kamu, mama belum ijinkan kamu pacaran, kecuali jika kamu sudah mapan dan langsung ajak nikah perempuan itu," peringat Syafana takut.
"Bukan, Ma. Lagian Saka belum punya pacar." Saka membalas sembari mengetik balasan untuk si pengirim pesan.